"Ih, Fi! Seriusan! Gue nggak bohong! Jadi, pas kemarin itu. Kan gue mau pulang bareng si Rakha. Dia yang nawarin ke gue buat bareng sama dia. Trus tahu nggak, masa nyebelinnya si Rakha ngasih tahu ke si Tio kalau gue suka sama dia! Nyebelin banget nggak sih!"
Tio tidak merespon, dia hanya mengantongi kedua tangannya disaku roknya saat keluar kelas. Berjalan menuju ke kantin setelah bel sekolah berbunyi. Mencoba mengabaikan gadis di sebelahnya ini yang sejak masuk ke dalam kelas selalu mengajaknya bicara. Tidak peduli saat jam pelajaran berlangsung. Selalu membahas soal dirinya. Yang dia bicarakan hanya Tio, Tio dan Tio. Sampai dia muak dengan namanya sendiri.
Sekarang dia tahu. Acha itu perempuan yang cerewet dan cewek gila yang mencintai dirinya.
"Fi! Ih, lo dengerin nggak sih?" ucap Acha gemas. Merasa diabaikan. Mendorong lengannya sampai hampir terjatuh. "Keknya nggak mau denger cerita gue! Gue sedih tahu!"
Tio menghela napas. Dia benar-benar sudah jengah. Alasan paling masuk akal adalah dia sudah tahu tentang hal itu. Jadi, untuk apa dia harus mendengarkan lagi. Juga, itu hal menyebalkan yang dia benci. Rakha memang seperti itu. Bukan hanya pada Acha. Semua gadis yang dekat padanya, yang dia tahu suka padanya. Rakha pasti meledeknya dengan metode yang sama. Makanya kemarin dia tidak tergoyahkan.
Dan soal Acha yang suka padanya. Sejak dulu dia sudah tahu. Tapi dia lebih memilih diam saja.
"Iya, iya! Gue dengerin lo, kok! Udah lo ngomong aja," ucap Tio lembut. Menahan emosinya.
Acha sempat kesal. Tapi tetap melanjutkan bercerita. "Nah, trus si Rakha tuh nyebelinnya. Dia kek ngasih tahu ke Tio dengan jelas banget. Malah dia bilang gue harus kencan sama si Tio,"
"Mm, ya, trus?"
"Kan gue malu banget, Fi! Habis itu dia juga ngeledekin gue." Katanya histeris. Menghentakan kedua kakinya di tengah-tengah jalan. Membuat beberapa orang melihatnya. "Sial banget nggak sih punya sepupu kek, Rakha gitu,"
"Mm, ya, banget!" balas Tio. "Sepupu lo tuh bisanya emang ngerepotin orang. Orang pe'a! Seenaknya bikin orang jadi babu! Nggak mau ngalah lagi orangnya! Ngeselin!"
"Iya, kan!" Acha menjentikan jarinya. Seratus persen setuju dengan pendapatnya itu. Namun, itu malah membuatnya bingung. "Eh, tapi kok lo tahu si Fi? Perasaan lo nggak deket banget sama si Rakha,"
Tio berhenti di tempat. Menelan salivanya. "Ya, gue sih nebak aja."
"Oh gitu!" Acha menganguk saja. "Tapi, Fi! Hari ini lo aneh banget tahu. Atau perasan gue aja,"
"Aneh kenapa?"
Acha melihat gadis di depannya dari bawah sampai atas. Melihat keanehnan paling jelas yang terlihat. Menunjuknya satu persatu. "Ini! Lo nggak biasanya masukin tangan ke saku rok. Rambut lo juga rada acak-acakan trus ini! Kok lo jalannya kek laki-laki, sih?"
Tio langsung merubah dirinya. Berdiri memperbaiki sebagaimana harusnya. Bersikap lembut dan anggun. "Nggak papa sih, emosi gue lagi naik turun aja,"
"Lo lagi PMS?" tanya Acha.
Tio menganguk cepat-cepat. Mengiyakan tanpa tahu artinya. "Iya, gue lagi PMS! Lo maklumin, ya!"
Gadis itu langsung percaya. Lagi-lagi melendot di tangannya. Bersikap manja. "Ya, udah ayo ke kantin. Gue laper!"
Sepertinya dia sudah terbiasa dengan lendotan gadis ini. Dan tubuh Fifi juga tidak merasa menolak hal itu. Namun, perasaan bencinya masih belum hilang. Pintar-pintar saja dia menahan emosi. Kalau lepas kendali. Dia bisa saja mendorong Acha lalu kabur dari gadis itu jauh-jauh.
Mereka tetap seperti itu, membicarakan banyak seraya berjalan di lorong sekolah. Baru ketika sudah di kantin Acha melepaskan diri. Tio diam-diam bernafas lega merasakan kebebasan. Sedikit membuat jarak, takut jadi sasaran lendotannya lagi.
Kantin sudah ramai bahkan baru beberapa menit bel berbunyi. Sulit rasanya berjalan di antara banyaknya orang. "Ayo, Fi!" Tapi tanpa dia pikirkan. Acha menarik tangannya, menerobos orang-orang dengan begitu mudah. Tio diam saja. Rasanya aneh sekali. Perasaanya campur aduk. Begitu mereka berhenti di depan salah satu warung kantin. Tangan mereka masih bertalutan. Dan itu jadi objek yang dipandang Tio sekarang. "Kita mau beli apa, Fi?"
"Em, nggak tahu!" balasnya. Dia ingin sekali melepaskan tangan itu. Tapi kenapa tidak bisa?
"Hah! Fi! Fifi! Liat tuh!" ucap Acha heboh. Tanganya terputus. Berganti dia yang dipukul oleh gadis itu. Langsung sadar dari lamunannya. "Fi! Liat itu ada Tio sama Wahyu!"
Tio mendengar itu tentu saja kontan mendongak. Melihat ke arah yang Acha tunjuk. Ya, benar! Jelas di sana ada Wahyu dan Tio yang keluar dari lorong. Masuk ke kerumunan orang di kantin. Tapi, dimatanya. Yang dia lihat adalah pelaku licik dari tertukar tubuhnya ini. Lihat saja, Fifi di sana tidak terlihat beban apapun. Tersenyum sembari bicara santai dengan Wahyu.
Sementara dia di sini. Terjebak dengan gadis yang sejak tadi membicarakan omong kosong tentangnya. Tentu saja dia kesal. Kedua tangannya mengepal kencang. Sekarang berpikir, dia harus apakan perempuan itu.
Apa hal bagus jika dia mencekik tubuhnya sendiri? Apa dia akan langsung bisa kembali ke tubuhnya?
"Gila, si Tio senyum ganteng banget, ya! Si Wahyu juga, iyakan, Fi?" tanya Acha. Tidak mendapatkan respon dia menoleh. "Fi?" Acha mencari. Begitu terkejut melihat Fifi berjalan ke arah Wahyu dan Tio. "Aah! Fifi! Fi! Lo mau apa?"
Tio dengan emosinya menghentikan Wahyu dan "Tio" di sana. Yang pertama kali dia dapatkan adalah wajah terkejut dari "Tio" di sana. Dan Wahyu yang menatapnya dengan tatapan benci. "Kenapa, Fi?" tanya Wahyu ketus.
"Tio" abal-abal itu juga menyahut. Bicaranya gugup. "I-ya, ada apa, ya?"
Tio memasang senyuman manisnya. Bicara selembut yang dia bisa saat ini. "Maaf, ya! Gue boleh ngomong nggak sama Tio!"
🍫🍫🍫
Nah loh di labrak.
Nunggu kelanjutannya?
Besok, ya
Jangan lupa di bintang dan komen
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOCOLET (TAMAT)
Teen FictionFifi dan Tio bertukar tubuh karena sebuah coklat pelet. Mereka pikir ini buruk. Tapi nyatanya ini membantu kisah asmara mereka. Membongkar semua rahasia yang selama ini mereka sembunyikan. 🍫🍫🍫🍫🍫🍫🍫 Sebutanya...