***
Jalanan sepi di sudut kota menjadi tempat pertemuan antara dua geng yang telah lama mengibarkan bendera perang satu sama lain. Ali dan keempat anggota gengnya menghentikan laju motor dengan jarak beberapa meter dari musuh mereka.
"How are you doing loser? Pasti nangis semalam mikirin kekalahan lo" siapa lagi jika bukan Bryan yang langsung menyambut Ali dengan kalimat meremehkan.
Sementara yang diremehkan terkekeh kecil. Dibalasnya Bryan dengan tatapan merendahkan. "Baru menang sekali aja heboh banget"
"Ya seenggaknya gue ngubah sejarah lah ya"
Ali turun dari motor lalu diikuti yang lain, memasang knuckle di jari-jari tangan kanannya dengan santai. "Gue malas adu bacot, ayo"
"Agresif man" Bryan ikut turun dari motor, berjalan ke depan bersama kelima temannya sambil memainkan double stick. "Tanpa pemanasan" ia melompat mengirimkan tendangannya pada Ali yang sayangnya hanya bertemu dengan udara. Tangannya pun dengan sigap menahan tonjokan Ali yang hampir mendarat di pipi kirinya.
Di sekeliling keduanya para anggota mereka juga telah terlibat perkelahian sengit.
"Shit, udah mulai aja" Nandio baru tiba di tempat. Setelah mematikan mesin motor dan melempar tasnya asal, Nandio segera berlari untuk terlibat dalam perkelahian itu.
"Aaaa"
Mereka semua larut dalam perkelahian sampai sebuah teriakan suara perempuan mengalihkan perhatian semuanya.
"Illy?" Ali yang baru saja menjatuhkan Bryan dengan tendangannya mendadak diam melihat Illyana sedang berada dalam tahanan Lexan, anak buah Bryan. Saat ingin maju, langkahnya terhenti dengan ancaman Lexan.
"Lo maju, gue rusak muka nih cewek"
"Pangecut, lo berani sama cewek?!"
"Salah sendiri mau bawa cewek ke sini, hajar Bry!"
Meski dalam hati Bryan tak setuju dengan apa yang dilakukan Lexan namun ia juga tak mau melewatkan kesempatan ini. "Lawan? Cewek itu cacat." Ancamnya pada Ali.
"Anjing"
Bugh.
Dengan terpaksa Ali menerima pukulan pertama dari Bryan di wajahnya, ingin melawan namun ia tak mau sesuatu yang buruk terjadi pada Illyana.
Bugh.
"Ali" Illyana menangis melihat Ali dengan menahan amarah menerima pukulan kedua di perut. "Penakut lo" teriak Illyana pada Lexan.
"Diam lo!"
Ali masih berdiri kokoh setelah mendapat pukulan kedua, dan itu membuat Bryan kesal.
"Lo harus ngerasain sensasi stick gue" Bryan memainkan double stick-nya, wajah Ali menjadi sasaran dari benda besi yang akan segera dilayangkannya itu. Ia telah berancang-ancang untuk memukulkan stick itu namun tiba-tiba sebuah suara membuatnya menoleh.
"Bryan"
Melihat sosok itu Bryan mengeram kesal, kenapa datang saat keadaan sedang menguntungkannya begini?
"Stop it!" Lalu sosok ini menoleh ke arah kiri dan melotot saat melihat siapa yang sedang ditahan oleh Lexan. "Illy? Lexan, lo ngapain nahan temen gue? Lepas!" Ia menarik Illyana dari kunkungan Lexan.
"Eh jangan ini senjata kita!" Lexan menahan lengan Illyana.
"Gue bilang lepasin! Dia teman gue"
"Dia senjata buat ngalahin musuh"
"Ih Lexan"
Illyana ditarik oleh dua orang beda kekuatan itu, meski tarikan Lexan lebih kuat namun sosok di sampingnya ini pun tak mau menyerah begitu saja.
"Lexan lepasin!" Teriak Bryan.
Sambil menahan kekesalannya Lexan melepaskan cengkeramannya pada lengan Illyana kemudian mendorong gadis itu hingga tersungkur ke aspal bersama dengan sosok yang mengaku sebagai teman Illyana itu.
"Aws" keduanya meringis sakit.
"Lexan!" Bryan murka saat melihat sosok yang tadi memanggilnya itu ikut jatuh ke aspal. Namun ia tahu ini bukan tempat yang pas untuk meluapkan amarahnya pada Lexan. Bisa-bisa tim lawan merasa lebih menang. Ia mendekat, membantu sosok itu untuk bangkit berdiri. "Ayo cabut!"
"Illy gue pergi dulu, nanti telfon ya" teriak teman Illyana itu saat motor yang dikendarai Bryan sudah mulai berjalan.
Ali dan yang lain berlari kecil menghampiri Illyana dengan raut panik yang tak bisa disembunyikan dari wajah mereka.
"Apa yang sakit?"
Illyana menggeleng.
Meski belum mengatakan apapun namun Ali tahu bahwa gadis itu tengah menahan sesuatu yang terasa sakit di tubuh, itu terbukti dari mata Illyana yang berkaca-kaca. "Apa yang sakit?" Tanyanya sekali lagi dengan suara yang lebih pelan.
"Lagian siapa sih yang bawa Illy ke sini?" Kali ini James yang bersuara, ia menatap satu persatu teman gengnya.
Nandio nampak pasrah lalu menjawab. "Gue" ia hanya berdecih saat semua menatap padanya dengan melotot kaget. "Dia bilang mau ikut, yaudah" lanjutnya membela diri.James mengacak rambutnya, merasa gemas ingin menonjok temannya sendiri. "Maksudnya dia itu ikut pulang ke rumah, kan lo berdua searah"
"Udah, semuanya juga udah terjadi. Kita pulang" ucap Ali yang mendapat anggukan dari teman-temannya, ia melangkah duluan menuju motornya tak lupa tangannya menarik Illyana untuk ikut.
"Ali aku enggak mau pulang ke rumah, lutut aku luka" jika Illyana pulang dalam keadaan luka begini maka pasti ayahnya yang berprofesi sebagai dokter itu akan sangat panik. Masalah luka cakaran Radita saja ia tutupi menggunakan poni.
"Hem"
Illyana menekuk wajah saat menaiki motor, apa Ali tidak ada jawaban lain selain kata 'Hem' yang selalu ia dengar? Karena merasa bete maka ia memutuskan untuk tak bertanya ke mana tujuan Ali membawanya meski ia sendiri merasa sangat penasaran.
Beberapa menit hanya berdiam di atas motor, kini Illyana melototkan mata saat tahu ke mana tujuan Ali membawanya. Keringatan dingin dan rasa gugup ia rasakan saat turun dari motor. Arg, kenapa Ali tidak mengatakan kalau akan membawanya ke sini?
"Mau jadi patung di situ?"
Illyana kesal, namun ia tetap berjalan mengikuti langkah Ali memasuki rumah. Ia juga menurut saat pemuda itu menyuruhnya duduk di sofa, tak lama Ali kembali dengan membawa kotak p3k. "Eh eh ngomong dulu dong!" Tak cukup membuatnya kesal, Ali kembali membuatnya kaget karena secara tiba-tiba pemuda itu mengangkat kaki kirinya dan diletakkan di atas pangkuan.
Tak lama kemudian seorang asisten rumah tangga datang membawakan dua gelas minuman dingin yang dihidangkan dengan cemilan di atas meja, lantas pamit ke belakang menyisahkan kedua insan itu di ruang tamu.
Hidangan di atas meja itu tak mampu menarik perhatian Illyana, mata hazel itu lebih suka menatap pemuda di depannya yang terlihat sangat telaten membersihkan luka goresan di lututnya. "Kenapa enggak pakai hansaplast yang di kotak p3k itu?" Ia mengerutkan dahi saat selesai membersihkan, Ali justru menutup lukanya menggunakan hansaplast yang diambil pemuda itu dari saku jaket.
"Udah" ditepuknya kaki Illyana sekali lantas diturunkannya ke lantai.
"Ali jawab dulu ih" Illyana mengembungkan pipinya kesal karena bukannya menjawab pertanyaannya tapi Ali justru asik memainkan game di gawai seakan-akan tak pernah mendengar pertanyaan.
"Loh ada pacarnya ternyata"
To be Continued
With love,
Depok, 24 Juli 2021