***
Dari jaraknya berdiri, Illyana tertawa kecil melihat sosok gadis itu berada di depannya. Dengan langkah lebar nan ria ia berjalan menghampiri gadis yang terlihat sedang membongkar isi tas itu. "Eh Radita Susanti"
Yang disapa pun mengangkat wajahnya lalu langsung kesal ketika melihat wajah Illyana. "Nenek lo Susanti"
"Gue lihat-lihat lo makin jarang ya muncul di kehidupan Ali sekarang. Apa lo udah nyerah dan nemuin kebahagiaan lo sendiri?" Tanya Illyana mendramatisir yang membuat Radita semakin kesal padanya, namun itu yang ia mau.
"Gue lihat-lihat lo makin bahagia ya di atas penderitaan gue. Eh pelakor! Gue tuh selama ini banting tulang bantuin tante gue buka warung makan, enggak kayak lo yang enggak ngerasain gimana kerasnya nyari duit"
"Itu mah DL, derita lo"
"Ih" tangan Radita dengan gemas menarik rambut Illyana hingga kelapa gadis itu jadi menunduk, "rasain nih"
Tak tinggal diam kedua tangan Illyana juga balas menarik rambut Radita hingga kini kepala keduanya sama-sama tertunduk. "Lo kira skill berantem gue udah hilang ha?"
"Aws pelan-pelan njing!" Teriak Radita ketika sensasi panas itu terasa kuat di kepalanya, beberapa kali ia meringis sakit namun pantang baginya mengalah.
"Enggak SMA enggak kuliah, berantem mulu kerjaan lo berdua. Pisah, pisah!" Samy dengan wajah luka lebamnya menarik Radita, sebelah tangannya lagi menarik Illyana. "Malu dong sama umur! Udah pada gede juga"
Dengan sedikit keras Radita menghempaskan tangan Samy kemudian menarik rambut pemuda itu. "Ganggu aja lo"
"Hahahaha" Illyana tertawa terbahak-bahak melihat wajah kaget Samy yang tiba-tiba dijambak oleh Radita, "lo shock banget ya hahaha? Da ah bye"
Melihat kedua gadis itu berjalan berurutan seakan tak ada masalah sebelumnya, membuat Samy menggelengkan kepala. "Tahan juga ya si Ali ngadepin dua cewek kayak gitu. Mana satunya tunangannya lagi" ia rasa Ali pantas mendapatkan sebuah penghargaan dari geng Férias sebagai lelaki paling sabar menghadapi dua gadis bar-bar. Ya, ini harus dibicarakan bersama teman-temannya.
***
Berkali-kali Ali membolak-balikkan tubuhnya di atas karpet bulu di ruang keluarga, pemuda ini terlihat tak santai dalam rebahannya setelah tadi kakinya dipijit oleh sang asisten rumah tangga. Tangannya mulai meraih gawai yang terletak di sebelah kanannya kemudian menyalakan layar datar itu.
"Kampret, telfon juga nih" kesalnya pada diri sendiri kemudian mulai membuka salah satu aplikasi pesan singkat, dengan buru-buru ia menekan gambar kamera di sudut kanan sebuah kontak.
Berdering...
Ali mengambil nafas dalam sembari menunggu panggilannya diterima oleh orang itu. Dan tiba-tiba layar gawainya berubah dan menampilkan wajah orang itu di sana yang membuatnya menggaruk tengkuknya beberapa kali.
"Kenapa?"
"Ke rumah dong" katanya to the point, takut jika mengulur waktu maka ia takkan berani lagi untuk mengatakan hal itu.
Terlihat di layar kening orang itu berkerut kecil. "Ada siapa aja di rumah?"
"Aku sama bi Marni"