***
Illyana berjalan memasuki rumah dengan pikiran masih terfokuskan pada ucapan James yang mengatakan bahwa Ali baku hantam dengan Okan. Karena dirinya? Atau karena Okan juga merupakan salah satu anggota geng musuh Ali? Ah tapi opsi yang kedua itu rasanya tidak mungkin. Saat pikirannya masih sibuk mencari jawaban, dirinya dibuat kaget saat sampai di ruang tamu.
"Eh buset, lo ngapain di sini? Mau berantem di rumah keluarga gue?" Illyana melototkan matanya, bagaimana tidak? Pemuda yang hampir mencelakainya itu kini sedang duduk bersama kedua orang tuanya di ruang tamu.
"Illy, salam dulu" tegur Hilary.
"Eh ya, hehehe" ia berjalan menghampiri, menyalim punggung tangan kedua orang tuanya kemudian melakukan hal yang sama pada sepasang suami istri yang duduk mengapit Okan.
"Illy, ini adalah om Herman dan tante Zara. Mereka adalah orang tua Okan, masalah kalian berdua itu sudah kami selesaikan"
Mendengar penjelasan ayahnya membuat Illyana dengan cepat menatap ke arah tiga orang itu. 'Cih kemarin sok berani, sekarang aja mati kutu. Dasar cupu' dalam hatinya gadis ini mencibir Okan yang sedari tadi terus menunduk di tengah kedua orang tua pemuda ini.
"Illy, om sama tante minta maaf atas sikap Okan sama kamu. Kami sudah mengetahui akar permasalahannya, memang masalah Okan dan Cassie belum juga selesai. Tapi kami harap, kalian bisa berteman dan kejadian seperti kemarin tidak terulang lagi" papar Zara dengan begitu lembut.
"Ya tante, saya cuma berniat mau bantuin teman saya aja kok"
"Gue juga cuma pengen ngomong sama Cassie, kalau lo kemarin mau bantuin gue, ya gue enggak mungkin kasar sama lo"
"Ya lo-nya kasar sama Cassie gimana gue mau bantu?"
"Gue enggak mau putus sama dia"
"Ngomong baik-baik dong jangan kasar. Cewek itu enggak suka dikasarin"
"Aduh Illy udah, ini kita mauselesain masalah bukan nambah"
Kedua remaja itu saling pandang dengan tatapan sama-sama kesal. Meski pada akhir dari pertemuan ini Okan telah mengucapkan kata maaf dan Illyana menjawab telah memaafkan, namun sorot mata keduanya tetap memancarkan permusuhan.
"Ngapain sih?" Hilary menepuk tangan anaknya yang menunjuk dua jari pada mata lalu diarahkan pada mata Okan.
"Illy lagi ngancem ma"
Hilary menggeleng, sedetik kemudian ia menyipitkan mata saat melihat sesuatu di dahi putrinya. "Ini kenapa? Siapa yang cakar kamu?" Ibu satu anak ini kemudian memeriksa seluruh tubuh anaknya, dan memekik histeris saat melihat lutut Illyana yang terdapat hansaplast. "Okan?"
"Ih bukan mama" Illyana melirik ayahnya yang menyilangkan tangan menanti jawabannya, ah sudah tidak bisa disembunyikan lagi. "Ini di dahi karena kemarin berantem sama Radita, terus yang lutut jatuh dari motor pas Nandio mau belok"
"Enggak bosan apa kamu berantem terus sama Radita? Nandio juga bisa bawa motor enggak sih? Apa perlu mama kursusin dia bawa motor?"
"Ayo ikut papa ke rumah sakit, kita CT Scan"
Illyana melotot. "CT Scan apa pa? Illy sehat"
"Papa mau periksa apa dahi kamu itu bisa berakibat infeksi atau tidak. Kamu juga habis jatuh kan? Ayo kita periksa biar kita bisa tahu betul kondisi kamu"
Itu yang menjadi alasannya untuk selalu menyembunyikan tentang kondisinya pada kedua orang tuanya. Bukan tak bersyukur karena memiliki kedua orang tua yang sayang padanya, tapi menurut Illyana ini terlalu berlebihan. Luka-lukanya sudah mengering dan diperkirakan akan sembuh total dalam waktu dekat. Kenapa harus sampai CT Scan?