***
Guyuran hujan belum berhenti saat kedua insan dengan tangan masih saling tertaut itu tiba di depan gerbang kediaman keluarga Illyana. Bahkan kuantitasnya semakin deras dengan tiupan angin yang kencang.
"Makasih ya Li kamu udah jadi pendengar yang baik" Illyana tersenyum kecil, matanya yang sudah memerah ikut menyipit karena tarikan bibir itu. "Aku ngerasa lebih lega sekarang setelah cerita semuanya ke kamu, aku jadi ngerasa enggak sendiri lagi. Sekali lagi makasih ya calon pacar"
Ali hanya tersenyum dan mengangguk. Terkadang seseorang yang sedang mengalami masa sulit hanya membutuhkan telinga kita untuk mendengarkan mereka tanpa harus kita ikut bersuara.Genggaman tangan Ali pada Illyana dilepaskan dan beralih menangkup wajah gadis itu dengan kedua tangannya. "Jangan ragu buat cerita apapun ke aku" melihat Illyana mengangguk membuatnya kembali tersenyum lalu dalam hitungan detik bibirnya mendarat di kening Illyana cukup lama.
'Cup.'
Mata Illyana sontak membulat merasakan kehangatan di keningnya, darahnya berdesir hebat membuat matanya kembali berkaca-kaca. Ia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, ia langsung memeluk Ali dengan erat dan pelukannya mendapat balasan. "Sebenarnya waktu itu aku kesal banget sama kamu makanya aku enggak mau pulang bareng walaupun kamu nawarin ice cream"
Kening Ali berkerut namun ia tak mengeluarkan pertanyaan sama sekali karena ia yakin Illyana pasti akan melanjutkan kalimat.
"Kamu tuh ternyata bandel banget. Kita belum malam pertama tapi ternyata kamu udah malam-malam berikutnya sama Sadilla, kan aku kesal jadinya"
Dalam pelukannya Ali bertanya. "Kata siapa?"
"James"
Ali mengeram ketika nama itu disebut Illyana. Benar-benar seperti perempuan James itu, mulutnya lemes dan suka menyebar fitnah. "Ngapain percaya?"
"Ya dia kan sahabat kamu dari kecil, pasti tahu lah kisah percintaan kamu sebelum kita ketemu"
Ali membenarkan itu. James memang tahu betul kisah percintaan Ali begitu pun sebaliknya, tetapi untuk kali ini pemuda blasteran itu menyebar fitnah.
Illyana mendongkak menatap Ali. "Beneran kamu udah malam-malam berikutnya sama Sadilla?"
"Kamu percaya aku atau James?" Ali malah balik bertanya.
"Ya kamu lah, kan aku bucinnya kamu bukan James"
"Itu enggak bener"
"Aaa yes..." Illyana melompat kecil di tengah derasnya hujan dan kembali memeluk Ali, "awas aja James itu, aku bakal bikin perhitungan sama dia"
"Sekarang kamu masuk"
Illyana mengangguk semangat lalu melepas pelukannya pada Ali, senyum bahagia itu masih terlukis di wajah pucatnya. "Kamu hati-hati ya pulangnya, makasih"
Sore itu untuk waktu beberapa saat Ali membuat Illyana melupakan kesedihan tentang masalah keluarga gadis itu. Dalam hatinya ada sebuah rasa bahagia melihat gadis bermata coklat itu mampu mengukir senyum yang tanpa disadari menjadi senyum favorit Ali.
***
Pagi yang cerah menurut James. Dengan earphone yang terpasang pada dua telinganya sambil memakan kue Onde-onde buatan sang mama, James melangkah riang di koridor sekolah. Ah ternyata begini rasanya hidup tanpa beban, menyenangkan.
'Puk.'
Semuanya hancur. Sebuah botol plastik yang baru saja menghantam kepalanya menjadi simbol kehancuran pagi James yang indah. Dengan kasar pemuda berdarah blasteran ini menelan kunyahan kue dalam mulutnya, melepas dua earphone yang tersumbat di telinga dan mulai menatap ke segala arah mencari pelaku utama kehancuran pagi indahnya.