[Hak Paten • 17]

1.1K 137 5
                                    

***

"Jadi gimana? Berhasil enggak acara cuek lo?" Killan mengalihkan topik saat ia mengingat bahwa semalam Illyana menghubunginya dan mengatakan bahwa ingin menyueki Ali untuk beberapa hari karena pemuda itu yang pergi ke Jogja tanpa pamit. Meskipun pada akhirnya Ali telah kembali, namun tetap saja Illyana merasa kesal dan tak dianggap.

"Berhasil, gue bahkan manggil dia pakai kata lo."

"Congrats dah. Setelah hampir empat tahun baru kali ini lo berhasil nyuekin dia"

"Tapi kasihan tahu, muka dia kayak bingung gitu" ekspresi yang tadinya bangga berubah menjadi sedih karena mengingat bagaimana Ali kebingungan dengan perubahan sikapnya.

"Serah lo dah, banyak drama lo" kesal Killan akan sikap Illyana.

Setelahnya mereka sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Killan menatap intens Illyana yang melamun memikirkan Ali, ya Killan yakin. Ia juga sebenarnya merasa bingung dengan hubungan Illyana dan pemuda itu yang tak kunjung bertemu titik terang.

"Ali peka enggak sih kalau gue diemin dia tuh gara-gara dia ke Jogja tanpa pamit?"

'Kan, apa gue bilang?' Gumam Killan dalam hati. Dugaannya tak meleset, gadis itu memang benar-benar memikirkan Ali.

"Apa gue to the point aja ya ke dia?"

Killan bangkit, meraih gawai dan kunci motornya lalu menatap Illyana. "Gue mau pulang, kalau lo masih mau duduk di sini sambil ngelamunin Ali silakan. Gue tinggal"

"Ih Killan, lo cemburu ya?"

Killan meraup wajahnya dengan kasar. Kesabarannya diuji ternyata. "Terserah lo mau ngomong apa, intinya gue mau pulang"

Illyana cemberut lantas berdiri kemudian berjalan mengikuti Killan. "Alah sok misterius lo, bilang aja cemburu. Lo cemburu karena enggak bisa dapat cewek sebucin gue kan?" Ucapannya tak digubris oleh Killan dan itu membuatnya semakin bertambah kesal.

"Mau naik enggak?"

"Terpaksa ya karena gue udah enggak ada duit angkot"

***

Illyana menahan nafas ketika melihat Ali baru saja berjalan dari arah parkiran dan dirinya sedang berdiri di gerbang masuk yang mana mereka akan bertemu di satu titik untuk menuju ke area kelas. Rasanya ia tak rela untuk kembali berpura-pura menyueki pemuda itu, tapi ia juga ingin Ali peka dan memberikannya alasan kenapa pemuda itu sempat pergi ke Jogja tanpa pamit walau akhirnya kembali pulang. Terus berperan antara logika dan hati hingga membuatnya tak sadar jika sosok yang mengganggu pikirannya itu kini sudah berdiri beberapa jarak dengannya.

"Ngapain matung di situ?"

Illyana belum menjawab. Ia masih dilanda rasa bingung harus menjawab dengan mode apa, bucin atau cuek? Ia ingin sekali di mode bucin tapi tujuannya belum tercapai, Ali belum juga peka. "Enggak"

"Ayo masuk"

"Duluan" dapat ia lihat jelas kening Ali yang menyerit mendengar jawabannya yang irit kata. Peka kek Li, gue capek acting nih, gerutu Illyana dalam hati.

"Masih mau jadi patung tontonan orang?"

'Dasar. Udah enggak peka, ngatain lagi. Untung Ali, kalau James udah gue sentil ususnya'

"Yaudah"

Tangan Illyana terkepal melihat pemuda itu yang sudah beberapa langkah di depannya. Ia benar-benar gemas. Menghentakkan kedua kakinya dengan kesal, ia melangkah mengikuti Ali dengan jarak beberapa meter yang memisahkan mereka. Sejujurnya ia tersiksa bersikap seperti ini, tapi apa Ali tidak merasakan hal yang sama?

HAK PATENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang