29. Menapak Kehidupan Baru

24.2K 2.9K 61
                                    

"Na, aku tunggu di ruang makan!"

Perempuan itu tak menyahut. Manik hitamnya sedang berkonsentrasi menatap benda pipih yang baru saja ia celupkan dalam cawan berisi urin pagi ini. Ia terlampau cemas sampai menahan napas beberapa detik.

Satu garis menyala terang.

Nana menggigit bibir. Kalau tetap bertahan pada satu garis, ia tak tahu lagi bagaimana cara mencairkan suasana dingin rumah tangganya kali ini. Perempuan itu menyipitkan pandangan. Ketika garis kedua muncul, Nana hampir lupa diri ingin melompat-lompat dan memekik saking bahagianya.

Perempuan itu berjinjit seraya membuka lemari gantung di dinding dekat wastafel, meraih sebuah kotak berwarna merah tua berpita merah jambu. Ia memasukkan testpack bergaris dua itu ke dalamnya lalu mengikat kotak dengan simpul pita yang cantik.

Menunggu hari ulang tahun suaminya terlalu lama, masih seminggu lagi. Jadi, Nana pikir lebih baik ia berikan kejutan ini di hari ketiga puluh. Tepat hari ini meski Brian sendiri tak membahas apa pun. Pria itu masih bersikap kaku dan berbicara seperlunya meski semalam mereka sudah kembali tidur di atas ranjang yang sama.

Nana menyimpan kotak itu kembali ke lemari, menutupnya rapat. Ia menggosok gigi dan membasuh muka dengan cepat. Perempuan itu sempat membetulkan cepolan rambut sembari berjalan menuruni anak tangga. Ia bahagia!

**

Seharian ini Nana banyak tersenyum dan ... aneh. Perempuan itu jadi lebih terang-terangan memandanginya meski Brian tak memintanya. Bukan kebiasaan Nana yang kerap cuek dan sering uring-uringan ditambah salah tingkah bila sang suami menatap intens.

Sampai ajakan makan malam itu datang melalui ponselnya siang tadi di kantor. Terang saja lelaki yang menganggap istrinya aneh malah ketularan aneh.

Hari ini Brian pulang lebih awal, meninggalkan sisa pekerjaannya pada Trias. Sepanjang perjalanan pulang lelaki itu jadi lebih ramah setelah hampir empat hari kerap marah-marah dan sering mengadakan acara lembur dadakan. Namun, ia tak peduli meski para karyawannya menganggap aneh fenomena sang atasan hari ini.

Sayangnya, saat sampai di rumah, tak ada Nana yang menyambut. Hanya ada Surti yang sedang mencuci piring.

"Mbak Nana sedang pergi ke Amplaz. Katanya ada sesuatu yang mau dibeli," terang wanita paruh baya itu seraya mengelap piring-piring basah.

"Sejak kapan?"

"Sejak siang tadi, Pak."

Setengah hari ke mal? Beli apa saja, sih? Brian sontak menggerutu dalam batin. Ia memilih naik ke kamar dan bersiap mandi. Harapannya selesai membersihkan diri, tanpa harus menelepon dahulu, Nana sudah kembali.

Brian mengendurkan dasi di leher. Ia sempat membuka lemari gantung, meraih handuk sebelum pergi mandi di bawah kucuran air shower. Bersamaan dengan kain pengering badan itu ditarik, sebuah kotak meluncur bebas ke lantai.

Lelaki yang masih mengenakan kemeja dan celana bahan itu merunduk, meraih benda berpita itu. Sedikit tak sabaran Brian menarik simpul yang mengikat kotak merah tua di tangan. Tak ada benda berharga lain kecuali benda pipih persegi panjang dengan dua garis merah dan selembar kecil kartu ucapan.

"Baby is loading. Selamat menjadi calon ayah."

Oh, jadi ini yang disembunyikan Nana sampai membuatnya tersenyum selebar itu di hari ketiga puluh ini? Brian mengembalikan dua benda itu ke dalam kotak, mengikatnya seperti semula. Meski kegembiraan itu membuncah, ia pura-pura tidak tahu saja. Lelaki itu tersenyum bangga.

Tapi tunggu .... Mereka sudah berbaikan sejak semalam, kan? Nana bahkan belum meminta maaf atas perbuatannya yang kelewat batas itu. Perempuan itu bahkan belum menjelaskan apa pun.

30 Hari Bersama NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang