Asap beraroma saus barbeque mengepul di atas panggangan daging sapi. Mata bulat perempuan yang tengah duduk di atas tikar itu berbinar. Beberapa kali menelan ludah, tak sabaran menunggu makanan itu matang.
Sepulang dari kantor urusan agama demi mendapatkan buku nikah, Nana menginginkan perayaan pesta kecil-kecilan berdua saja di rumah. Oh, bukan, bukan .... Mulanya perempuan yang kini bergelendotan manja di lengan kiri suaminya itu mengusulkan berkemah di tepi waduk.
Namun, sangkalan Brian membuat Nana setuju untuk merayakan di rumah saja. "Percuma kemah sampai aku sewain satu waduk, ujung-ujungnya minta pindah."
Terang saja Nana mulanya menyangkal, "Itu tidak akan terjadi kalau kamu enggak nawarin, ya!"
"Lah, emang kamu mau kita keserupan hantu waduk gara-gara berbuat senonoh di sembarang tempat?"
"Ih, ngomongnya yang bener, dong!"
Dan sepanjang perjalanan pulang itu diisi perdebatan panjang, berujung marahan, lalu bujukan yang berakhir di sofa ruang tengah. Sampai akhirnya Nana mengalah mau menggelar tikar di halaman belakang rumah. Sebab perkataan Brian akhir-akhir ini masuk akal bila menyoal kondisi pernikahan mereka yang tergolong masih pengantin baru.
"Nih, jangan sering-sering kata dokter." Brian meletakkan daging itu ke piring setelah membaliknya beberapa kali.
"Dari awal ketemu kek diajakin bakar daging, bukannya bakar souvenir kawinan. Kalau begini sih aku dulu bisa langsung jatuh cinta, Kak!" Nana berkelakar dengan mulut penuh.
Lelaki yang semula berminat meneguk habis minuman sodanya terkikik geli. "Kamu mau aja tuh aku suruh bantuin bakar souvenir. Kenapa mau?" tanyanya seraya menyimpan kembali kaleng soda ke meja.
Perempuan yang mengenakan jaket suaminya itu berdeham sejenak sembari meletakkan pisau dan garpu di atas piring. Beberapa detik kemudian ia menggeleng dan tersenyum samar. "Entah, saking terpesonanya kali. Waktu itu, aku pertama kalinya liat Kak Brian mode selow tanpa pasang urat wajah."
Brian menarik lengan jaket perempuan yang berminat kembali melanjutkan acara makan steak daging sapi di piring. "Tunggu, tunggu .... Memangnya mukaku sekaku itu?"
Nana mengedik tak acuh seraya terkikik geli. "Iya, kali. Enggak ada cakep-cakepnya, jelek, kelihatan tua, ke mana-mana pakai setelan kantor lagi."
"Hei, kamu bilang apa tadi? Siniin piringnya!" Brian menjauhkan piring dari jangkauan Nana.
"Ya ampun, mau dimakan juga! Sini, entar bayinya ngiler, mau?!"
"Mitos! Bilang sekali lagi, besok-besok enggak aku bikinin lagi!"
"Enggak ada cakep-cakepnya, jelek, kelihatan tua!" tantang Nana dengan suara lantang. "Siniin, entar bayinya ngiler!"
Brian memelotot garang. Meskipun demikian, lelaki itu memilih mengalah dan meletakkan kembali piring ke meja kecil di hadapan Nana. Ia sempat memotong steak kecil-kecil lalu menyuapkan beberapa kali ke mulut istrinya.
Perlakuan manis lelaki itu jelas membuat senyum Nana tak lekas menghilang, sampai makanan tak bersisa ditambah segelas jus jeruk yang tandas. "Aku bohong," akunya usai menjilat sisa jus di setiap sudut bibir.
"Hm?" Brian meneguk minuman sodanya beberapa kali seraya mengerling tak mengerti.
"Bagiku, waktu itu Kak Brian ... luar biasa!" sambungnya sembari merentangkan kedua tangan seolah menggambarkan hal yang saking luar biasanya. Berlebihan. Lalu ia menangkupkan kedua telapak tangan ke pipi suaminya dan memupus jarak dengan sebuah kecupan sekilas.
Lelaki berkaus putih yang tengah duduk bersila itu bergeming sejenak dengan kelopak mengerjap beberapa kali, sedangkan Nana bangkit untuk bersegera masuk ke rumah. Wanita itu sempat tersenyum lebar sambil berjalan mundur tiga langkah dengan dua tangan tersimpan di saku jaket.
Brian sama tersenyum begitu Nana berbalik menampakkan punggung. Tak mau menyia-nyiakan suasana hatinya yang berbunga-bunga, pria itu sontak berdiri dan berlari kecil mengikuti Nana.
Perempuan yang hampir sampai di ambang pintu itu memekik kaget ketika merasakan tubuh kecilnya melayang dalam gendongan suaminya. Kemudian tawa keduanya terdengar samar begitu pintu rumah itu berdebum rapat setelah Brian mendorongnya dengan sekali tendangan singkat.
"Aku sayang kamu, Na."
"Aku juga ...."
Lalu, deretan lampu di dalam rumah itu mulai padam satu per satu. Di mulai dari dapur--paling dekat dengan halaman belakang--ruang tengah, ruang santai dekat balkon, dan tersisa lampu temaram dari kamar pasangan yang akan berusaha menjalani pernikahan mereka dengan ikhlas, meski mulanya terjadi karena terdesak keadaan.
《TAMAT》
**
(31-07-2021)
💕💕💕
Siapa menunggu extra part? Kali aja ada yang pingin denger kabar Eyang Ningsih. 😆😆
Mm, mulai bulan depan Nana pindah lapak ke grup FB Ular Merit. Yang punya akun FB, bantu ramaikan, ya. 🥰
Banyak yang tanya, Nana bakalan ada versi cetak enggak, sih?
Insyaallah, kalau aku ada rezeki, semoga bisa menjadikan Nana dalam versi cetak dan e-book.
Beda enggak sama yang di Wattpad ceritanya? Jelas beda. Kan, bonus buat yang mau beli versi cetaknya. Insyaallah part-nya lebih panjang dan extra part-nya lebih banyak di buku dan e-book.
Tapi tenang aja, buat kalian yang belum ada rezeki buat beli versi cetak atau e-book, mampir aja ke sini. Nana bakalan tetep lengkap ada 30 part, kok. Karena aku cinta kalian. 😍😘
Tungguin 1 extra part bonus versi Wattpad, ya! Entar Nana balik lagi, jangan hapus dari daftar bacaan kalian dulu. 😍
Kalian mau request extra part yang gimana? Yang hot, apa yang manis-manis? 😆
Entar aku post kalau udah dapat 400 vote, deh.
Authornya ngelunjak, minta ditimpuk pake duit sekarung emang ini orang. 😂😂
Sampai jumpa di extra part spesial Wattpad, Kak. 😘
Terima kasih. 🥰🤗
💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari Bersama Nana
Romance[21+] Saking frustrasinya, Nana pernah berdoa, "Mau suami kaya raya, kerjaan mapan, punya rumah di mana-mana, Tuhan!" Doa itu terdengar. Ya, terdengar oleh pria yang sama sedang frustrasinya menjalani hidup. Tapi kenapa Tuhan memperdengarkan doa Nan...