8. Demam

1K 92 18
                                    

Kamarnya tertutup rapat, sengaja ia kunci dari dalam agar menghindari pertanyaan dari Jin, juga ia sedang tidak ingin bersosialisasi dengan orang lain saat ini.

Hanya duduk dikamar, menikmati bulan dari balik jendela. Sesekali ia mengusap air matanya.

Tentu saja ia rindu. Sayang sekali wajah tanpa berdosa mereka selalu membuatnya kalap. Teringat akan janji yang indah, dan kenangan pahit selama hidup ditinggalkan.

Kapan ia akan memaafkan mereka?

Sejatinya, Jungkook hanya tidak bisa membedakan mana perasaan rindu dan perasaan marah. Semua yang ada pada dirinya terasa sama, kedua perasaan itu kini menyatu sehingga sulit dideskripsikan

Beberapa kali pintu itu diketuk pelan. Pasti oleh Hyungnya.

Jungkook tidak menjawab maupun membukakan pintu itu. Ia masih terjebak dalam lamunannya sendiri.

"Ijinkan Hyung masuk supaya kita bisa bicara."

Tidak ada jawaban darinya. Ia masih malas. Pasti Jin akan memberikan saran dan juga mengatakan bahwa ia harus memaafkan mereka. Dalam hatinya ia menyayangi kedua orang tua hanya saja untuk memaafkan masih terasa sulit.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam.

Ia lelah, ingin istirahat.

Harinya begitu berat bagi Jungkook ditambah lagi kehadiran sosok yang tidak ia duga. Menambah beban pikiran untuk anak seusianya.

Perlahan ia menutup matanya dan tertidur diatas kursi yang menghadap langsung kejendela terbuka. Merasakan sepoi angin yang masuk keruangan itu.

...

Sudah satu jam sejak terakhir ia meminta ijin pada Jungkook agar bisa masuk kedalam, namun pintu itu tidak kunjung terbuka. Sialnya ia tidak memiliki kunci cadangan.

Jadilah sekarang tangannya berusaha membuka knop pintu dengan seutas kawat yang ia dapat dari perkakas.

Membutuhkan waktu hampir 15 menit untuk membukanya. Ia perlahan membuka pintu karena takut-takut mengganggu Jungkook.

Pandangannya tertuju pada adinnya yang tertidur diatas kursi dengan jendela terbuka. Ia langsung menutup kedua jendela itu. Angin malam sangat tidak bagus untuknya. Tapi Jungkook malah sengaja melalukan itu.

Segera ia menggendong sang adik yang lebih kekar darinya. Butuh tenaga ekstra hanya untuk memindahkan Jungkook keatas ranjang.

Tangannya terulur mengusap poni yang menghalangi jidat itu. Ia merasakan hawa hangat hampir panas.

Mungkin adiknya Shock dan stres karena terkejut atas datangnya mereka kesini. Langsung ia mengganti pakaiannya dan memakaikan kaus putih polos agar bisa menyerap keringat.

Memorinya kembali pada kejadian beberapa jam lalu dimana ia mendapat tamparan dari seseorang yang begitu berarti baginya. Bahkan pipinya sekarang masih memerah dan terasa panas.

Mati-matian ia menahan tangis saat itu. Bukan karena ingin menjadi lelaki yang tangguh, namun kali ini ia harus kuat demi orang-orang yang ia sayangi.

Termasuk kedua orang tuanya.

"Eomma... Appaa..."

Suara Jungkook kini membuyarkan lamunan Jin. Dengan diiringi isakan tangis, tidurnya menjadi terlihat tidak nyaman juga butiran keringat yang bercucuran dari dahi indahnya.

Bawa Aku Juga.. (JINKOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang