23. Halte

770 93 7
                                    

"Saya akan merekomendasi rumah sakit di Singapura untuk operasi Seokjin nanti."

Woosan dan Haesol hanya mengangguk setuju. Mereka pagi pagi datang ke rumah sakit untuk membicarakan perihal penggumpalan darah di kepalanya.

Tanpa sepengetahuan Jin dan Jungkook untuk menemui Dokter yang menangani Seokjin.

"Walau pengobatan disana sudah canggih namun resiko mati otak, kelumpuhan dan amnesia tetap bisa terjadi."

Separah itu? Apa jadinya jika Seokjin mengalami salah satu diantaranya? Bukankah ini sama dengan bunuh diri?

"T-tapi Seokjin bisa sembuh kan?."

Dokter itu hanya menghela nafas mendengar pertanyaan Woosan barusan. Ia menunduk membetulkan letal kacamatanya yang turun.

"Sekitar 40%."

Kemungkinannya begitu kecil, bagaimana jika Seokjin tidak selamat? Banyak pikiran buruk yang datang dikepala Haesol.

"Karena kondisi Seokjin lemah dan hemofilia tipe B yang ia derita, semakin beresiko. Aku tidak akan memaksa kalian untuk mau melakukannya."

"Lakukan dok! Sekecil apapun harapannya, kami tidak ingin menyia-nyiakan itu."

Sebesar apapun resikonya, sekecil apapun kemungkinan ia akan sembuh. Mereka selalu percaya bahwa akan ada keajainan untum Seokjinnya.

"Silahkan tanda tangan disini. Kami sudah mewanti-wanti agar keluarga dapat menerima apapun hasilnya."

Mereka saling pandang. Namun tanpa ragu Woosan menandatangani kertas itu.



...

"Hyung aku rindu diantar sekolah."

Seokjin yang masih duduk diatas ranjang sambil memandangi kegiatan Jungkook yang akan bersiap-siap untuk berangkat.

Ia menyatukan kedua alisnya. Tumben Jungkook menunjukkan sifat manjanya.

"Hyung juga merindukan saat mengantar Kookie."

Moment yang suatu hari mungkin tidak akan bisa ia rasakan lagi.

"Eomma dan Appa kemana?."

Seokjin memandang keluar pintu kamar. Saat ia tidur, samar-samar mendengar suara mereka yang pergi meninggalkan rumah. Ia ingin mencegahnya namun urung. Mungkin mereka tidak lagi nyaman disini.

"Sepertinya sibuk Kook, apa nanti Kookie pulang saja kerumah appa ne?."

"Tidak Hyung. Rumahku disini bersamamu, bukan disana."

Seokjin tersenyum mendengar penuturan itu. Ia bangkit dan mencoba berdiri. Walau sudah tidak sesakit kemarin tapi kaki dan pinggangnya terasa lemas, sehingga butuh sanggahan. Tangannya meraih ujung ranjang, menopang tubuh yang hampir limbung.

Ia tidak yakin bisa mengantar Jungkook dengan kondisinya. Tapi ia juga tidak meu mengecawakan sang adik.

"Ayo Hyung kita berangkat."

Seokjin mengangguk. Ia menyusul langkah jungkook keluar kamar. Dengan berat ia maju menahan sakit dipinggangnya jika ia paksakan. Segera menepis perasaan itu dan berjalan cepat keluar.

"Hyung aku lupa kau baru sembuh, biar aku yang menyetir ya?."

Saat diluar Jungkook sudah siap diatas motornya lengkao dengan helm. Ia tersenyum dan mengangguk. Lalu naik keatas motor dengan hati-hati.

Bawa Aku Juga.. (JINKOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang