10. Mengobrol

730 90 14
                                    

Setelah Jin off bekerja selama 2 hari karena Yoongi melarangnya, akhirnya ia bisa kembali pada rutinitas sehari-hari. Bekerja dan menulis. Ya dia sudah kembali mendapat pencerahan untuk menerbitkan bukunya kembali. Walau karena tuntutan biaya hidup semakin besar.

Yoongi sudah menyuruh Jin untuk pulang dan beristiarah bahkan mengatakan kalau ia tidak memotong gajinya, sayang Jin adalah kepala batu. Ia mengabaikan Yoongi dan malah melanjutkan pekerjaannya sejak pagi tadi.

Memang keadaannya sudah jauh lebih baik. Walau mungkin sesekali ia merasa sedikit pusing namun bukan apa-apa selagi ia masih sanggup berdiri.

Saat ia sedang fokus mengelap nenerapa gelas yang sudah dipakai oleh customernya, Yoongi datang menepuk pundak Jin.

"Ada yang mencarimu."

Jin mendongak "siapa?."

Yoongi tidak menjawab dan malah menyuruh Jin untuk mengikuti langkahnya. Tujuannya adalah ke tempat meja yang berhadapan langsung dengan kaca besar mengarah ke jalanan.

Seorang perempuan dengan baju bagus bermerk duduk tumpang kaki dan hanya menatap keluar.

"Temuilah," ucap Yoongi lalu kembali ke ruangannya.

Wanita yang memyadari kehadiran Jin kemudian membuka kacamata hitamnya.

Jin menatapnya lalu menghela napas.

"Duduk," ucap wanita itu sambil melirik pada bangku kosong didepannya.

Jin yang memakai celemek sedikit menekuk benda itu dan duduk disana.

Ia tidak bicara dan masih menyeruput segelas latte hangat sambil memandang keluar jendela. Seolah atensi Jin tidak terlihat.

"Jika tidak ada yang ingin dibicarakan, aku harus pergi bekerja."

Wanita itu mendengarnya, tatapannya berubah dan berbalik memutar tubuhnya hingga berhadapan sempurna dengan Jin.

"Maaf atas tindakanku malam lalu."

Tidak terlihat nada bersalah dalam setiap kata yang ia lontarkan.

"Aku harap kau bisa menerima maafku, anakku..."

Jin membuang muka. Tenggorokannya tercekat kala ia mengucapkan kata anakku. Ia mati-matian menahan tangis karena teringat luka hatinya yang kembali dituai garam. Siapa lagi jika bukan dia seorang yang memang seharusnya berkata demikian.

"Aku sudah tidak memikirkannya, Eomma."

Wanita itu tersenyum demgan lipstik merah mahal yang mencolok.

"Kau sudah tumbuh dewasa. Aku senang melihatmu seperti ini," ucapnya lembut.

"Ini semya berkatmu, jika bukan karena Eomma yang pergi bersama Appa. Aku tetap menjadi seorang anak yang tidak berguna."

Kalimat itu membuat kenangan masa lalu terlintas kembali dalam pikiran keduanya.

Keadaan keluarga yang jauh dari kata sederhana beberapa kali membanting pintu yang sudah berlubang dimama-mana karena hewan pengerat yang tidak disengaha terpanen dirumah kecil itu.

"Apa yang bisa diandalkan dari anak SD sepertinya?."

Seorang wanita yang diketahui adalah ibu dari anak kelas 5 SD mengoceh sedari tadi.

"Cepat jemput adikmu yang hanya tau main itu. Kembali kesini jangan lupa membawa kaleng dan botol bekas!."

Anak kecil itu mengangguk dan berjalan sambil menunduk. Ia gugup karena ucapan sang Ibu yang tidaknoernah terdengar lembut. Sambil melinting-linting kaus gembelnya, ia menenteng karung kosong sambil menyeretnya.

Bawa Aku Juga.. (JINKOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang