24. Don't leave me

906 87 24
                                    

Di sekolah Jungkook mendapat banyal sapaan dari teman-temannya, mereka rindu mehadiran Jungkook yang sudah bolos lebih dari satu minggu.

Suasana kelas kini riuh karena guru yang tidak hadir. Padahal ia sudah lama tidak masuk, tapi tidak belakar. Jika tau begini lebih baik ia bolos dan menemani Hyungnya dirumah. Ia jadi teringat bagaimana kabarnya sekarang. Mengingat tadi Jin sempat demam.

To Hyungie jelek :

Hyung jangan lupa istirahat nee...

Setelah itu ia langsung mengirim pesan singkatnya. Beberapa menit kemudian tidak ada balasan, namun ia mengerti mungkin Hyungnya sedang beristirahat.

"Kook ayo jajan."

Ia menoleh mendengar panggilan Namjoon.

"Kau yang bayar ya?."

Namjoon memutar bola matanya malas. Tapi ia ingat bahwa teman sultannya ada disamping dirinya.

"Apa lihat-lihat?," tanya Jimin yang diberi tatapan aneh Namjoon.

"Kook kita akan di traktir anak ayam."

Lalu Jungkook bangun dan berjalan bersama mereka menuju kantin. Ia bahkan meninggalkan ponselnya dimeja karena excited akan makan gratis.

Ponsel itu berdering beberapa saat, namun berhenti kemudia. Benda itu menayangkan panggilan tak terjawab yang baru saja masuk kedalam ponselnya.

Satu panggilan tak terjawab :
Hyungie Jelek









...







Jin meraih ponsel yang Haesol pegang. Tanpa seijinnya, ia menggunakan handphone milik Jin untuk menelfon Jungkook. Ia panik langsung mengambil kembali benda itu.

"Jin kau sudah sadar?."

Sepulang mereka tadi Jin tertidur dan tidak bisa dibangunkan. Mereka pikir ia pingsan namun Jin sesekali melenguh memanggil lirih nama adiknya.

Perasaannya tidak enak, benar saja, Haesol memanggil Jungkook.

Ia mengerti kondisinya yang sekarang tidak pernah baik-baik saja, itu sebabnya ia tidak mau Haesol memberitahu Jungkook.

"Eomma jangan beritahu Kookie.."

"Kenapa? Kookie harus tahu kondisimu Nak. Ia adikmu sendiri."

"Jungkook akan sedih, sudah cukup kalian saja yang memandangku penuh rasa kasihan, aku tidak ingin terlihat menyedihkan dihadapannya."

Haesol mengelus bahu lebar Jin. Menyalurkan ketenangan untuknya karena melihat dada Jin yang naik turun dengan cepat karena sedikit emosi.

"Appa mu sudah menemukan rumah sakit yang bisa mengobatimu. Kau hanya perlu memulihkan diri agar bisa segera di operasi."

Jin menggeleng, namun geralan itu justru membuatnya sakit kepala. Reflek tangan itu menjambak rambutnya erat.

"Jin! Jangan sakiti dirimu!," ucapnya panik.

"Aku tidak mau. Aku tidak mau operasi, biarkan aku disini eomma."

Haesol menangis. Ia mengambil tangan Jin dan menggenggamnya. Bisa ia rasakan tangan dan kuku Jin meremas erat tangan itu, membuatnya memerah karena perih.

Haesol tidak protes, ia membiarkan Jin menyalurkan rasa sakit itu padanya.

"Kumohon Jin, Eomma tidak mau kehilanganmu."

"Tidak! Jika aku operasi dan mati disana aku tidak bisa melihat appa dan eomma lagi. Baru sekarang, baru sekarang aku bisa menikmati kasih sayangmu. Tolong biarkan aku mengenangnya sampai aku pergi."

Haesol menangis. Ia tidak tahan mendengar ucapan lancang Jin. Tangannya langsung meraup wajah Jin yang panas dan memerah.

"Jin!! Eomma juga tidak ingin kehilanganmu, kalau bisa biar Eomma yang merasakan sakit itu! Bukan Seokjinku! Eomma menyesal telah menyia-nyiakan anak Eomma."

Haesol berhenti ia tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi. Sementara Seokjin pandangannya semakin tidak jelas.

"Kau harusnya marah dan memukulku! Aku akan menerima cacianmu seperti aku mengatakannya padamu dulu! Tapi kumohon sembuh lah. Sembuhlah demi aku dan adikmu!!."

Haesol menutup kedua mata dan wajahnya. Ia menangis kencang bukan karena Seokjin, tapi karena dirinya sendiri.

"Eommaa.. aku tidak bisa melihatmu. Se-semuanya buram."

Haesol membuka matanya. Ia melihat Jin dengan tangan yang diudara meraih sesuatu. Tangannya langsung menggenggam kedua tangan itu.

"Seokjin! Eomma disini."

Jin tersenyum kala genggaman itu kembali ia rasakan. Ia tidak berbohong mengenai matanya yang tidak bisa melihat karena semuanya memburam dan hampir tertutup oleh jaring-jaring putih.

"Jin tutup matamu! Eomma disini kau harus melihat eomma!!."

Haesol kembali meraup wajah Jin. Mengusap kedua bola matanya, Jin hanya berpejam merasakan tangan itu.

Ia pusing namun ia tidak ingin kalah dari sakitnya. Ia mencoba membuka mata itu perlahan. Pandangannya sedikit-sedikit berangsur membaik.

"Eomma aku bisa melihatmu."

Haesol tersenyum. Ia memeluk Jin erat dan menciuminya lagi. Sekarang hal itu menjadi rutinitas baginya. Memeluk dan mengusap lembut setiap inci tubuh ringkihnya.

Haesol membaringkan tubuh Jin. Mengambil handuk basah dan mengusapnya disetiap lekukan tubuh Jin. Berharap demamnya turun.

Matanya tiba-tiba melotot, telinga Jin mengeluarkan darah segar. Ia panik. Tubuh Jin bergerak tidak karuan diatas kasur. Dadanya naik keatas dan turun lagi dengan frekuensi yang cepat.

"WOOSAN!!."

ia berteriak memanggil nama suaminya. Woosan masuk mendapati Haesol yang panik. Hidung Jin berdarah, ia membantunya mengusap genangan itu namun bukannya berhenti kini mata itu melotot menampilkan warna putih matanya saja.

"Ayo kerumah sakit!."

Brutalnya lalu memgangkat tubuh Jin yang masih meronta-ronta tanpa sadar. Haesol menyusulnya dari belakang.

Dengan cepat tangannya mengirim pesan pada sesorang.

To Jungkook :

Eomma di rumah sakit.













TBC



Bosen gak?

Bawa Aku Juga.. (JINKOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang