Haruto : The Hidden Secret

810 77 38
                                    

Republish

---

Aku melangkahkan kaki dengan tenang di koridor sekolah yang ramai ini, menunduk sedikit menggeser poni-ku agar menutupi pandangan dari mereka yang terus memujiku tiada henti.

Aku memasukan tangan ke saku celana, menekan tombol volume pada ponsel agar musik yang sedang kudengar lewat earphone semakin keras, hingga suara mereka terdengar samar.

Terlalu asik sampai terlonjak kaget saat seseorang merangkul pundak-ku akrab, aku mendongak lalu tersenyum tipis.

Dia balas menatapku, namanya Yoonbin. Kakak kandungku.

"Nanti istirahat kamu tetep di kelas?" tanya kakak saat aku mulai mengecilkan volume musik di ponselku.

"Hmm," aku balas sekanannya.

Tanpa kak Yoonbin, akan sulit pergi-pergi di sekolah ini. Terlalu banyak suara yang mengganggu.

"Bekal tadi kamu bawa, kan?"

Aku mengangguk, tadi sebelum berangkat bunda menyiapkan aku bekal. Sengaja, aku yang memintanya.

Kakak mengangguk-angguk, "Nanti kakak ke kelas kamu ya,"

"Ngapain?"

Kakak menaikan kedua alis, "Makan siang bareng kamu-lah, kaya biasanya."

Ah, benar. Biasanya setiap jam istirahat kakak selalu mengunjungiku. Sekedar membagi waktu dan kekuatan yang dia punya pada-ku.

Kali ini aku menggeleng.

"Kakak udah lama gak kumpul bareng temen-temen kakak. Aku nggak pa-pa kalau sendiri, toh kelas biasanya juga gak terlalu rame."

Dia tersenyum tipis lalu mengacak-acak rambutku sejenak. "Kakak nanti bawain susu pisang." final kakak lalu memalingkan muka ke depan.

Aku menghela nafas pelan, tak menjawab, berdebat dengan kakak memang tak akan menang.

Aku ikut menatap ke depan. Oh, sudah sampai kelasku.

Kakak berhenti di samping pintu kelas buat aku menurut mengikuti. Dia menatapku.

"Khusus di kelas copot earphone kamu, kakak tau mereka mungkin berisik, tapi ini demi kesehatan telinga kamu." nasehatnya seperti biasa, hampir setiap hari kakak mengatakkannya.

"Hm," balasku malas, dia berdecak pelan mencubit hidungku sejenak.

"Denger kakak nggak?" dia sewot, menatap kesal pada-ku.

Aku tersenyum, "Iyaa. Denger." ucapku buat dia menghela nafas pelan.

"Yaudah, sana masuk." kakak tersenyum kecil, mengusak sejenak rambutku.

Aku mengangguk, lalu melangkahkan kaki masuk kelas. Aku melangkah ke meja dengan tanpa ekspresi.

Ah, baru menginjak lantai kelas saja sudah terasa melelahkan.

*





Aku mendecak malas dalam hati. Belum ada dua jam duduk di kelas, sudah menyebalkan saja.

Di depan, beberapa menit lalu, Mr. Danny menyuruh kami menerjemahkan sebuah cerita pendek di buku paket. Aku tak masalah dengan itu, hanya saja kami mengerjakannya dengan dua orang.

Bersosialisasi.

Dari kecil, aku paling malas jika harus bicara dengan orang selain keluarga-ku. Bagi-ku mereka semua munafik.

Aku benci pikiran mereka yang ingin berteman denganku agar populer. Aku benci niat mereka yang ingin berteman denganku karena aku tampan. Aku benci diri mereka yang memujiku habis-habisan.

ABANG : The Best Person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang