Chapter 2

95 22 97
                                    

•••••

JAM pelajaran telah usai, Leo sudah menunggu di depan kelasku karena dia komandan serta bertanggung jawab atas organisasinya mungkin dia takut aku lupa akan latihan lapangan. Hehehe. Gapapa, gemes. Hitung-hitung latihan dijemput depan kelas sebelum pacaran. Eh, kok aku ngelantur begini?

“Mau gue anter pulang dulu gak? Buat itu... bawa baju yang pas buat latihan baris.” Begitu katanya membuka pembicaraan diantara kami.

Aku menggeleng karena aku sudah persiapan sejak pagi tadi menyiapkan celana olahraga dan kaos putih polos— aku sudah sangat bersemangat untuk segera latihan baris berbaris.

“Gue ke kamar mandi dulu ya. Mau ganti baju. Gue udah bawa kok hehehe. Udah gak sabar, seriusan.” Jawabku dengan kikuk dan malu-malu.
Aku dapat melihat tatapan takjub dari Leo usai mendengar jawabanku.

“Fi, makasih ya lo udah excited banget. Gue merasa sangat terbantu banget dengan lo bersedia mengisi kekosongan penjuru. Jujur, gue gak tau mau ekspresiin apalagi selain seneng.”

Ya ampun lihat... kata-katanya sangat membuat aku tersanjung. Leo, kamu senyum saja sudah membuat aku meleleh, ditambah tutur katamu yang asdfghjkl aku semakin mencair. Kalau begini terus, bisa-bisa aku menyublim. Kalau aku jadi pacar kamu gimana? Apa kabar aku nanti?

Tak perlu lama untukku berganti pakaian, Leo yang menungguku di luar dan membelakangi pintu langsung menyambutku.

“Eh, udah?” tentu saja tanyanya itu aku jawab dengan anggukan hehehe.

Tiba-tiba pandangannya tertuju pada rambutku, juga dengan tiba-tiba ia mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku celananya. Entah untuk apa itu.

“Fiona, rambut lo kalo digerai gini cuma dikasih jepitannya aja di poninya pas dibawa latihan baris bakalan hareudang banget. Percaya sama gue. Sayang rambut bagus lo kalo sampe kusut, lo muter dulu yaaa gue iketin dulu rambut lo biar rapi.”

Tolong! Kamera ada dimana? Aku sudah tidak sanggup lagi aku mau melambaikan tangan dan pamit undur diri di uji nyali ini.

Sepertinya tangan Leo lihai dalam mengikat rambut, tak menghabiskan waktu lama rambutku sudah terikat rapi oleh simpul yang dibuatnya dari sapu tangan.
Tak sampai disiur, mata Leo masih tertuju pada rambutku sembari dengan lihai jemarinya itu merapikan rambut di bagian depanku. Leo... jadi pacar aku cepat!

“Emm... Fi siniin deh topi lo.”

Aku mengeluarkan topi yang biasa digunakan untuk upacara dari dalam tas.

Lagi-lagi dan lagi-lagi! Jantungku dibuat hampir copot karena ulahnya. Ia memasangkan topi di kepalaku dengan penuh kehati-hatian.

“Ini tuh kata Dearjuna si Paketos. Dia bilang jangan sampe sekretarisnya di OSIS kepanasan. Hm udah. Yuk ke lapangan. Udah rapi udah cantik, kita gabung sama pasukan. Gue mau kenalin lo sama mereka semua. Fiona, yang betah ya selama menjadi bagian dari pasukan baris-berbaris.”

Leo tanpa kamu suruh pun aku pasti betah. Kenapa betah? Ya karena ada kamu. Ini belum lama dari perkenalan kita berdua. Tapi kamu semanis dan sebaik ini memperlakukan aku. Mustahil aku tidak betah.
Panas-panasan ataupun sampai kehujanan pun karena latihan berbaris aku sangat rela asal sama kamu. Marva Leo sang komandan yang mulai detik ini menjadi seseorang yang aku favoritkan. Aku harap semoga kamu masih jomblo ya Leo.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang