•••••
BELUM sempat bertemu dengan mamanya Marva Leo begitu pula Leo yang belum aku pertemukan dengan papaku, waktu kami disini sudah habis dan harus segera pulang ke Indonesia.
Papa bilang ia sedang repot membantu tante Jinan, anaknya kemarin tertabrak mobil ketika sedang membeli bunga. Sekarang Papa tidak bisa mengantarku ke bandara dan aku mengerti akan itu.
Disinilah aku sekarang, didalam pesawat dan duduk berdampingan dengan Marva Leo. Ia sibuk membenahi dan menata barang serta makanan di meja.
"Liburan sekolah kita masih ada seminggu lagi dari total libur 2 minggu, lo mau kemana aja selama seminggu itu?" tanyaku basa-basi karena sejujurnya aku merasa canggung dengan Leo yang tidak ada percakapan sama sekali sedari tadi.
Leo mengangkat kedua bahunya, aku mengerti maksud dari bahasa tubuhnya yang berarti ia juga tidak tahu akan habiskan waktu libur itu untuk apa dan kemana. Kalau aku mungkin akan menghabiskan waktu dengan berorganisasi persiapan untuk MPLS dan bermain-main di kedai seblak Kak Kevin atau ke kedai Dearjuna. Katanya Dearjuna iseng membuka usaha kecil-kecilan berjualan hotang mozarela dan corndog mozarela. Kenapa dia harus jualan makanan yang menjadi kesukaan aku sih? Siap-siap saja uangku habis karena jajan di dia.
"Leo, lo tau gak? Kak Jeffrey udah ngechat dari semalem loh." aku mencoba untuk bercerita kepada Leo agar suasana diantara kami tidak hening.
Leo menoleh dan menatapku dalam-dalam.
"Jadi di grup Osis kak Jeffrey udah ngumumin katanya kita pengurus Osis harus udah mulai gerak cepet buat persiapan MPLS. Gila sih berasa dikejar-kejar apa aja gue hahaha. Mana si Dearjuna juga orangnya sat set sat set banget lo juga tau kan gimana dia." aku berbicara panjang lebar dan Leo masih dengan posisi yang sama menyimak tanpa merespon sambil menoleh kepadaku.
"Kenapa lo ikut organisasi sih kalo bakal serepot itu?" tanya Leo. Kok?
"Leo, lo jauh lebih repot dari gue tapi kok lo keliatannya masih santai-santai aja. Asal lo tau aja, yang bikin gue jadi semangat berorganisasi itu lo." jawabku tanpa ragu.
Leo menghela napas dan menenggak satu tenggak minuman bersoda.
"Gue gak bakal aktif organisasi lagi." katanya.
Perkataannya itu membuat aku tercengang. Kenapa setiba-tiba itu? Ini adalah masa-masa dimana ia akan menunjukan keeksisannya sebagai anak organisasi yang aktif kenapa malah mengnonaktifkan diri? Selama kelas 10 ia bergabung untuk apa kalau akhirnya begini?
"Tapi kenapa? Alasannya apa, Leo?" tanyaku meminta sebuah alasan yang logis agar aku paham.
Lagi dan lagi Leo menjawab hanya dengan gestur tubuhnya.
"Nope. Emmm... Dunno." kali ini ia bersuara.
"Masa gak ada sih Leo?" aku terus mendesak agar Leo menjabarkan alasannya.
"No reason, Fiona. Gue keluar dari organisasi ya karena udah gak pengen aja. Gue udah gak mood." jawabnya yang sangat membuatku tercengang.
Semudah itu dia melepaskan tanggung jawabnya dalam berorganisasi? Kenapa dalam sekejap ia meruntuhkan apa yang sudah ia bangun untuk berorganisasi. Aku tahu, untuk menjadi anggota Bantara dan anggota Paskibra tidak mudah dan semudah itu Leo melepaskannya hanya karena sudah tidak mood katanya.
Aku hendak membuka mulut lagi untuk berbicara, tapi sepertinya Leo sudah tahu aku akan berbicara dan menyanggah sehingga ia mendahului aku berbicara.
"Gak perlu nahan gue buat bertahan. Ini pilihan gue dan gue mau jadi siswa biasa aja. OTB. Orang Tidak Berorganisasi. Kalo lo masih pengen aktif ya lo aja sendiri yang aktif gak perlu lo nahan-nahan orang yang udah gak minat. Ngerti lo Fiona?" Memang Leo berbicara dengan nada yang lembut namun entah mengapa hatiku merasa tersayat.
KAMU SEDANG MEMBACA
REDAMANCY
General Fiction••••• Aku tidak menginginkan luka, namun ... rasa ini terlanjur membara. Rasa yang tak pernah surut dan harapku tak pernah hanyut. Tak pernah bisa aku hempas, padahal sudah jelas mendera harap dan cemas. ••••• ©️®️ Cover Credits : Desaign from Can...