Chapter 19

36 9 24
                                    

•••••

AKU dikirimkan foto-foto rancangan busana dari papa, katanya papa akan turut berpartisipasi bersama perancang busana terkenal lain untuk sebuah acara tahunan yang besar nan megah tersebut.

Senyum pun tersunggingkan dari wajahku karena salah satu busana rancangan papa terinspirasi dari khayalanku ketika kecil. Papa adalah orang yang paling romantis, hal sekecil itu pun beliau ingat.

Awalnya papa hendak mengirimkan tiket masuk, namun aku menolaknya dan mengatakan bahwa aku sudah dibelikan mamanya teman. Papa hanya mengirimkan uang ongkos untuk tiket pesawat, tapi lagi dan lagi papa kalah cepat. Untuk tiket pun sudah Leo urus jadi ketika hari H keberangkatan nanti tinggal berangkat saja ke New York.

Papa tidak bertanya siapa temanku itu, padahal aku ingin sekali papa penasaran dan sebuah tanya atau beberapa tanya terpancing dalam benak papa. Ya sudahlah, mungkin papa tidak ingin mencampuri urusan anaknya walau jauh dalam lubuk hati aku ingin bercerita tentang Leo – laki-laki yang telah berhasil mencuri hatiku – seorang teman yang memberikan aku tiket peragaan busana mewah.
Kata Leo ia mendapatkan tiket itu jalur orang dalam, sebenarnya aku punya orang dalam juga dan itu papaku sendiri, tapi aku tidak ingin melukai hati Leo. Aku akan membuat kejutan saja dengan mengenalkan Leo kepada papa begitu pula sebaliknya.

📍New York

Aku baru terbangun, setelah tiba pada semalam usai mandi aku melanjutkan tidurku karena selama perjalanan aku tidak bisa tidur nyenyak dan menghabiskan waktu di perjalanan dengan berbincang bersama Leo.

Leo mewawancarai aku mengenai aku dan kak Kevin yang mendatangi konser Day6 minggu lalu. Ia bertanya dengan sangat mendetail. Kak Kevin kok suka Day6 lah, kak Kevin nyanyi-nyanyi bareng aku gak di mobil. Leo kamu itu kenapa? Makin kesini malah makin cemburuan ke Kak Kevin? Apa kamu gak salah orang?

Ada satu kejadian sederhana yang lucu sekaligus membuat aku merasakan butterfly effect. Sejujurnya aku hanya pura-pura dan ingin mengetes tingkat kepekaan seorang Marva Leo. Masih di perjalanan pesawat, Leo yang duduk di sampingku tengah asyik melihat-lihat majalah, aku kehausan dan membuka tutup botol tapi aku pura-pura kesulitan hehehe. Seketika aku dapat merasakan Leo yang melirikku. Ia menutup dan meletakan majalah yang tengah ia baca.

Leo mengambil alih botol minum dari tanganku sambil tersenyum manis ia berkata, “ngomong yang, bilang mau minum tapi susah buka tutup botolnya. Tinggal ngomong astaga.” Dia bilang yang? YANG? Kenapa Leo hobi sekali memanggil aku yang? Eh gak juga sih, hanya 2 kali. Saat mau makan bubur waktu itu sama ya itu yang buka tutup botol.

Aku yang kini tengah menatap pantulan diriku pada cermin sambil mengingatnya kembali seketika wajahku memerah. Loh ternyata begini perubahan warna wajahku ketika salah tingkah. Apa ini yang sering Leo lihat?! Oh tidak! Aku sangat malu.

Kamarku dan Leo berdampingan, aku sangat berterima kasih kepada Leo dan juga mamanya yang sudah begitu baik memperlakukan juga memfasilitasi. Aku sudah ingin segera bertemu dengan mamanya Leo. Leo berjanji kepadaku bahwa dia akan mempertemukan aku dengan mamanya.

Aku mendengar sebuah ketukan pintu dari luar. Tidak jauh pasti Leo karena ya siapa lagi. Segera aku membukakan pintu untuk Leo. Aku lihat ia membawa laptop yang sudah menyala dengan beberapa cemilan.

Netfiix and chill?” tanya Leo sambil menunjukan layar laptop yang terpampang home netflix.

“Gue mau mandi dulu.” Jawabku karena ya aku belum mandi sama sekali.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang