••••••
AKU tidak tahu secara mendetail bagaimana perlakuan Leo saat wajahku terkena bola voli. Refleksnya sangat bagus walaupun terlambat karena wajahku sudah terkena bola, namun dia tidak malu membiarkan aku kedalam pelukannya di tengah banyaknya orang yang melihat.
Banyak orang yang berprasangka aku dan Leo berpacaran. Semoga ya hehehe. Tak sedikit juga yang mempertanyakan langsung kepadaku, maunya aku iyakan karena ucapan adalah doa, tapi aku tidak mau menipu. Jadi, bagaimana dong? Ya tidak bagaimana-bagaimana, aku jawab seadanya sesuai kenyataan.
🦁🦁🦁🦁🦁
Saat pembagian buku raport yang hadir bukan kakakku, tapi mendadak kak Kevin yang menggantikannya. Sudah biasa sih, disaat papa masih bekerja dan kakak sedang ada kelas pasti kak Septiani mempercayakannya kepada kak Kevin.
Dari jendela aku mengintip kak Kevin maju ke depan pertama, itu berarti namaku? Tunggu. Aku mendapat peringkat satu? Kak Kevin dan wali kelasku sedang berbincang serius entah membahas apa.
Aku memeriksa ponselku begitu telpon masuk, saat aku baca siapa penelpon itu, ternyata Marva Leo.
📞
Halo Leo, ada apa?
Gak ada apa-apa.
Gue Cuma nyesek tiap pembagian raport gak ada keluarga yang ambilin.Loh, pada kemana?
Ya di rumahnya masing-masing lah. Pada mencar jauh. Gue sendirian di Bandung.
Oh jadi selama ini lo tinggal sendirian disini? Kok bisa?
Karena gue suka Bandung sejak kecil. Udah ya, thanks.📞
Aku merasa menjadi orang spesial bagi Leo yang ada ruang tersendiri dimana aku menjadi orang yang dia hubungi untuk berbagi cerita.
Tiba-tiba saja kak Kevin sudah berdiri di depanku dan tersenyum bangga sambil mengacungkan dua jempol.
“Fey mau beli apa? Ayo kakak kasih hadiah atas prestasi kamu. Selamat ya peringkat satunya, pertahankan semangat belajarnya jangan kasih kendor deh. Kelas 9 udah di depan mata. Semangat Fey!” kak Kevin berkata menyemangati aku sambil mengelus puncak kepalaku.
“Aduh!” terdengar suara Dearjuna mengaduh cukup nyaring membuat aku dan kak Kevin menoleh ke arahnya.
“Leo! Kalo jalan pake mata dong!” omelnya. Kok ada Leo juga?
“Yeu gue jalan pake kaki ya mana ada pake mata!” Leo balas mengomeli Dearjuna.
Iya benar sih apa yang Leo katakan, kalau jalan ya pakai kaki. Tapi, Dearjuna juga gak salah mata juga digunakan untuk melihat jalanan yang dilalui tapi sepertinya pengucapan Dearjuna kurang tepat. Hehehe.
Aku melihat Dearjuna mendecak kesal.
“Ya lagian lo ngapain sih berkeliaran di sekitar kelas gue?! Kelas lo kan noh kelas 8c. Jauh amat main lo ampe ke kelas A.”
“Gue numpang lewat lah ini kan jalannya bisa diakses semua orang kok lo sewot kayak jalan ini punya lo aja!” Leo semakin membalas ucapan Dearjuna.
“Mana ada lewat gak sampe-sampe? Dari tadi lo mutar-muter.” Dearjuna tetap tidak mau kalah.
Aduh mereka kenapa sih? Capek aku mentertawakan 2 pemimpin organisasi itu kalau diluar tugas memimpin organisasinya, tingkah mereka sama random seperti siswa pada umumnya.
🦁🦁🦁🦁🦁
Aku dan Farel bersiap-siap menuju bandara, kami berdua akan berlibur di Amerika untuk menyusul papa. Aku sudah kangen papa dan tidak sabar untuk pamer nilai-nilaiku. Pasti papa akan senang dan bangga saat menanda tangani buku raport kenaikan kelas. Kak Septiani tidak ikut karena belum memiliki waktu luang untuk berlibur.
KAMU SEDANG MEMBACA
REDAMANCY
General Fiction••••• Aku tidak menginginkan luka, namun ... rasa ini terlanjur membara. Rasa yang tak pernah surut dan harapku tak pernah hanyut. Tak pernah bisa aku hempas, padahal sudah jelas mendera harap dan cemas. ••••• ©️®️ Cover Credits : Desaign from Can...