•••••
Setelah menghadiri dan mengikuti Pencapas kemarin, kini aku telah resmi menjadi Capas bukan Cacapas lagi. Satu langkah menuju menjadi Paskibra. Pin yang menandakan aku telah resmi menjadi Capas tersemat gagah di dadaku. Oh jadi begini rasanya bangga oleh setiap pencapaian.
"Fio, apa dorongan lo ikut dan gabung Paskibra? Apa karena ada gue?" tanya Leo percaya diri membuat aku refleks memukul lengannya.
Bukannya meringis kesakitan atau bagaimana sebagai respon yang wajar, ia malah tertawa terbahak-bahak. Aku menjadi ikut tertawa karena tawanya. Pernah tidak sih mentertawakan orang yang tertawa?
"Gue emang pengen masuk Paskibra karena jadi apa ya ketagihan baris-berbaris pas abis ikut gabung jadi cadangan waktu itu, terus juga walaupun panas-panas gue gak ngerasa ogah yang ada malah candu." jawabku dengan mantap tanpa jeda sedikit pun.
Leo bertepuk tangan atas jawabanku dan diakhiri dengan mengangkat kedua jempol sebagai apresiasi.
Disaat kami berdua asyik mengobrol sambil menunggu
waktu latsat dimulai, tapi ternyata kami terlalu rajin 45 menit karena terlalu bersemangat aku memutuskan untuk ke kelas dahulu membawa buku pr yang tertinggal di meja. Leo menawarkan apakah perlu dia antar, tetapi aku menolaknya karena ya masih siang juga.Masih berjalan di lorong menuju kelas dan hampir sampai, aku mendengar suara seseorang yang berteriak kemudian membentak.
Aku mempercepat langkahku, karena suara itu benar-benar terdengar jelas berasal dari ruang kelasku. Aku yang terlalu keras mendorong pintu menimbulkan bunyi yang mengejutkan sampai-sampai orang yang berada di dalam kelas menoleh terperanjat kaget.
Melihat aku yang muncul dari balik pintu, lantas Nayla melepaskan cengkramannya pada rambut Kirana. Ini ada apa sebenarnya? Aku segera menghampiri keduanya.
Belum berbicara sepatah kata pun untuk bertanya, Nayla yang memakai pakaian dasar latihan berwarna putih dan juga celana olahraga lantas pergi begitu saja. Aku yang tidak terima dan ingin mempertanyakan apa yang terjadi lantas menahan langkah Nayla dengan menarik lengannya.
Aku terkejut karena Nayla menoleh dengan mata yang melotot, takut.
"Ada apa?" tanyaku singkat.
Ia hanya menatap dan menghempaskan tanganku yang tengah memegang lengannya.
"Gue tanya lo, ada apa? Kenapa lo sampe jambak-jambak rambut temen gue? Bukannya lo calon anggota pengurus osis dan juga lo anggota Paskibra, kenapa kelakuan lo gini?" tanyaku lagi lebih jelas.
Nayla tersenyum sinis dan berakhir dengan tawa kecil yang meremehkan aku.
"Temen lo ya? Hahaha. Yakin?" ia melipatkan kedua tangannya di dada dan mengatakan kalimat itu sambil mendekatkan wajahnya dengan wajahku.
Aku semakin mengkerutkan kening karena bingung kemana arah dia berbicara.
"Awas deh hati-hati aja gue warning lo dari sekarang." katanya sambil berlalu pergi meninggalkan aku dan Kirana berdua didalam kelas.
"Yeu yang ada gue bilang gitu ke Kirana bukan lo ke gue. Kalo ada masalah bicarain baik-baik bukannya ngejambak orang." tantangku tapi tak Nayla gubris.
Setelah Nayla benar-benar jauh, aku menatap Kirana dengan tatapan khawatir yang tak bisa aku sembunyikan.
"Ran, kamu tuh harusnya ngomong sama aku kalo sungkan sama aku, sama Dearjuna... sama Leo. Biar kami yang bantu kalo ada apa-apa, jangan diem begini. Aku gak tau kalo kamu gak bilang. Ada apa?" tanyaku sambil merapikan rambut-rambut Kirana yang berantakan karena dijambak oleh Nayla tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
REDAMANCY
Ficción General••••• Aku tidak menginginkan luka, namun ... rasa ini terlanjur membara. Rasa yang tak pernah surut dan harapku tak pernah hanyut. Tak pernah bisa aku hempas, padahal sudah jelas mendera harap dan cemas. ••••• ©️®️ Cover Credits : Desaign from Can...