Chapter 21

38 9 14
                                    

TIDAK mau berlama-lama disana, aku pamit kepada teman-teman komunitas Leo dan segera pulang. Aku melangkahkan kakiku sambil menahan rasa sesak dan dengan kesulitan untuk tidak menangis. Aku tidak boleh cengeng karena hal kecil ini, lagipula itu kebenaran. Tidak salah juga kok.

“Jangan pulang sendirian. Gue anterin.” Leo sudah tiba-tiba berhenti tepat didepanku dan melepaskan jaket komunitas yang terpasang pada tubuhnya.

Ia melepaskan tasku terlebih dahulu tanpa permisi dan bodohnya aku hanya diam saja bahkan mengikuti gerak Leo mempermudahnya melepaskan tas yang aku gendong dipundak. Sekarang ia memakaikan jaket pada tubuhku.

“Lo tuh gak pernah minta tolong apa gimana sih? Biar gue tebak, lo abis kumpulan kan? Abis ngeosis sampe jam segini? Temen-temen organisasi lo mana kok gak ada yang anterin?” tanya Leo sambil tangannya sibuk memasangkan risleting jaket.

Bukannya menjawab aku malah bertingkah bodoh dan terisak sambil melepaskan kembali jaket yang sudah selesai Leo pasangkan.

“Lo jadi cewek kenapa sih Fiona?!”

Tangisku semakin terisak lagi ketika Leo terkejut dengan tingkahku dan berbicara dengan nada dan volume suara yang cukup membentak, aku sudah tidak bisa menahan lagi dan aku menangis sejadinya sambil menyerahkan kembali jaket milik Leo.

“Tanpa gue minta tolong pun biasanya lo suka jemput gue dengan sendirinya Leo dan orang-orang taunya gue bakal dibawa pulang sama lo, karena kebiasaan lo jemput atau nungguin gue pas abis kumpulan. Motor Dearjuna rusak dan lagi di bengkel jadi dia gak bisa anterin gue. Gue yang tanya, lo kenapa sih jadi cowok Leo?!” semoga saja Leo dapat memahami ucapanku yang tidak jelas karena aku berbicara sambil menangis.

“SHIT!” Umpat Leo.

Dan lagi... kenapa Leo jadi anak yang suka mengumpat begitu? Sebelumnya dia begitu manis dan bertutur kata sopan serta lembut.

“Kok tai sih Leo?!” kali ini aku yang berbicara dengan nada membentak. Giliran.

Leo mengambil helm dari motor temannya dan memasangkannya di kepalaku.

“Nangisnya nanti cari tempat berdua. Sekarang ikut gue, biar gue anterin.”

Sisi kanak-kanakku berontak dan keluar begitu saja, aku kembali melepaskan helm milik teman Leo tersebut sampai rambutku kusut juga berantakan.

“Gak mau. Biar gue pulang sendiri aja.” Sebenarnya aku tidak benar-benar serius mengatakan bahwa aku akan pulang sendirian.

Diluar dugaanku mengenai respon Leo terhadap tindakanku. Aku tau itu kekanakan dan memuakan, akan tetapi Leo selalu ada cara tersendiri membuat aku tenang. Tidak seperti ini.

“Yaudah deh terserah. Sana pulang aja sendiri.” Katanya sambil kembali bergabung duduk dengan teman-temannya.

🦁🦁🦁🦁🦁

Aku benar-benar masih tidak percaya dengan Leo. Sepanjang perjalanan pulang, aku menangis sambil terus mengingat Leo. Sampai saat aku hendak menyebrangi jalan di perempatan komplek rumahku karena sambil melamun, aku hampir tertabrak motor.

Orang yang mengendarai motor dan hampir menabrakku itu terjatuh karena menghindar agar tidak melukai aku, dan orang itu adalah Haikal.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang