Hati manusia memang mudah berubah, bahkan oleh cerita singkat sekalipun.
_Rania Mahendra_
***
Rania menyambar sebuah cardigan hitam yang menggantung dibalik pintu kamarnya, sesekali ia melirik kearah orang tuanya yang masih sibuk mengobrol. Dengan perlahan Rania memutar kenop pintu, sebelum pergi ia kembali mengecek kondisi sekitar. Setelah merasa aman, Rania segera kabur lewat pintu belakang.
Rania berlari membelah jalanan yang ramai. Sejak meninggalkan rumah hingga kini, ia terus menitihkan air mata hingga memantik tanya orang-orang yang dilewatinya. Setelah merasa cukup jauh, barulah Rania menghentikan laju kakinya.
Ia bersimpu diatas trotoar, air matanya kembali jatuh hingga terdengar isak tangis menyayat hati. Untunglah disana sepi, jadi Rania bisa menumpahkan seluruh kesedihannya.
"Kenapa?"
"Ini bukan salah gue, tapi kenapa seolah jadi salah gue? Hiks."
"Gue juga nggak mau kaya gini, gue nggak mau!"
"Kalo pun gue tau bakal kaya gini, gue nggak akan mau pergi sama Marsel. Hiks,"
Rania menengadah kepala, menatap langit yang diselimuti awan hitam.
"Gue nggak pernah mau, ada di posisi ini!"
"Gue nggak pernah berharap, hidup gue hancur ditangan sahabat gue sendiri."
"Gue yang jadi korban disini, kenapa gue yang di salahin!"
"Kenapa? Apa salah gue, hiks."
Kepala Rania berlahan tertunduk "Apa salah gue, hiks..." lirihnya.
30 menit berlalu, tangis Rania sudah reda. Kedua matanya sembab dengan hidung semerah tomat, bahkan penampilannya memancing tatapan beraneka ragam dari orang-orang. Tapi sebisa mungkin Rania tak mengindahkan semua itu.
Fokusnya hanya satu, mencari penjual nanas. Bagi yang sudah tau apa hubungan antara nanas dan wanita hamil, pasti dia bisa menebak apa isi kepala Rania.
Cukup lama gadis itu mencari, akhirnya ia berhasil menemukan kios kecil yang menjual nanas. Ada beberapa nanas yang sudah dikupas, dimasukkan kedalam plastik dan digantung diantara nanas yang masih utuh. Terlihat menggiurkan.
Rania berjalan perlahan menuju kios yang tampak sepi itu.
"Permisi,"
"Iya neng?"
"Hmm... saya mau beli nanas bu," ucap Rania lirih.
"Mau berapa kantong neng?"
"S..."
Rania menggeleng cepat "D... dua bu." ralatnya, membuat si ibu sedikit terkejut.
Ibu penjual nanas itu tersenyum hangat, dia mengambil dua kantong nanas lalu menyerahkannya pada Rania.
"Berapa bu?"
"Semuanya jadi 30 ribu aja neng,"
Rania mengangguk paham, dia menyerahkan lembar lima puluh ribu.
"Kembaliannya buat ibu aja," tukas Rania masih dengan wajah tertunduk.
"Serius neng? Alhamdulillah, makasih banyak ya neng."
Rania hanya mengangguk sekilas.
"Eh hujan." ucap si ibu, ketika rintik hujan turun dan berubah deras hanya dalam hitungan detik.

KAMU SEDANG MEMBACA
RENATA (END)
Narrativa generale❗GANTI JUDUL ❗ Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayangkan orang-orang tak bertanggung jawab. Tak terkecuali dengan Rania Mahendra, gadis 17 tahun yang harusnya hidup dalam selimu...