Chapter 5

4.2K 292 5
                                    


Pagi menyapa, sinar Mentari yang masuk ke kamar melalui celah tirai membuat pria besurai hitam itu terbangun. ia meregangkan tubuhnya, membuka perlahan matanya menampilkan iris hitam arangnya. ia duduk bersandar pada headboard memeriksa ponselnya, dan tanpa sengaja matanya menangkap sosok pemuda yang masih asyik terlelap di sampingnya.

Ia menatap pemuda yang sebenarnya bisa dibilang manis, cenderung cantik. ia tersenyum tipis melihat ekspresi tidur pemuda yang terlihat polos itu. Sayangnya wajah polos itu akan berubah menjadi iblis jika berhadapan dengannya, batin Felix tersenyum miris.

Ia kembali memeriksa ponselnya dan mendapati beberapa panggilan telepon dengan nama pemanggil 'Algea'. Ia berdiri, berjalan kearah balkon kemudian menghubungi sang kekasih.

"halo"

"kamu, kok nggak ngangkat teleponku sih, babe?! Aku kan kangen." oceh wanita di seberang dengan nada manja.

"hmm, maaf. Kemarin aku benar benar Lelah." jawabnya sambil menatap pemandangan pantai yang tak terlalu jauh di depannya.

"kamu nggak main main sama cowok itu kan?." tanyanya sedikit menuduh.

"hey, aku masih normal, Gea. Buktinya aku masih sama kamu." ia menggeleng, tak mengerti darimana kekasihnya mendapat ide gila macam itu.

"ya habisnya kamu setuju buat nikah sama cowok, padahal kan bisa aja pernikahan itu dibatalin." gerutunya.

"para orang tua itu nggak akan pernah membatalkan pernikahan ini, lagi pula bukannya lebih bagus kalau aku menikah dengan pria?!." ucapnya.

"bagus dari mananya? Kamu bahkan nggak ngasih tahu aku tentang hal ini sampai kemarin pagi, sebenarnya kamu tuh cinta nggak sih sama aku?!." ucap wanita itu sedikit kesal di akhir.

"hey, aku ngelakuin ini juga untukmu." ucapnya dengan nada datar

"apanya yang untukku? Kamu bahkan udah nggak kayak dulu lagi kalau lagi main sama aku."

"terserah kamu, tapi kamu nggak perlu cemburu dengan dia." ia sudah mulai malas menanggapi.

Wanita itu diam, seakan sedang memikirkan ucapan kekasihnya barusan. "hmm, kuharap begitu." ucapnya setelah beberapa saat.

Tanpa pria itu sadari pemuda yang tadi sedang terlelap, sekarang tengah mendengarkan pembicaraan pria itu dengan kekasihnya di telepon. "beruntung kakakku tidak jadi menikahi pria brengsek macam dia." monolognya, "tapi aku yang sial." tambahnya mendengus kesal.

Ia yang tak terlalu tertarik dengan perbincangan antar kekasih itu beranjak pergi, ia mengambil pakaian dan handuk bergegas untuk mandi dan pergi sarapan.

.

"dari mana kamu?." tanya Felix melihat Keynzie yang baru saja kembali. "sarapan." jawabnya singkat, ia berjalan berniat menonton tv. "lain kali bilang." Felix berdiri dari sofa, "buat apa? Aku nggak mau ganggu paman yang lagi asyik lovey dovey in the morning." sarkasnya di akhir, ia tak tertarik dengan basa basi seperti itu.

"hey, jaga ucapan mu!." Felix memperingatkan, ia sedang tak ingin bertengkar. "dan jangan memanggilku dengan panggilan paman, aku tidak setua itu." lanjutnya. Namun Keynzie tidak tertarik, ia hanya menanggapi dengan deheman tanpa respon yang jelas.

Felix yang tak peduli dengan pemuda itu pun beranjak pergi, perutnya sudah minta diisi sejak tadi.

.

Sudah 2 hari keduanya tinggal di sini. Dan sore ini, mereka berdua hanya duduk di sofa indoor di balkon. Suasana diantara keduanya terasa begitu dingin dan asing, hingga mereka menghabiskan waktu dengan cara masing masing. Keynzie dengan buku dan ponselnya, sedangkan Felix dengan laptop dan berkas kantornya.

my brother-in-law is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang