Chapter 26

2.4K 180 0
                                    


Sejak tadi pemuda bersurai coklat itu masih takjub dengan pemandangan di depannya, tak menyangka jika suaminya itu serius membawanya pergi berlibur. Ia sempat berpikir jika Felix menghindarinya karena ia menangis 3 hari yang lalu, tapi pria itu mengatakan jika ia perlu menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum menghabiskan waktu hanya berdua dengannya.

"apa kamu menyukainnya, Key?" pertanyaan yang sebenarnya tak perlu Felix tanyakan, cukup melihat reaksi Keynzie sepanjang perjalanan yang sudah bisa terlihat jika pemuda itu menikmatinya. "disini udaranya lebih dingin dari Vancouv, kak," ucapnya sambil beberapa kali menggosokan kedua tangannya yang sudah terbungkus sarung tangan. "kemari, biar aku menghangatkanmu." Ucapan yang sebenarnya hanya trick agar pemuda manis itu mau ia peluk, dan tentu saja Keynzie menurut, ia tak masalah di dekap kedalam pelukan sang suami.

"apa kamu mau makan sesuatu sebelum kita sampai di villa?" tawar Felix yang diangguk cepat oleh Keynzie, udara yang begitu dingin membuat perutnya kembali terasa lapar walau baru 3 jam yang lalu mereka menyantap makan siang di pesawat. "bagaimana kalau pancake, aku tahu tampat terkenal disini." Dan jawaban oke membuat Felix meminta supir mereka menepikan mobil di salah satu tempat makan langganannya.

"Aaa..." ia kembali membuka mulutnya lebih lebar saat sebuah pancake dengan guruyran syrup maple siap masuk kedalam mulutnya. Seperti biasa, jika hanya berdua Felix tidak akan membiarkan pujaan hatinya menyuap dessert atau makanan manis lainnya sendiri, ia akan 'meminjamkan' tangannya sebagai perantara. Manis, tapi untuk Keynzie terkadang sikap Felix ini sedikit berlebihan.

"apa kakak tidak makan?" tawaran dengan niat tersembunyi Keynzie sangat di ketahui Felix, pria itu hanya terkekeh kecil saat melihat setengah layer pancake yang tersisa di piring. "kenapa? kamu sudah kenyang, Key?" pertanyaan yang langsung diangguk Keynzie, ia tidak tahu jika pancake jumbo di sini lebih besar dari pancake jumbo yang ia beli saat pergi ke Vancouver, ukurannya bahkan nyaris 2 kalinya, 3 layer pancake berukuran besar.

"ya sudah, ayo pergi. Sudah hampir malam," ucap Felix seraya beranjak dari bangku, pria itu membantu Keynzie memakai mantel besar sebelum keduanya meninggalkan kedai pancake itu, dan tentu dengan tangannya yang melingkari pinggang ramping pemuda itu.

Sepanjang perjalanan Felix dengan santainya menyandarkan tubuh yang lebih kecil ke dada bidangnya, ia merangkulnya hingga kedua tangan meraka menyatu, saling menggengam dan kedua cincin kawin berbahan emas itu bergesekan. "kak," panggilan yang membuat atensi Felix kembali ke pemuda yang asyik memainkan jemari besarnya. "ada apa? apa kamu lapar lagi?" pertanyaan yang digeleng cepat oleh Keynzie, ia tak serakus itu. "lalu?"

"di villa kakak ada penghangatnya, kan?" pertanyaan yang mendapat tawa ringan dari Felix, tak mungkin dengan suhu yang menyentuh angka minus di malam hari ia tidak memiliki penghangat. "tentu ada, Key. kalau tidak, bisa mati beku aku saat malam." Keynzie memutar malas bola matanya, ia bertanya serius sementara sang suami menangagapinya dengan nada bercanda.

Ia bertanya, karena dulu saat Caley mengajak ia dan Alvyno berlibur di islandia, pemuda itu tidak memiliki pemanas pada villa keluarga yang baru di renovasi, dan ketiganya berakhir membakar kayu di lantai marmer, tepat di tengah villa mewah keluarga Caley itu, sungguh pengalaman 'camping' paling buruk yang ia alami.

Tak jauh dari tempat makan mereka tadi, kini keduanya sudah sampai di depan bangunan dengan arsitektur American classic dengan warna putih dan biru yang mendominasi. Bangunan dengan dua lantai itu memiliki fasilitas yang lengkap, terlihat dari luas bangunan dan tanah pribadi milik Felix yang nyaris mencapai 2 hektar.

Beberapa pelayan menyambut keduanya dan mengambil koper milik majikannya untuk dibawa ke kamar utama, kamar milik Felix. Sementara Keynzie sendiri sibuk berkeliling, ia bahkan pergi ke balkon untuk melihat indahnya langit malam yang masih berhiaskan kerlip bintang dengan bulan purnama sebagai penerang utamanya, sungguh luar biasa lukisan alam di depannya ini.

my brother-in-law is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang