Chapter 27

2.4K 166 3
                                    


Nyaris dua setengah jam waktu perjalanan yang perlu mereka tempuh untuk pergi ke tempat yang Felix inginkan, tanpa banyak tanya Keynzie hanya mengangguk mengiyakan permintaan suaminya itu. Tanah lapang yang tertutup putihnya salju menjadi pemandangan pertama saat keduanya mendarat, angin dingin dibawah rata rata membuat pemuda manis itu memeluk pinggang suaminya hingga keduanya masuk kedalam mobil yang memang di desain untuk medan salju seperti ini.

Sepanjang keduanya menuju penginapan yang Felix pesan, Keynzie hanya diam melihat betapa luasnya hamparan salju dan putihnya pepohonan yang tertutup salju saat kendaraan mereka lewat. Beberapa anjing jenis Siberian husky yang menarik sebuah kereta dengan penumpang membuat senyuman pemuda manis itu mengembang, lucu dan terlihat mengasyikan jika ia bisa ikut mencobanya.

Tak sampai setengah jam keduanya sudah sampai di sebuah penginapan yang sederhana, namun cukup memanjakan pengunjungnya sebagai tempat tinggal selama berlibur. Felix menyewa 2 kamar regular untuk pengawal yang ia bawa dan 1 kamar sweet yang lebih besar dengan ranjang berukuran queen dan bathtub untuk ia dan Keynzie.

Jam sudah menunjukan pukul tiga saat Felix tiba tiba mengajaknya pergi melihat beruang, terkejut? Tentu saja, ia bahkan tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Keynzie memang menyukai binatang besar berbulu putih itu sejak kecil, dan terakhir kali ia pergi melihat beruang kutub saat ia yang berumur 12 tahun dan kakeknya pergi berdua ke Kaktovik di Alaska.

"wah!..." binar antusias dan gembira Keynzie perlihatkan dari mata coklatnya yang tak berhenti menatap setiap pergerakan yang beberapa beruang kutub lakukan, tidak terlalu dekat memang tapi itu sudah lebih dari cukup untuk Keynzie menggagumi keindahan dan keimutan hewan karnivora itu.

Felix yang melihat betapa lucunya ekspresi pujaan hatinya, tanpa berpikir Panjang mengambil kamera DSLR miliknya dan memotret wajah imut sekaligus terpesona milik Keynzie. "kakak," panggilan yang menginterupsi Felix dari melihat hasil jepretannya tadi. "ada apa?" tanyanya saat melihat wajah sedikit memohon yang suami mungilnya perlihatkan.

"boleh tidak kita lihat lebih dekat, itu lucu..." rengeknya seperti bocah lima tahun, mengemaskan. "baiklah, tapi jangan menjulurkan tanganmu seperti tadi," Felix mengingatkan, ia ingat saat mobil yang mereka kendarai bertemu seekor beruang di tengah jalan tadi, tangan Keynzie menjulur keluar merasakan lembutnya bulu putih yang menyelimuti tubuh si beruang, beruntung tidak terjadi hal di luar dugaan. Mengingat bagaimanapun juga beruang di sini itu hewan liar dan Felix takut terjadi sesuatu dengan rasa penasaran Keynzie yang tak kenal takut itu.

"yes, sir." Senyuman manis yang Keynzie berikan dibalas usakan pelan di surai coklat yang sedikit berantakan tertiup angin. Sang pengemudi sekaligus pemandu wisata mereka mendekatkan kendaraan khusus itu ke arah 3 ekor beruang yang sedang berkumpul. Senyum puas dan antusias kembali Keynzie perlihatkan, yang kali ini lebih lebar dan lepas. "sayang," panggilan yang Felix berikan membuat pemuda itu menoleh dan sebuah gambar dapat Felix abadikan.

"kakak memotret ku?" bukannya menjawab, Felix kembali mengambil gambar suami mungilnya yang sedang mengempoutkan kedua pipinya, membuat ekspresi wajah manis itu semakin imut dan patut di simpan. "kakak menyebalkan," ia mengalihkan pandangannya, kembali menatap interaksi tiga beruang yang sedari tadi belum beranjak dari sana.

"apa beruang kutub yang ini marah karena di foto? Hmm..." Felix merapatkan tubuh keduanya sebelum mengusap pelan surai coklat si mungil, mengecup kening Keynzie sekilas. "aku maafkan karena kakak membawaku ke sini," ucapnya tanpa mempedulikan hal lain kecuali interaksi ketiga beruang besar di depannya.

Kekehan kecil Felix berikan saat mendengar jawaban Keynzie, pemuda itu selalu bisa membuatnya Bahagia walau hanya dengan kata kata singkat dan gestur yang si mungil berikan seperti sekarang. Tangan kekar miliknya tak bisa berhenti mengusap surai coklat yang kini sudah bersandar di pundaknya, ikut meletakan tangan mungil itu di atas pahanya tanpa permisi.

my brother-in-law is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang