Chapter 18

3.1K 238 0
                                    


"selamat sore tuan." sapa pelayan mereka, wanita 40an itu cukup terkejut mendapati tuannya pulang lebih cepat dari biasanya. "dimana Keynzie?." tanyanya, mengendarkan pandangannya ke nyaris setiap penjuru penthouse mereka. "tuan Keynzie ada di kamar, tuan." jawabnya sopan sambil mengambil tas dan jas Felix yang dibawa pengawalnya.

"biarkan Nice yang membawanya ke ruanganku, bibi tolong masukan ini dan sembunyikan bunga ini." Ia menghentikan kegiatan serah terima tas dan jas yang pelayan juga pengawalnya lakukan. Ia lebih mementingkan cake dan bunga yang di pegangnya. "setalah bibi meletakannya, siapkan makan malam untuk kami dan bibi boleh pulang." Ucapnya yang diangguk mengerti wanita yang kini sudah membawa cake dan bunga sesuai permintaan tuannya.

"bawa tas dan koperku ke ruang kerja, setelahnya kau boleh pergi." Felix berlalu, ia tidak terlalu mementingkan pengawal yang sudah berjalan terlebih dahulu ke lantai dua dengan ruang yang berada persis di sebelah kamarnya sebagai tujuan.

"saya permisi tuan." Felix hanya menaikan tangannya tanpa melihat, pengawalnya yang mengerti kemudian segera pergi meninggalkan panthouse bosnya.

Pria itu menghela nafas sebelum membuka pintu, ia berjalan masuk sambil mencari keberadaan sang istri yang ia rindukan. Tak lama iris hitamnya menagkap sosok yang ia cari sedang duduk di tempat tidur dengan sebuah ponsel di tangan. Pemuda itu melihatnya, hanya saja reaksinya membuat Felix kecewa. Keynzie hanya menoleh tanpa berniat menyapa atau sekedar tersenyum kepadanya, dan ia hanya bisa kembali menghela nafas sebelum beranjak membersihkan dirinya.

Masih dengan posisi yang sama bersandar pada headboard, hanya kali ini Keynzie sedang menyibukkan diri dengan membaca sebuah buku. Jari lentiknya dengan cepat membalik halaman demi halaman, pemuda itu memang memiliki kecepatan membaca yang sedikit melebihi orang normal.

"Key," panggilnya sambil mengeringkan rambutnya yang basah, berharap pemuda itu mau menyapa atau sekedar tersenyum. Tapi seperti kenyataan tidak seindah harapannya, Keynzie hanya berdehem tanpa berniat berpaling dari buku yang sedang ia baca.

Felix diam? Tentu tidak, pria itu punya banyak cara agar bisa mendapat perhatian yang ia inginkan. Langkah besarnya membuat jarak antara ranjang dan tempatnya berdiri sekarang terasa lebih pendek, ia bahkan kini sudah berada tepat di samping ranjang dan Keynzie tetap saja tak mempedulikannya.

Tanpa permisi Felix ikut bergabung, pria bermata hitam itu ikut duduk dan mendekatkan dirinya pada tubuh mungil yang sedang sibuk dengan buku di tangannya. Meski ia memasang wajah tersenyum dan duduk di dekat Keynzie dengan jarak minim, pemuda itu tetap saja menampilkan raut datar dan sikap dingin saat meliriknya.

Sepertinya ia perlu bersaing dengan buku yang istrinya baca hanya untuk mendapat perhatian Keynzie, batin Felix sedikit membaca buku dengan teks inggris tersebut.

Ia kembali melancarkan aksinya, kali ini Felix tanpa ragu memeluk pinggang Keynzie dari samping. Pria itu bahkan mengistirahatkan dagunya di bahu Keynzie hingga jarak wajah keduanya nyaris tak ada saat Keynzie menoleh kearahnya.

"apa yang kakak lakukan?" tentu saja tampang dan nada dingin menyambut aksi yang Felix lakukan, tapi karena jarak wajah keduanya yang terlalu dekat membuat ia dapat melihat semburat rona kemerahan di kedua pipi Keynzie.

"apa kamu tidak merindukanku, Key?" sedikit terkejut dengan pertanyaan yang Felix lontarkan, tapi bagi Keynzie ucapan Felix itu tidak berarti apapun jika pria yang sedang bergelayut manja di pinggangnya ini tidak bisa ia miliki.

"tidak," ia kembali mencoba focus membaca bukunya walau tahu jika tak bisa. "benarkah? Tapi aku merindukanmu, Key." CEO dingin dan kaku yang ia nikahi lebih dari setangah tahun lalu itu berubah, terlalu berubah bahkan untuk Keynzie pahami alasannya.

my brother-in-law is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang