Chapter 3

4.1K 298 2
                                    


"HAH! MENIKAH!." teriak Keynzie mendengar perkataan kedua orang tua mereka barusan. Sontak keempat orang tua itu menoleh kearah yang paling muda, begitupun dengan Briella dan Felix. "kok kamu yang kaget, Key?." tanya ibunya bingung, begitu pun sang ayah dan sepasang orang tua lainnya. "a...a...aku hanya...hanya...hanya kaget." ucapnya gugup, ia terkejut mendengar pecakapan mereka barusan.

"kagetnya nggak perlu berlebihan gitu, key. Yang mau menikah saja nggak kaget." canda Mr. Princeton, membuat mereka tertawa. Keynzie hanya tersenyum, ia sebenarnya masih keberatan dengan rencana ini namun melihat para orang tua dan kakaknya yang bahahgia membuatnya tak bisa berbuat banyak.

"jadi kapan enaknya, Winey?." tanya Mrs. Priceton antusias. "bagaimana kalau tahun depan?." usul wanita 57 tahun itu. "itu terlalu lama, bulan depan saja." usul Mr. Princeton semangat. Keynzie nyaris tersedak mendengarnya, ia tak menyangka kedua orang tua mereka bisa se-ekstrim itu.

"apa itu tidak terlalu cepat?." tanya Mr. Shepherd ragu, "tidak, mereka bisa lebih dekat dan saling mengenal setelah menikah." Mr. Princeton sangat antusias dengan perjodohan itu sehingga tak heran jika ia ingin keduanya segera menikah. "baiklah kalau begitu, bulan depan juga tak apa." Mr. Shepherd setuju, diikuti kedua wanita paruh baya itu yang tersenyum senang.

Pemuda itu menyenggol lengan sang kakak, wanita itu menoleh bingung. "kakak yakin mau menikah sama paman itu?." ia berbisik, mendekatkan wajahnya ke telingan Briella. Wanita itu menoleh, menatap sang adik "hmm, aku yakin dan kuharap kau tak memanggilnya paman lagi." jawabnya pelan dengan senyum diakhir. "hmm, kalau kakakku Bahagia aku juga Bahagia." Keynzie balas tersenyum. "dan akan kucoba memanggilnya kakak." lanjutnya menyandarkan kepalanya di bahu Briella.

.

Setelah perbincangan hari itu, kedua keluarga mulai disibukkan dengan rencana pernikahan keduanya. Mereka sibuk menyiapkan segala keperluan pernikahan mulai dari undangan, tempat, hingga sajian dan souvenir untuk resepsi. Bahkan kedua orang tua itu memaksa beberapa designer terkenal untuk membuat gaun dan jas dalam waktu kurang dari sebulan.

Keynzie sendiri terus 'menempeli' sang kakak, ia sangat sedih jika kakaknya akan memiliki jarak dengannya setelah menikah nanti. Ia bahkan rela menyambangi sang kakak di kantor hanya untuk sekedar makan siang bersama dan beberapa kali mengantarkan sang kakak pergi untuk fitting gaun pengantin.

Keduanya semakin dekat dari hari kehari, bahkan kedua orang tua mereka juga mengatakan jika yang Keynzie lakukan sudah seperti calon suami Briella yang menggikuti kemanapun wanita itu pergi. Walau Felix sesekali juga mengantarkan wanita itu untuk memeriksa persiapan pernikahan keduanya, namun terlihat sekali jarak diantara mereka dan hal itu yang membuat Keynzie masih ragu melepas sang kakak.

.

.

Tak terasa hari berlalu dengan cepat dan minggu depan adalah hari pernikahan Felix dan Briella. Jadi hari ini Keynzie sengaja ijin kuliah untuk mengantarkan sang kakak pergi ke beberapa tempat untuk pemeriksaan ulang.

Setelah Lelah seharian, malamnya kedua anak keluarga Shepherd itu memutuskan bersantai di kamar si sulung, mereka asyik menonton beberapa series untuk melepas penat. Keynzie yang memperhatikan wajah Lelah sang kakak kemudian berdiri, ia berjalan pergi meninggalkan sang kakak yang bingung karena pemuda itu tak mengatakan apapun.

Ia kembali dengan sebotol toner dan 2 sachet masker di tangan, duduk di sebelah sang kakak. "ini." ia memberikan kapas dan toner, "buat apa, Key?." kakanya bingung. "wajah kakak terlihat Lelah." ia menatap Briella, menunjuk wajah wanita itu. "adikku memang yang paling pengertian...." ucapnya mencubit kedua pipi chubby sang adik.

my brother-in-law is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang