Chapter 7

3.3K 262 0
                                    

"cieee... pengantin baru...." goda Caley yang melihat kedatangan sahabatnya itu. "tutup mulutmu." Keynzie paling tidak suka membicarakan pernikahan dadakannya.

Sepanjang jalan ia ke perpustakaan saja sudah puluhan pasang mata menatapnya. Entah itu mengejaknya atau mendukunya, yang pasti mereka membicarakannya saat melihat dirinya melewati mereka.

Ia tahu jika pernikahannya menjadi topik paling banyak dibicarakan di negaranya. Bagaimana tidak, keluarganya dan keluarga Felix bukanlah dari kalangan sembarangan. Keluarga mereka memiliki koneksi dan usaha dimana mana.

Maka jangan heran kenapa kedua belah pihak bersikeras agar acara pernikahan kemarin tidak dibatalkan dan menyebabkan masalah yang lebih besar, dan tak peduli jika harus menikahkan kedua putra mereka seperti ini.

"gue masih nggak nyangka loe udah nikah, Key." Alvyno menepuk Pundak pemuda yang lebih muda setahun darinya. "hmm." ia tak minat menanggapi. "iya, mana sama cowok lagi, ganteng pula, Argh... loe beruntung banget sih Key...." Bella meng-iya-kan. Ia menggoyangkan badan Keynzie yang duduk tepat di sampingnya dengan cukup kencang, dan hal itu cukup menyita perhatian orang orang di sekitar mereka.

"berhenti Bella!." ia memiringkan badannya kearah lain agar sahabatnya itu tak dapat meraihnya. "lalu bagaimana rasanya malam pertama kalian?." pertanyaan Bella langsung di hadiahi pukulan di bahu oleh Kenyzie yang menatapnya tajam.

"iya! Bener juga loe Bel. Gimana key rasanya di unboxing sama cowok?." sambung Caley penasaran. "loe berdua udah gila ya?! Ya kali gue sama kak Felix begitu." jawabnya kesal.

"ciieee... yang sekarang manggil kakak." sahut keduanya bersamaan dan entah kenapa Keynzie tersipu. "udah, jangan gitu. Kalian nggak liat apa muka Keynzie udah semerah tomat gitu, malu dia." Alvyno ikut menggoda. "ngeselin loe semua." Keynzie cemberut kesal sedangkan yang lain tersenyum setengah tertawa melihatnya.

"ah! Iya bagaimana dengan kasus kakakmu? apa sudah ada perkembangan?." tanya Alvyno. Ia cukup khawatir dengan kakak sahabatnya itu, mengingat pertemanan ia dan Keynzie yang sudah berlangsung sejak SD dan ia sendiri juga cukup dekat dengan Briella.

"belum, mereka masih mencari bukti di lokasi kak Brie terakhir terlihat." wajahnya berubah sedih, ia kembali memikirkan keberadaan sang kakak. Caley menepuk Pundak Keynzie, ia tahu sahabatnya itu merasa sangat khawatir. "hey, jangan sedih. Kita juga berharap kak Brie segera ketemu." ucapnya, yang hanya dibalas senyum seadanya oleh Keynzie.

.

.

"Key." panggil pria itu, ia tengah sibuk mengacak acak meja kerjanya. "apa?." Keynzie hanya memiringkan kepalanya, mengintip ke dalam ruang kerja Felix. "kamu lihat map merah di atas mejaku tidak?." ia masih membuka buka laci mejanya, mencari map yang dimaksud.

"map?." Keynzie berpikir, "ah! Map yang kakak taruh di atas meja di kamar kan?!." ucapnya, ia ingat betul kalau kemarin pria itu membawa sebuah map dan meletakkan nya di kamar mereka. "ah! Shit! Aku lupa." monolognya, segera bergegas pergi mengambil map yang dimaksud.

"dasar." Keynzie hanya menggelengkan kepalanya. ia sudah mulai terbiasa dengan 'morning suaminya itu. Walaupun artinya kecemasan dipagi hari, namun yang dialami oleh Felix lebih kepada rasa panik dan overthinking berlebihan hampir setiap pagi terutama saat ia memiliki meeting pagi atau lembur di malam sebelumnya yang membuatnya stress dan tidak tidur semalaman.

Setelah seminggu lebih keduanya tinggal bersama, ia mulai memahami sifat sifat dan kebiasaan aneh yang dimiliki pria itu. Dan 'morning anxiety' hanya salah satu kebiasaan yang pria itu miliki.

Felix juga seorang yang gila akan kebersihan a.k.a. clean freak, bahkan pelayan yang orang tua mereka sewa beberapa kali harus diganti karena menurut pria itu hasil kerjanya tidak bersih. Dan jangan lupakan sifat perfectionist-nya yang luar biasa menyebalkan. Ia bahkan beberapa kali bertengkar dengan Felix hanya karena sifat clean freak dan perfectionist-nya.

Astaga! seminggu saja tinggal dengan pria itu sudah membuatnya setengah gila, ia sedikit mengerti kenapa Felix mempertahankan wanita itu, mungkin wanita itu satu satunya orang yang mau menjadi kekasihnya.

Karena Keynzie tahu kalau semua sifat yang dimiliki Felix itu adalah ganguan pada kesehatan mental yang pria itu alami, dan penyakit itu cukup sulit diobati jika tak ada kemauan dari si penderita itu sendiri dan lingkungannya. Dan melihat dari sikap arogan dan keras kepala yang dimiliki pria itu, ia yakin kalau Felix tidak akan menerima bantuan dari siapa pun.

"ini." Keynzie memberikan sebuah paper bag kepada pria itu. "sudah kubilang tidak perlu." ia menolaknya. "tapi kakak belum sarapan." ia sedikit memaksa pria itu untuk menerimanya.

Sudah sejak pertama keduanya pindah kesini Keynzie mulai membuat sarapan, dan ia selalu membuatkan untuk Felix juga walau pria itu selalu meninggalkannya di meja makan tanpa menyentuhnya. Tapi Keynzie tidak menyerah, apalagi setelah ia tahu beberapa 'sifat' yang dimiliki Felix membuatnya semakin memaksa pria itu untuk menerimanya.

"sudah kubilang tidak perlu, Key. Aku tidak terbiasa sarapan." ia berjalan ke pintu depan. "kakak." ia memanggil pria itu.

Tanpa menangapi Keynzie ia beranjak pergi dari sana, meninggalkan pemuda itu sendiri.

"tsk menyebalkan." ia juga berajak dari sana bersiap untuk pergi dengan teman temannya, tak terlalu mempedulikan perlakuan Felix barusan.

.

.

Hari ini ia tidak memiliki janji dengan sahabatnya, itu mengapa ia sekarang pulang kerumah orang tuanya. Dan satu alasan kenapa ia pulang adalah, karena orang tuanya tak ada di rumah dan ia ingin melakukan sesuatu yang tidak ingin orang lain tahu.

Pemuda itu masuk ke kamarnya, ia melepaskan papan di dinding berwarna biru, mengosongkannya. Ia menghela nafas sebelum membuka kotak besar yang ia bawa tadi dan mengeluarkan isinya.

Keynzie kemudian mengeluarkan beberapa amplop coklat yang cukup tebal, beberapa map, sticky note beda ukuran, spidol berbagai warna, benang, pin, dan tape.

Ia mulai membuka amplop amplop itu, yang ternyata berisi beberapa foto Briella. Mulai dari foto pribadi, Instagram, facebook, dan beberapa foto yang ia kumpulkan dari teman teman Briella selama beberapa hari terakhir.

Kemudian ia mulai mengelompokkannya ke dalam beberapa tempat yang sudah ia sediakan, sesuai judul di amplop tadi. Ia merekatkannya satu satu dan mulai menempelkannnya di dinding. Kemudian ia membuka beberapa map. Map - map berisi biodata, foto, dan 'biodata' sosial media orang yang ada di sekeliling Briella.

Ia mendapatkan semua identitas itu dari detektif swasta yang ia pekerjakan secara pribadi, ditambah koneksi keluarganya yang memudahkan dirinya mengumpulkan sisanya. Ia meletakkannya di sudut berlainan di dinding yang sama. menyisakan tempat kosong diantara dua susunan objek itu.

Keynzie berjalan mundur beberapa Langkah agar 'hasil karya' nya terlihat. Ia mengamati tembok yang kini dihiasai oleh kertas dan puluhan foto. Ia menghela nafas memperhatikan dengan seksama.

Ia menulis sesuatu di 2 lembar sticky note dan meletakkannya di tembok yang masih kosong, tulisanya berbunyi 'my missing sister' dan 'kidnapping or murder?'.

Ia tahu jika kakaknya menghilang tanpa kabar lebih dari 2 minggu, kemungkinan wanita itu untuk bertahan hanyalah 10%. Karena penculik tanpa tebusan biasanya akan langsung membunuhnya kurang dari 24 jam, dan 30% nya akan membunuh kurang dari seminggu, dan 5% menyimpan sandera itu untuk mereka sendiri hidup maupun mati. Sisanya, mungkin kakaknya sudah dijual organnya atau menjadi korban human trafficking.

Miris memang tapi sebagai seeorang yang mengetahui kenyataan, Keynzie harus menyiapkan hati dan pikirannya untuk keadaan yang terburuk. Yang terpenting ia tak mau hanya berdiam diri dan menunggu kejelasan yang belum pasti, tidak jika ia bisa mencarinya sendiri.

Ia kembali menuliskan beberapa catatan di sticky note dan menempelkannya, ia kemudian menulis runtutan kejadian hari itu di sticky note yang lebih besar. Mulai dari 1 hari sebelum kejadian hingga satu hari setelah kakaknya menghilang.

Keynzie mengurutkannya dari kapan (jam & hari), dimana (tempat), dan dengan siapa saja kakaknya saat itu. ia mulai menyusunnya memberikan garis merah si setiap jedanya menggunakkan benang.

Selama yang ia lihat tidak ada sesuatu yang mencurigakan dengan jadwal harian sang kakak. Namun ia menemukan sesuatu yang cukup membantunya, sebuah bukti foto yang sedikit mencurigakan dan menurutnya foto – foto itu dapat membantunya menentukan langkah selanjutnya.

.

my brother-in-law is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang