Seperti biasa pagi ini Felix sibuk mencari berkas dan beberapa barang yang sebenarnya sudah ada di tempatnya masing masing. Keynzie yang melihat hal itu segera mendatangi Felix dan menanyakan apa yang ia cari, dan lagi ia hanya mencari berkas yang ia salah letakkan.
Tanpa banyak bicara Keynzie pergi mengambil berkas itu dan memberikannya. Namun, yang tak Felix duga adalah, tangan Keynzie yang lain membawa sebuah sandwich. Dan tanpa permisi ia memaksa Felix untuk membuka mulutnya dan memasukkan sandwich yang ia buat itu kedalammya.
Pria itu membulatkan matanya menatap Keynzie tajam dengan mulut tersumpal sandwich yang belum ia gigit. "makan." ucap pemuda itu dan mau tak mau Felix menggigit dan memakannya sambil berjalan.
"apa susahnya makan." ia meraih tangan pria itu dan menyuruhnya duduk di sofa di ruang kerjanya. "kalau makan duduk, aku ambilkan minumnya." ia berjalan pergi meninggalkan Felix yang masih cukup kaget dengan perlakuan yang Keynzie berikan.
Namun entah kenapa ia tak masalah dengan cara yang Keynzie gunakkan tadi, ia malah berpikir cara itu cukup berhasil membuatnya memakan sarapannya.
"ini." pemuda itu kembali dengan segelas air putih dan memberikannya. "You are very pushy person, Key." ucap Felix menatap pemuda itu. "yes, I am." jawabnya sedikit cuek. "lain kali sarapan sendiri." ucapnya, ia berjalan pergi dari sana.
Dan lagi, walau Keynzie mengatakan supaya Felix menyantap makanannya sendiri, nyatanya pemuda itu selalu menyodorkannya seperti tadi dan Felix selalu memakannya hingga ia mulai terbiasa dengan itu.
.
Malam ini Keynzie hanya berkutat dengan buku dan laptopnya seharian. Papinya yang sedang ada di luar kota memintanya untuk mengerjakan beberapa berkas kantor, menggantikan Sebagian pekerjaan sang kakak yang tak bisa di tangani staff Briella. Ia bahkan baru bisa beristirahat setelah makan malam, dan ia bersantai di tempat tidur sambil membaca buku yang beberapa waktu lalu ia beli.
"astaga! Berapa lama aku membaca?!." ia cukup kaget melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 10 malam. Ia segera meletakkan bukunya di meja sebelah tempat tidur, kemudian membaringkan badannya di Kasur hingga tanpa sadar kedua matanya terpejam dan langsung membawanya ke alam mimpi.
Di tengah tidurnya, Keynzie terbangun karena rasa haus. Namun saat ia hendak menggerakkan badannya, sesuatu yang berat membebani pinggannya. Ia membuka matanya perlahan menampilkan iris coklat miliknya, ia melihat sebuah tangan besar melingkar di pinggannya.
"kak Felix?." gumamnya masih setengah sadar, ia menoleh ke belakang. Benar saja, pria yang lebih besar darinya itu kini tengah dengan nyamannya memeluk dirinya layaknya guling. Perlahan Keynzie mencoba menyingkirkan lengan tersebut, ia tak mau membuat perasaannya jadi semakin tak karuan.
Tapi bukannya lepas, pelukkan yang Felix berikan malah semakin kencang. Ia bahkan bergumam "hmm, stay." ia kembali mengeratkan pelukkannya, membuat Keynzie sedikit sesak karenanya.
Tapi bukan itu yang Kenzie rasakan sekarang, pemuda itu malah merasakan detak jantungnya yang semakin cepat dan tak beraturan. Terlebih ketika Felix mengucapkan kata itu barusan. Wajahnya bahkan terasa panas, ia yakin jika dirinya sudah jatuh cinta dengan pria 29 tahun itu walau masih ada sedikit keraguan di dirinya, terutama tentang peluangnya mendapatkan pria itu.
.
.
"kak." Keynzie duduk di sebelah Felix, menolehkan kepalanya menghadap pria itu namun tak ada jawaban. Ia kemudian memajukan wajahnya, membuat pandangan Felix ke layar laptop tehalang oleh wajah manis pemuda itu.
"apa lagi?!." tanyanya sedikit kesal melihat kelakuan Keynzie belakangan ini. Entah kenapa pemuda itu selalu mencari perhatiannya seminggu terakhir, dan hal itu terkadang membuatnya sedikit jengkel.
"jalan keluar yuk kak. Aku bosen nih." Ajaknya, tak peduli dengan raut jengkel yang diberikan Felix. "aku sibuk." ia menyingkirkan kepala Keynzie dari hadapannya.
"ayolah kak, aku bosen nih. Lagian kan ini weekend." ia mencoba lagi, berharap pria itu mau menurutinya. "pergi saja sendiri, kamu bukan bocah lagi." ketusnya tanpa menoleh. "menyebalkan." ia kembali membenarkan posisi duduknya dan memainkan poselnya.
Lagi, ia menyesal menuruti ucapan sahabatnya. Kali ini Caley yang menyuruhnya untuk pergi berdua dengan pria itu.
Keduanya saling diam, bahkan suara ketikkan Felix di laptop dan bunyi yang dibuat ponsel Keynzie mendominasi suara yang ada di ruang tamu hingga terdengar cukup jelas. Namun suasana yang tenang membuat pemuda 22 tahun itu mengantuk. ia beberapa kali menguap dan sedikit mengucek kedua matanya, membuat pria di sebelahnya menoleh sekilas.
"hoam...." ia kembali menutup mulutnya dengan sebelah tangannya, matanya sudah mulai sayu walau sebelah tangannya masih sibuk memainkan ponselnya. "kalau ngantuk tidur." celetuk Felix tanpa menoleh, "nggak kok, lagian bentar lagi kan jam makan siang. Ngapain tidur." ucapnya, ia membuka kedua matanya lebar lebar menahan kantuknya. matanya yang membulat sempurna itu membuat sebuah senyuman tipis terlukis di wajah tampan Felix, lucu menurutnya.
Namun tak berapa lama Keynzie menunduk tanpa suara. Felix yang penasaran menoleh kearah Keynzie, ia memajukan badanya sedikit mengintip. Pria itu tanpa sadar tersenyum tipis melihat Keynzie yang akhirnya tertidur juga. Tapi yang lucu adalah sikap yang Felix berikan setelahnya.
Pria itu bergeser sedikit dari duduknya, mendekatkan dirinya ke sebelah Keynzie. Dengan hati hati ia mengangkat kepala pemuda itu dan menyandarkannya pada bahunya sebagai bantalan. "katanya mau mengajakku keluar, kenapa malah tertidur, hmm..." monolognya pelan sambil tanpa sadar sebelah tangannya merapikan poni Keynzie yang menutupi kedua mata pemuda itu.
Ia kemudian kembali mengerjakan pekerjaannya, hanya saja kali ini ia lebih berhati hati takut membangunkan pemuda yang nyaman bersandar di pundaknya sekarang. Sesekali ia mengelus pelan kepala Keynzie sambil tersenyum dan kali ini senyum yang cukup jelas terlihat.
ia tidak tahu kenapa, tapi ia merasa nyaman dengan Keynzie yang bersandar di pundaknya, sama sekali tidak merasa terganggu walau ia tak pernah suka jika berdekatan apalagi bersentuhan dengan orang lain.
mungkin karena keduanya sudah bersama selama beberapa bulan dan ia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran pemuda itu di kehidupannya, hingga tanpa sadar bisa merasa nyaman dengannya.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
my brother-in-law is my husband
Roman d'amourwarning⚠⚠ Cerita Boys Love!!! homophobic please stay away🙏 Bagaimana perasaanmu ketika calon kakak iparmu mengusulkan kamu sebagai pengganti calon istrinya yang menghilang? Itulah yang dirasakan Keynzie (22) yang terpaksa menikah dengan Felix (29)...