-01-

1.4K 77 5
                                    

..

Rangga Aldevaro Alexi, panggil dia Rangga. Manusia dengan seribu bahasanya, manusia kutub yang selalu menjadi incaran para kaum hawa di sekolahnya. Manusia berparas sempurna bak rengkarnasi dewa di sebuah istana mewah.


Mos pagi ini berjalan dengan lancar tanpa hambatan dan kesalah fahaman. Seorang gadis cantik berlari mengejar salah satu kakak kelas dengan pakaian jas almamater, dan sepatu pantofel. Yang nampak rapi, bak seorang CEO muda yang bekerja di sebuah kantor ternama.


"Kakak, boleh minta tanda tangan nya?". Ucap gadis tersebut dengan sangat ramah. Tanpa menjawab lelaki yang biasa di sebut namanya Angga, seorang laki-laki pencinta susu beriklan naga. Dengan tatapan dingin dan tajam. Mengambil perlahan buku yang di bawah oleh Haico di tangannya. Lalu mencoret kan sebuah tanda nama di atas kertas putih mulus itu. Sebelum dirinya benar benar pergi menjauh.

Terlihat senyum manis mengambang di bibir Haico saat ini. Akhirnya ia bisa mendapatkan tanda tangan dari seorang ketua OSIS yang di kenal dingin oleh satu sekolah nya.

Kring...

Suara bel tanda masuk berbunyi. Nampak semua siswa berhamburan keluar untuk menuju ke lapangan. Begitupun dengan Haico, ia sesegera mungkin menuju lapangan yang berada di lantai paling bawah, sedangkan dirinya sekarang berada di lantai paling atas.

"Yang telat hukum jalan jongkok, mengelilingi lapangan". Suara itu terdengar sangat gaduh dari balik toa berwarna putih, yang di bawah oleh salah satu kakak kelas lainnya.

Setelah semuanya berkumpul, dan berbaris dengan rapi dan teratur. Salah satu kakak kelas, naik ke atas mimbar. Untuk menyuarakan aspirasi nya tentang mos pagi ini.

"Apa kabar semua?". Ucap nya yang nampak cuek.

"Baik kak". Sorak Sorai seluruh siswa membalas pertanyaan tersebut.

"Semoga mos pagi tadi yang kita laksanakan, bisa menjadi pembelajaran atau masukan untuk kalian semua".

"Terimakasih". Singkat, padat dan jelas. Aspirasi seperti apa itu. Sungguh tak masuk di akal. Semua siswa berhamburan keluar pagar untuk pulang menuju rumah mereka masing masing.

Begitupun dengan Haico, Haico mengendarai sepedanya yang nampak kusam berwarna merah jambu itu di jalan Jakarta yang cukup ramai. Riuk sepeda motor sangat mengagu pendengaran Haico saat ini. Polusi dan kabut udara yang di sebabkan oleh asap kendaraan bermotor sangat tidak pantas untuk di pandang oleh mata. Sungguh hal aneh namun sangat nyata.

Tak butuh waktu lama dari titik awal akhirnya Haico sampai di sebuah rumah sederhana. Yang hanya berukuran sekitar 4×4 m saja. Rumah dengan cat monokrom, dan sedikit campuran warna merah. Rumah yang nampak sederhana namun nyaman untuk di jadikan tempat berteduh.

"Assalamualaikum, Haico pulang bunda". Ucap salam Haico, kepada sang bunda yang terlihat sangat sibuk di dalam dapur.

"Waalaikumsalam, makan sayang".

"Iya, bunda".

Haico berlari menuju kamarnya, lalu setelah itu. Ia Menganti semua baju seragam yang menempel di tubuhnya dengan pakaian sederhana yang biasa ia pakai di rumah. Dengan setelan kaos bergambar mickey mouse dan celana panjang. Serta rambut yang di gulung ke atas. Menambah kecantikan di wajah haico saat ini.

Haico dan sang bunda menyantap makan siang nya dengan sangat lahap. Walaupun hanya dengan lauk sederhana. Namun situasi seperti ini yang membuat makanan itu jauh lebih nikmat.

MELANCHOLY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang