“Siapa Vion sebenarnya, Ra?” Ara kembali mengulang pertanyaannya saat Chika mendadak terdiam.
Sekarang Ara sadar. Saingan terberatnya bukan Mirza yang selalu ada di sisi Chika ketika ada keperluan kantor. Bukan pula Azizi yang sekarang sedang terlibat proyek besar dengan istrinya itu.
Bukan. Bukan mereka berdua. Melainkan sosok lelaki yang bahkan belum pernah Ara jumpai sama sekali.
Chika menghela nafas berat. Ia sedikit melirik pada Ara yang sedang menantikan jawaban darinya. Bukannya memberi jawaban, ia justru balik bertanya, “Kamu tau dari mana nama itu?”
“Kamu sendiri yang kasih tau.”
“Aku? Kapan aku pernah ngasih tau kamu soal Kak Vion?” Chika merasa heran. Pasalnya ia sendiri selalu menghindari topik pembahasan mengenai Vion dengan siapapun, apalagi terhadap Ara.
Sebenarnya Chika ada niatan untuk bercerita pada Ara setelah hatinya mantap mengikhlaskan. Namun ternyata—tidak semudah itu. Bahkan sudah empat tahun berlalu, dan Chika masih hidup dalam bayang-bayang Vion.
Chika hanya takut ketika dirinya bercerita soal Vion pada Ara, Ara justru menganggap bahwa perasaannya selama ini pada lelaki itu hanya sebuah pelampiasan. Padahal Chika sudah benar-benar membuka hati untuk Ara, sudah benar-benar mencintai Ara.
Hanya saja, masih belum seutuhnya. Masih ada nama Vion dalam hatinya yang mungkin—tak akan pernah bisa tergantikan, bahkan oleh Ara sekalipun.
“Pas kamu tidur, kamu masih sering nyebut nama dia, Ra.”
Suara Ara tertahan. Hatinya selalu mendadak terasa perih kala mengingat Chika yang masih sering menyebut nama Vion ketika bermimpi. Padahal di sisi lain, ada dirinya yang sedang mendekap perempuan itu dalam lelap.
“Tamara.. Tolong, jujur sama aku. Vion itu siapa?”
Andai Chika tau. Banyak sekali pertanyaan yang bersarang di kepala Ara akan sosok lelaki bernama Vion itu. Apa sebenarnya Vion adalah kekasih Chika yang harus perempuan itu tinggalkan demi menikah dengannya? Atau Vion yang justru meninggalkan Chika, namun perempuan itu tidak bisa ikhlas? Atau mungkin—Vion adalah...
“Calon suami aku,” jawab Chika pada akhirnya.
...
Ara baru saja pulang dari kafe setelah tempat beraktifitasnya itu ditutup. Biasanya, sih, setelah membersihkan badan dan bersiap untuk tidur, ia dan Chika akan bercerita banyak hal tentang kegiatan mereka di hari itu. Namun untuk malam ini, sepertinya libur dulu. Jadi setelah mandi, Ara berencana untuk segera tidur atau membaca buku di kamarnya yang ada di bawah dekat tangga.
Chika tidak ada di meja makan ataupun sofa ketika Ara pulang. Jika tidak di kamarnya, mungkin perempuan itu ada di basement. Entah. Apapun yang dilakukan istrinya saat ini, Ara sedang tidak ingin berbicara pada Chika.
Setelah kejadian kemarin, tak ada obrolan basa-basi di antara keduanya. Chika yang masih berusaha memantapkan hati untuk bercerita, sedangkan Ara masih merasa penasaran akan pengakuan Chika soal Vion yang katanya calon suami dari istrinya itu.
“Ara.. Kamu udah mau tidur?” Suara Chika membuyarkan lamunan Ara ketika lelaki itu tengah duduk di meja makan dengan segelas air minum yang sudah kosong.
“Belum. Mungkin baca-baca buku dulu,” jawab Ara yang kemudian berlalu mengembalikan gelas di dapur.
“Ngobrol, yuk, Ra.”
“Kamu nggak langsung istirahat aja? Katanya besok ada rapat?”
“Rapatnya siang kok.” Ara mengangguk paham lantas setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMANAH
RomanceCerita ini kudedikasikan untuk Teh Ica dan Mang Ara yang cuma dapet scene tatap-tatapan doang, nyapa kagak😕😭 Nggak ada sinopsis. Kalo penasaran, langsung baca aja ceritanya. Thank you❤ tamaraseo_