Part 40

2.3K 244 23
                                    

Sejak lulus dari bangku SMA, pulang ke negaranya sendiri merupakan satu aktifitas yang paling ia hindari. Entah berapa banyak kalimat atau bujuk rayu yang orang tuanya lemparkan agar dirinya bersedia pulang, namun ia seolah tak peduli.

Baginya, berkomunikasi melalui panggilan telepon sudah lebih dari cukup untuk mengetahui kabar masing-masing.

Ia sengaja pergi. Ia sengaja menghindar. Ia sengaja melarikan diri.

Ia sengaja pergi ke luar negeri agar tak lagi bertemu dengan sosok perempuan yang sangat dihindari. Sosok perempuan yang mampu membuat pertahanannya runtuh kapanpun ketika matanya bertemu tatap dengan perempuan itu.

Dan kepulangannya saat ini, entah menjadi berkah atau menjadi musibah-ia tidak tahu persis. Yang jelas, ada satu kenyataan buruk yang harus ia terima, dan itu menjadi penyesalan terbesar dalam hidupnya.

"Permisi, Pak. Saya sudah reschedule meeting yang seharusnya terlaksana kemarin malam. Puji Tuhan, pihak Ananta Group tidak merasa keberatan dan beberapa masalah mendesak, sudah bisa diatasi."

Lamunannya harus buyar seketika saat seorang perempuan telah berdiri di hadapannya memberikan laporan terkait perusahaan.

Ia mengangguk pelan. Menatap layar ponselnya yang memunculkan notifikasi atas perubahan jadwal yang baru saja disampaikan perempuan itu.

"Pertemuannya jadi Senin pagi?" Ia bertanya demikian untuk mengonfirmasi.

"Betul, Pak."

"Bagus. Karena sudah tidak ada masalah, kamu bisa langsung pulang dan nikmati hari liburmu."

"Baik. Terima kasih, Pak. Selamat menikmati hari libur dan jangan lupa istirahat. Permisi."

Setelah perempuan yang tak lain sekretaris pribadinya itu pergi, ia menyandarkan punggung pada kursi kebesarannya. Memainkan ponsel sembari menunggu waktu untuk bertemu kekasihnya sebentar lagi.

Bukannya mendapatkan penghiburan atas penatnya kepala karena memikirkan padatnya pekerjaan, ia harus menerima kenyataan. Kenyataan bahwa perempuan yang sempat ia cintai begitu dalam, benar-benar tidak bisa diusik lagi kehidupannya.

 Kenyataan bahwa perempuan yang sempat ia cintai begitu dalam, benar-benar tidak bisa diusik lagi kehidupannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


...

Chika tidak pernah merasa setidak tenang ini hanya kerena menunggu seseorang untuk bertemu dengannya. Rasa tidak tenangnya bukan suatu rasa yang mengarah pada cemas, melainkan suatu rasa yang membuatnya excited.

Berbeda dengan Ara yang sedang sibuk dengan urusan kafe, Chika tidak memiliki kegiatan kantor di hari Sabtu, pun dengan rapat dadakan yang perlu ia hadiri. Jadi seharian penuh Chika menghabiskan waktu dengan belajar memasak untuk makan siang Ara. Dan setelah jam makan siang berakhir, ia menonton drakor di rumah sambil sesekali mengusili suaminya itu melalui pesan singkat.

AMANAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang