Selepas pulang dari Semarang, tak ada tegur sapa dari Indah ataupun Sholeh. Keduanya terlihat canggung sama seperti sebelum mereka bertemu dalam blind date yang direncanakan sang Bunda.
Pernyataan Indah waktu itu, nyatanya membuat pikiran Sholeh carut marut. Saking kagetnya, lelaki dengan usia 26 tahun itu tak mampu berkomentar apapun tentang masa lalu Indah yang sepertinya cukup kelam nan pahit untuk diingat.
Saat ini pun, Sholeh kembali teringat akan hal itu kala dirinya hanya berdua dengan Indah. Ia sudah merasa jengah dengan aksi diam yang tanpa disadari membuat dirinya semakin hilang kesempatan untuk mendapatkan perempuan itu.
Sholeh bukan tidak mau menerima kenyataan bahwa Indah seorang mantan narapidana. Ia sama sekali tidak mempersalahkan itu. Hanya saja, waktu itu, dirinya cukup kaget.
Namun sekarang, setelah dipikir lebih jauh lagi, Sholeh tidak akan melepaskan Indah. Ia harus mendapat kejelasan dari permintaan yang ia ajukan sebelumnya.
"Kak, kita perlu ngobrol." Dengan gerak cepat, Sholeh memegang telapak tangan Indah agar perempuan itu tidak bisa pergi ke mana pun.
Indah langsung menghempas tangan Sholeh dan menatap tajam lelaki itu dengan tatapan yang mengisyaratkan bahwa dirinya tidak ingin disentuh.
"Please. Aku butuh jawaban Kak Indah." Karena Indah merasa tidak nyaman disentuh, Sholeh beralih dengan menghalangi langkah Indah yang hendak pergi.
"Aku nggak mau jawab apapun," jawab Indah. Ia berusaha melepaskan diri dengan mengambil satu langkah samping kanan. Namun kalah cepat dengan Sholeh yang berhasil menghadangnya.
"Kenapa? Kenapa Kakak nggak mau jawab?" tanya Sholeh yang masih berusaha.
"Kamu udah tau alasannya 'kan? Apa kemarin masih belum cukup?" sengit Indah.
"Itu bukan jawaban. Kak Indah belum jelasin kenapa Kakak bisa masuk—" Sholeh tidak meneruskan ucapannya karena sadar bahwa mereka sedang berada di tempat umum.
"Setelah aku jelasin semuanya, apa kamu bakal percaya dan tetep lanjut sama rencana kamu itu?" tanya Indah tidak merasa yakin.
Semenjak kejadian itu—Indah sama sekali tidak mau membuka hati kepada lelaki manapun. Ia juga tidak mau lagi percaya pada seorang makhluk dengan sejuta dusta yang mereka kemas secara rapi dalam bentuk ucapan dan janji manis.
Belum sempat Sholeh memberi jawaban, ia dan Indah dikagetkan oleh kehadiran Chika yang menyempatkan diri untuk menyapa.
"Kak Indah, Sholeh, udah mau pulang?" tanya Chika saat dirinya baru saja kembali dari kantin dan hendak menuju kamar inap Ara.
"Selamat malam, Bu Bos. Iya. Kami kebetulan mau pulang. Maaf tadi sudah mengganggu." Sholeh membalas sapaan Chika seraya tersenyum manis agar bosnya itu tidak merasa curiga. Sedangkan Indah hanya tersenyum sebagai respon.
"Nggak ganggu sama sekali. Makasih, ya, udah jengukin Ara."
"Terima kasih kembali, Bu Bos."
"Ya sudah. Kalo gitu saya permisi dulu," pamit Chika. Sebelum dirinya benar-benar pergi menjauh, ia sempat berpesan, "Sholeh jangan lupa anterin Kak Indah sampai rumah dengan selamat."
Untuk beberapa jenak, Sholeh dan Indah sama-sama terpaku dengan apa yang diucapkan Chika. Jarang sekali Bu Bos mereka bersikap lembut dan penuh perhatian. Mungkinkah istri atasannya itu mengetahui kedekatan antara keduanya?
Sholeh yang tersadar lebih cepat dari Indah kembali membujuk, "Kak Indah, please. Kita ngobrol sebentar, ya? Habis itu aku anterin pulang."
...
KAMU SEDANG MEMBACA
AMANAH
RomanceCerita ini kudedikasikan untuk Teh Ica dan Mang Ara yang cuma dapet scene tatap-tatapan doang, nyapa kagak😕😭 Nggak ada sinopsis. Kalo penasaran, langsung baca aja ceritanya. Thank you❤ tamaraseo_