Part 41

1.7K 235 33
                                    

Terkait kerja sama pembukaan restoran yang sempat direncanakan beberapa waktu lalu—secara resmi dibatalkan. Tepat satu minggu yang akan datang, Fiony dan Zee akan menggelar acara pernikahan mereka. Oleh sebab itu, Ara dan Fiony sepakat untuk tidak melanjutkan kerja sama demi kebaikan hubungan mereka masing-masing.

Ara sempat memberi penawaran untuk bertukar posisi dengan Chika—mengingat bagaimana antusiasnya perempuan itu ketika belajar memasak bersama Fiony. Pasti akan lebih baik dan lebih pas jika Chika yang melanjutkan impian Shani. Namun Chika menolak dengan alasan dirinya masih diliputi perasaan bersalah dan mencari waktu yang tepat untuk meminta maaf pada Fiony dengan benar.

Setelah selesai dengan persoalan restoran impian Celine-Shani, kini Ara dibuat khawatir oleh sikap Chika yang begitu semangat dalam mempersiapkan proyek besar yang sedang perempuan itu tangani bersama Zee.

Bukan karena Ara merasa cemburu, tapi ia khawatir jika Chika tidak bisa menjaga kesehatannya. Apalagi di tengah rencana mereka yang ingin memiliki anak dalam waktu dekat. Namun tekad Chika yang begitu kuat ketika ingin memenangkan tender ini, makanya perempuan itu ingin tangannya sendiri yang mengurus semua prosesnya.

Jika sudah seperti itu, Ara tidak bisa lagi membujuk. Daripada berujung pertengkaran, lebih baik ia turuti saja kemauan sang istri.

Dibanding sibuk membujuk Chika yang sedikit keras kepala, Ara lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan memikirkan menu-menu makanan sehat yang dapat membuat kesehatan tubuh istrinya itu tetap terjaga. Termasuk memberikan perhatian kecil seperti mengingatkan Chika untuk segera istirahat saat jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Sayang..." Suara Ara tiba-tiba terdengar dan menyapa gendang telinga Chika ketika perempuan itu masih sibuk berkutat dengan layar kotak yang ada di depannya.

Sedari tadi Ara menonton televisi di basement sembari menemani Chika yang sedang melakukan rapat virtual bersama rekan kerjanya. Benar-benar ambisius. Bahkan di luar jam kerja saja rasanya banyak hal yang perlu mereka bahas.

"Ya? Kenapa, Ra?" sahut Chika berusaha merespon. Namun tatapan matanya tetap tertuju pada rekan kerjanya yang sedang menyampaikan sesuatu.

"Masih belum selesai? Ini udah lewat 5 menit dari kesepakatan, lho. Katanya bakal jaga kesehatan," cecar Ara. Chika melirik jam digital pada sudut komputernya  yang tanpa terasa sudah menunjukkan pukul 22.05.

"Aku sehat, kok, Ra. Udah minum vitamin juga, kan, tadi," kilah Chika mencari alasan.

"Jangan cuman fisiknya aja, mental health kamu juga harus dijaga. Beberapa hari kemarin kamu suka ngigo kerjaan, lho, pas tidur. Udah mulai nggak sehat itu," laniut Ara mulai mengeluarkan ceramahnya.

Chika menoleh ke sumber suara, menatap Ara yang juga menatap padanya. Tangannya seketika berhenti mengetik. Ucapan Ara barusan mengingatkan Chika akan sosok Vion yang mulai cerewet ketika dirinya sudah asik mengerjakan sesuatu, maka ia akan lupa waktu.

Memiliki suami yang begitu peka dan penuh perhatian seperti Ara menjadi satu hal yang sangat Chika syukuri. Mungkin karena sikap teledor dan lupa waktu yang melekat padanya, Tuhan sengaja mengirimkan seorang lelaki yang begitu sabar dan tiada lelah untuk terus menjadi alarm peringatan bagi Chika.

"Sayang, kok malah bengong?" Lamunan Chika langsung buyar ketika tiba-tiba Ara sudah berdiri di sampingnya.

"Eh, iya. Kenapa? Kamu nanya apa barusan?" tanya Chika gelagapan.

"Aku nggak nanya apa-apa. Aku ngajak kamu tidur. Emang kerjaannya nggak bisa dibahas besok lagi? Kan besok juga masuk kerja."

"Justru ini lagi rapat buat presentasi besok," jawab Chika. Ia melirik jam digital pada sudut komputernya lantas kembali bersuara, "Lima menit. Lima menit lagi udah selesai."

AMANAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang