Senyum manisnya mengembang begitu lebar kala mendapati sebuah panggilan masuk pada layar ponsel yang ia genggam.
Beloved Tamara💜 is calling...
Begitulah nama kontak yang tertera di sana. Sebuah nama kontak yang sejak awal pernikahannya tidak pernah berganti dengan apapun. Sebuah nama kontak yang memiliki filosofi tersendiri. Sebuah nama kontak yang dipikirkan secara hati-hati.
Dan mungkin, hanya kontak itu saja yang sebelum ia simpan—memiliki banyak doa dan harapan besar di dalamnya.
Buru-buru ia geser tombol hijau pada layar ponselnya agar sang puan tidak mengomel karena terlalu lama memberikan respon.
"Halo, Ara?" Terdengar suara lembut dari arah seberang. Suara yang selalu membuatnya rindu. Suara yang selalu membuatnya candu.
"Iya, Sayang?" Ara tersenyum. Meski ia paham seseorang di seberang sana tidak mungkin melihat senyumnya, tak apa. Ia hanya terlampau senang setiap kali bertukar kata dengan perempuan itu.
"Kamu ada di mana?"
"Aku? Aku masih di kafe. Kamu udah selesai? Mau makan siang sekarang?"
Entah terhitung sejak kapan, namun keduanya sepakat untuk selalu bertemu dan makan bersama setiap jam makan siang tiba. Kadang Chika yang menghampiri Ara, atau Ara yang menghampiri Chika.
"Kayanya kita makan sendiri-sendiri, ya, Ra?"
"Yah, kenapa?" Senyumnya perlahan luntur, padahal ia sudah menantikan jam makan siang tiba.
"Aku ada makan siang bareng klien."
"Kamu makan ringan aja. Ntar makan beratnya sama aku, ya?" pinta Ara dengan nada memelas.
Bukannya mengiyakan jawaban dari pertanyaan sebelumnya, Chika justru tertawa. "Haha. Kamu kenapa, sih? Masih sakit? Kok jadi manja begini?"
"Kangen kamu," ucap Ara dengan nada yang dibuat seimut mungkin. Tujuannya jelas, ia ingin agar Chika tetap makan siang bersamanya.
"Astaga, Ara. Baru juga tadi pagi ketemu. Dasar bucin!" cibir Chika sambil terkekeh pelan.
Mendengar ejekan tersebut membuat Ara otomatis tersenyum. Ia membayangkan betapa cantiknya wajah Chika saat tertawa dengan gummy smilenya yang selalu terlihat menawan.
"Kan aku emang bucin dari dulu. Kamunya aja yang nggak peka," cibir Ara, berbalik mengejek Chika.
Chika yang sekarang, sudah paham jika kalimat itu hanyalah sebuah candaan. Maka ia lebih memilih untuk tidak mendebatnya dan segera mengakhiri panggilan karena ada hal penting yang harus ia lakukan.
"Iya iya maaf. Udah dulu, ya, Ra. Aku udah ditungguin, nih. Kamu jangan telat makan."
"Iya, Sayang. Kamu juga habis makan jangan lupa kabarin aku."
"Oke. Aku tutup, ya, teleponnya. Love you."
"Love you more."
Sekali lagi, Ara tersenyum sendiri layaknya orang gila saat menatap wallpaper ponsel yang menampilkan foto Chika. Ia benar-benar seperti anak muda yang baru berkencan dan sedang dimabuk asmara.
Bahkan senyumnya tak kunjung luntur saat Indah tiba-tiba masuk dan berdiri di hadapan Ara tanpa lelaki itu sadari. Indah hanya menggeleng pelan saat melihat tingkah laku bosnya itu.
"Ekhem," tegur Indah yang langsung membuat Ara tersadar dengan kehadirannya.
"Eh, Kak Indah. Duduk, Kak," kata Ara mempersilakan. Ia meletakkan ponselnya di atas meja lantas beralih fokus pada Indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMANAH
RomanceCerita ini kudedikasikan untuk Teh Ica dan Mang Ara yang cuma dapet scene tatap-tatapan doang, nyapa kagak😕😭 Nggak ada sinopsis. Kalo penasaran, langsung baca aja ceritanya. Thank you❤ tamaraseo_