Kemudian Zhishu berusaha bangkit untuk yang kedua kalinya dan berjalan mencari pintu masuk menuju mall. Sesekali ia nyalakan ponselnya, melihat jam dilayar kuncinya. Pukul 20.28. Baru saja ia melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja ponselnya mengagetkannya dengan adanya suara panggilan masuk. Zhishu langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah ponselnya.
Vi..na... Desusnya pelan mengeja teks yang tertera dilayar sembari mendekatkan ponselnya kearah matanya.
Dengan segera Zhishu menekan tombol berwarna hijau, menjawab panggilan dari Vina.
“Nah, diangkat!” seru Vina keget. “Kalian dimana?”
“Teman-teman, tolong!? Chelsea!? Chelsea!?” – Zhishu.
“Hahh? Chelsea kenapa?!” tanya Vina kaget.
⌚⌚⌚
“Jadi begitu kejadiannya...,” mata Vina berkaca-kaca.
“Terus Chelsea dibawa kemana?” tanya Thomas khawatir.
“Gue juga nggak tau...,” jawab Zhishu tertunduk.
“Jadi bagaimana caranya kita mencari Chelsea?” lanjut Jihoon yang menutupi wajahnya dengan tangannya.
Jihoon menangis.
“Gini dulu deh,” Vino mulai menenangkan suasana. “Gue telpon pak Ryan dulu untuk jemput kita, terus nanti kita cari Chelsea sama-sama,” Vino segera menghubungi pak Ryan.
“Selagi nunggu pak Ryan datang, gue cari obat dulu yaa buat kaki Zhishu, parah banget itu keliatannya, gue tinggal dulu yaa,” seru Thomas berlari menuju pintu masuk mall.
Mereka berempat --tanpa Thomas-- bingung apa yang harus dilakukan. Hanya bisa melihat sekeliling mencari solusi.
“Sekarang ini sudah hampir pukul sembilan, kalo mencari Chelsea setelah ini, sepertinya nggak bisa juga,” kata Vina menyapu air matanya. “Lagian, kita nggak tau Chelsea dimana?”
“Okehh, sudah gue telpon pak Ryan, kita tunggu aja,” ujar Vino. “Pak Ryan sudah bilang kalo dia otw kemari.”
“Setelah Thomas datang, kita tunggu diluar aja biar enak,” ujar Jihoon. “Disini sepi juga.”
“Itu luka lu gimana? Masih sakit yaa?” tanya Vina risau.
“Iyaa, kakiku jadi keram,” jawab Zhishu.
“Ya sudah tunggu Thomas dulu beli obatnya,” kata Vino.
Beberapa saat menunggu Thomas kembali.
“Nihh..., aku dah beli obat sama perbannya,” seru Thomas ngos-ngosan. “Siapa yang bisa membalutnya?” tanyanya.
Thomas membeli satu bungkus kapas, obat merah, alkohol dan satu gulungan perban berukuran sedang.
“Sini, biar gue aja yang balutkan,” kata Vina meminta obat dan perbannya. “Zhishu ayo duduk, biar kubalutkan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Terror Of The Deadly Stalker [END]✓
Terror[📌 Sebetulnya author telah mempublikasikan cerita ini dari awal Maret 2021. Tapi saat sampai bulan Juni, author terlalu sibuk yang mana hal itu membuat terhambatnya penulisan novel ini. Tapi author terus melanjutkan penulisan cerita ini di Microsof...