Cooperative Love - 15 - Forst

3.6K 554 522
                                    


Saat keadaan kepepet, tidak ada yang dapat diandalkan selain keluarga. Keluarganya Rhea maksudnya.

"Ke mana aja, sih, Bang? Jam segini baru sampai?" Gerutu Farras setelah ia membuka pintu. Tamu yang mendengarkan ocehannya mendengkus. "Kamu baru hubungin satu jam yang lalu dan ini hari sabtu malam, jalanan macet di mana-mana, Ras." pria itu mengekorinya. "Dan perlu diingat, kalau aku bantuin buat jagain anak-anak saat kalian ladies night, harusnya aku dijamu bukannya diomelin begitu lihat muka kamu."Wira lanjut menggerundel membuatnya memutar bola mata dengan malas.

"Puh-lease, Abang ke sini mau lihat Dam-dam. Bilang kangen aja gengsi." ia menunjuk pada wanita hamil yang duduk di ranjang, bersandarkan dipan yang dilapisi bantal.

"Aku sih gak gengsi, sudah bilang kangen juga ke orangnya langsung, iya 'kan, Dam?" Wira berjalan mendekati Damayanti yang hanya mengembuskan napas panjang, tidak mau menanggapi ocehan siapapun. Wanita itu hanya mencoba untuk mengubah posisinya agar lebih nyaman. Wira dengan sigap menambahkan bantalan di pinggang wanita itu. Interaksi mereka berdua hanya sebentar sbeelum Kata dan Aksa menerjang Wira dan mengajaknya bermain PES yang dibawa oleh Aksa. Ia hanya bisa pasrah saat mendapati anaknya juga jago bermain gim menggocek bola.

"Titip mereka bentar, Bang. Dua jam paling maksimal." Rhea mengelus kepala Aksa, bocah itu yang sudah bersila di lantai dengan Kata di bagian kanannya dan Wira di sisi lain, sedangkan Hime sudah tertidur di ranjang karena lelah bermain seharian. Raut gusar tampak di wajah Nadira membuatnya kembali membuka suara, "Cuma sebentar, Nadi. Dengar kan kata Rhea? Dua jam paling lama. Lo juga tau lah, laki rempong yang satu itu gak bakalan berhenti hubungin kita kalau gak pulang bawa Dam-dam dalam dua jam." ia menggunakan dagunya untuk menunjuk Wira yang berpura-pura tidak mendengar, padahal jarak mereka tidak sampai satu meter.

Ia mendekati pria itu, menengadahkan tangan kanan yang dihadiahi satu alis yang terangkat Wira. "Kartu kredit." tukasnya singkat, membuat alis Wira kini menukik tinggi. "Kartu kredit Abang mana?" ia menekankan setiap kalimatnya dengan tangan kanan yang digerakkan, masih dengan posisi terbuka.

"Buat apaan?"

"Pajak Jadian lah. Enak aja kalian indehoy, tapi gak kasih apa-apa." ia kembali membuka mulut sebelum Damayanti melakukannya, "Lo diem. Ini urusan gue sama Bang Wira."

Damayanti menggeleng pasrah dan turun dari ranjang, mengambil tas berukuran kecil yang sudah disiapkannya.

"Gak ada pesan-pesan gitu buat Dam-dam? Macam; jangan minum, inget lagi hamil, jangan pulang kemalaman, jangan jelalatan." ia mencoba menggoda Damayanti lagi melalui Wira. Senyuman lebar tersungging di bibir Wira, pria itu mengeluarkan kartu kredit kemudian meletakan di atas tangannya. "Gak lah, Dam-dam udah tahu batasan buat dirinya sendiri." justru membuatnya mendengkus.

"Kalian gak seru." ia bersungut-sungut, namun tetap menyesakkan kartu kredit itu ke dalam tas kecilnya.

"Have fun!" Teriak Aksa yang kemudian diikuti oleh Kata dengan suara lebih pelan, itu pun melirik berkali-kali ke arah Hime.

**

"Sumpah, gue mau diem-diem nunggu ada yang bahas, tapi gak betah." Rhea memajukan tubuhnya, kedua tangannya berada di atas meja, bokongnya tidak lagi berada di kursi sedangkan kedua sikunya menyanggah tubuh agar dapat lebih dekat dan berbicara karena suara-suara yang berisik di sekitar mereka. Muda-mudi tumpah ruah di tempat yang hype ini, mereka tidak memiliki pilihan lain karena hanya tempat ini yang jaraknya dekat. Mereka dapat langsung pulang begitu mendapatkan panggilan dari Wira atau pun Kata jika Hime terbangun dan mencari ibunya.

Mereka kini berada di café lantaran tidak mungkin membawa Damayanti ke bar karena Nadira menolak dengan keras. Insting mama bear wanita itu keluar dan semakin oarah daribhari ke hari. Jadi, alih-alih menenggak minuman beralkohol, ia kini menambah kadar kafein di tubuhnya.

"Ini mau ngomongin apa, sih? Roman-romannya serius banget." ia meletakkan gelas kopinya. Matanya yang sedari tadi asyik mengelilingi ruangan yang oenuh dengan manusia kini tertuju pada Rhea.

"Lo, Leo dan Jav. Atau lo dan Leo atau lo dan Jav." Rhea menjawab pertanyaannya dan seketika ia milirik ke arah dua teman lainnya.

"Kalian mau nanya apa memangnya?" katanya pelan. Ia tahu para sahabatnya ini mencoba untuk tidak membahas perihal Javas semenjak awal, namun kali ini ia tidak dapat lagi menghindar.

"Lo dan Leo serius?" Nadira tumben-tumbenan menyuarakan pikirannya, pasti hal itu sudah bercokol lama di sana hingga ia merasa harus mengeluarkannya.

"Kita bukannya pernah bahas ini?" Ia mencoba mengingat-ingat.

"Pernah, tapi itu pra ketemu Kata, sekarang pasca ketemunya." Damayanti nimbrung dalam pembicaraan ini.

"Kata tadi baru nanyain itu juga, siang tadi." ia menatap ketiga sahabatnya yang menunggu lanjutan perkataannya. "Jawaban gue ke Kata itu kalau serius dalam hal pernikahan, jawabannya enggak."

"Kenapa?"

Ia mengesah, "Gak kepengin aja buat nikah. Gue ngerasa Kata cukup."

6/8/21

Eh ada Bang Bra.

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 🌟

 Thank you :) 🌟

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cooperative Love (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang