Cooperative Love - 16 - Banhus

3.6K 558 515
                                    

"Kalau Kata cukup, lo gak bakalan ngelempar diri ke tiap laki-laki yang mau sama lo, Ras." celetukan Damayanti membuatnya mendengkus. "Gue sampai lupa, kehamilan lo bikin mulut makin tajam ya, Dam."

Nadira melemparkan tatapan protes yang diabaikan oleh wanita hamil satu itu, "Just saying." ucap Damayanti pelan.

Farras memainkan sedotan yang disediakan oleh restoran di dengan jari-jarinya. Memelintirnya berulang kali hingga terdengar bunyi plastik yang bergesekan. Matanya fokus ke benda itu agar kepalanya berhenti berpikir dan membiarkan hatinya yang berbicara. "I got attached to the idea of eternity without knowing how long would it be. Dan ketika 'selamanya' itu cuma sebentar, gue berpikir gak ada salahnya puas dengan pria-pria yang kepengin sama lo meski cuma satu malam." ia memberikan tanda kutip di kata selamanya. "You know for sure, Dam. The thrill you got knowing someone want you."

Udara di sekitar mereka terasa berat dan ia tidak menyukainya sehingga ia mulai menyanyikan lagu dari salah satu girl group Jepang dengan suaranya yang sumbang, "I want you, I need you--" dan Rhea menyumpal mulutnya dengan roti yang ada di meja. "Diem lo, diem." ucapnya dengan sewot.

Ia mengunyah dengan senang hati roti cokelat itu hingga gigitan terakhir. "Javas gak nikah juga kan? Maksud gue, dia masih jadi jajaran DILF." ia sedikit heran pada Damayanti yang akhir-akhir ini semakin bawel, biasanya lebih banyak jadi pengamat tetapi beberapa minggu terakhir wanita itu seperti komentator atau terkadang petasan banting. Ia tidak tahu harus bersyukur atau melantunkan sumpah serapah untuk hal ini.

"DILF?" Nadira mengulang kata yang tidak ia mengerti dengan muka bingung. "God bless you, Nadi. Kenapa lo polos, tapi temenannya sama Damayanti." tuturnya dengan satu tangan berada di dada.

"Jangan bawel lo, Jablay." tukas Damayanti dan pada tahap ini Rhea hanya dapat menggelengkan kepalanya dengan pasrah saat beberapa orang mulai menatap ke meja mereka dengan penasaran. Terutama pasangan yang berada tepat di samping. Mungkin mereka menunggu ada perang yang pecah di meja ini, jika dilihat dari seberapa suara kencang yang ia dan damayanti keluarkan.

"DILF itu kepanjangan dari Dad I'd like to Fuck. Damayanti dan istilah berbokepannya itu memang sesuatu ya, Nadi." ia menjawab pertanyaan Nadira dan wanita itu mengangguk tanda paham. Sedangkan Damayanti sudah melemparkan tisu ke arahnya. "Lo yang pertama kasih lihat bokep ke gue!"

"Kan gue cuma pembuka jalan ke pengembaraan seksuali--"

"Sumpah, lo makan aja, Ras. Gue pusing sama pembicaraan kalian berdua." Lagi-lagi Rhea menyumpal mulutnya dengan roti. "Balik ke topik utama. Kira-kira kenapa ya Javas belum nikah?" imbuh Rhea.

"Denger-denger sih keluarganya udah ngenalin dia ke beberapa calon potensial. Tahu lah kalian gimana keluarga yang memperhitungkan bibit, bobot dan bebet kayak bokap-nyokap gue itu gimana." Damayanti kini menjawab pertanyaan Rhea, nada bicaranya sudah lebih tenang.

Ucapan wanita itu membuat kegiatannya memilin sedotan, berhenti. Seperti jantungnya yang tiba-tiba seperti kehilangan detaknya. Tanpa perlu melihat, ia tahu perhatian ketiga sahabatnya itu kini sepenuhnya tertuju padanya. Ia harus mengingatkan dirinya berkali-kali untuk bernapas dan juga melonggarkan tenggirokannya yang tercekat. "Good for him. Dia sudah tua dan keluarga itu udah merongrong Javas buat punya anak dari lama." ia tidak tahu sejak kapan suaranya berubah menjadi cicitan dan ia tidak berani menatap balik pada ketiga sahabatnya. Takut mereka membaca kebohongan di setiap ucapannya.

Ia merasa tidak adil saat seseorang dari masa lalunya justru sudah siap untuk berlari, sedangkan ia masih berdiri di tempat yang sama. Membayangkan pria itu memiliki keluarga bukan dengannya. Mau ia coba terdengar tulus atau pun bahagia saat mengucapkannya, tetap saja lidahnya terasa getir dan juga hatinya tidak tulus. Sekaan kegetiran itu berasal dari hatinya dan bermuara di lidah. Membuatnya merasakan pahit di setiap ucapan.

"Hari ini juga katanya dia dikenalin, Ras." Damayanti melengkapi informasi untuk bahan tangisannya malam ini. Urgh, ia tidak dapat membayangkan seberapa banyak air mata yang akan dikeluarkannya malam ini.

"Kok gue tiba-tiba kepengin minum, ya." katanya. "Gue ke bar hotel aja deh nanti. Atau minta kirim ke kamar."

"Gak ada, lo lupa tidur sama Kata?" Nadira menolak idenya, membuatnya menggerutu."Gue titipan dia ke lo sebentar, deh. Boleh ya, Nadi?"

"Gue nemenin lo, Ras. Aksa bisa sama Bang Wira. Kata bisa sama Nadi." Rhea berucap sambil mengangkat tangannya, untuk meminta bill. Farras langsung menyerahkan kartu Wira begitu pramusaji datang dengan bill mereka. Ia bersyukur memiliki sahabat yang mengerti dirinya seperti sekarang, tahu ia akan menangis banyak malam ini sehingga memindahkan Kata ke kamar mereka.

"Gue kayaknya bakal minum banyak." ujarnya pelan.

"Itu kan gunanya ada kartu Bang Wira?" Rhea menimpali ucapannya dengan cengiran lebar.

16/8/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 🌟

 Thank you :) 🌟

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cooperative Love (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang