Farras memilih diam sepanjang perjalanan hingga tiba di depan rumahnya. "Gue langsung pulang ya." ucapan Leo membuat Farras tersadar tidak ada perbincangan di antara mereka. Ia terlalu sibuk dengan perasaannya sehingga mengabaikan pria itu.
"Gak jadi masuk?" Tawarnya, ia benar-benar tidak enak hati karena mengabaikan pria itu sepanjang perjalanan. Namun, gelengan kepala Leo menjadi jawaban dari tawarannya, "Istirahat aja. Salam buat Kata." ucapnya lalu disusul dengan kecupan singkat di pipinya.
Perasaan bersalah menumpuk di dadanya meskipun Leo bersikap seperti tidak terjadi apa pun. Ia menarik tangan pria itu sebelum ia berjalan menjauh. "Sabtu depan main ke sini?" Tawarnya tiba-tiba. Leo membalikkan badan, menatapnya dengan satu alis yang dinaikkan. "Ke rumah lo?" Tanyanya.
Mata Leo memancarkan minat akan ajakan Farras, membuatnya tersenyum. "Iya, bisa?"
Jawaban Leo dengan ceoat didengarnya, tanpa keraguan. "Bisa. Nanti gue hubungi kalau sudah sampai rumah. Masuk sana. Tidur." Leo memberikan senyumannya, memberi jeda sebelum bertanya hal yang Farras yakin menghantui pikirannya, "Something bothering you, is there anything I can do?" pertanyaan yang terlontar dari bibir Leo membuatnya tertegun. Ia pikir pria itu akan bertanya mengenai Javas, seperti apakah ia masih mempunya perasaan pada pria itu atau sejenisnya.
Pertanyaan yang lebih baik dari sekedar are you okay? Yang pasti akan dijawab dengan mudah oleh Farras. Ia tidak dapat menemukan jawaban untuk pertanyaan Leo sehingga ia menarik pria itu dalam pelukan yang segera dibalas. Hanya beberapa saat hingga Farras melonggarkan pelukannya. "Pulang, gih. Nanti kemalaman."
Leo menganggukkan kepalanya lalu memasuki mobil dan menghilang dari pandangan Farras. Ia sempat meneriakkan "Hati-hati di jalan." sebelum pintu tertutup, entah didengar atau tidak.
Dan ketika kembali sendiri, bagai hujan, seluruh kenangan dengan deras membanjiri dirinya.
**
Dari banyak hal yang ia lalui. Farras sangat kesulitan menerapkan kata 'Faith' saat hal buruk terjadi di hidupnya.
Rasanya mudah mengatakan dan mengingat iman saat semua berjalan sesuai rencana atau apa yang diharapkannya. Namun, saat semua berbanding terbalik 180 derajat, iman adalah sesuatu yang membuat telinga gatal saat ada yang mengucapkannya. Betapa mudahnya iman yang dibangunnya bertahun-tahun untuk dilupakan karena satu atau dua hal besar yang bagai badai mengacaukan hidupnya. Membuat dunianya jungkir balik karena angan yang terlalu nyata terhempas begitu saja. Terkadang ia lupa, sudah berapa banyak ia bercerita pada tuhannya. Sosok Maha Tahu yang menjadi perancang kehidupannya, tapi itu tidak pernah menyulutkan niatnya bercerita. Meskipun berakhir dengan ia mempertanyakan keputusan si empunya hidup kenapa ia harus mengalaminya. Atau terkadang merutukinya karena akumulasi kekecewaan atas doa yang tidak terealisasi atau memang doa-doa yang dilantunkannya sepertinya tidak pernah mengetuk pintu surga.
Farras kembali tertawa. Rasanya lucu mengingat bagaimana ia menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang didoakannya. Mempunyai iman saat semua hal sesuai keinginannya terjadi, namun merutukinya saat tidak berjalan sesuai rencana. Seakan Tuhan bekerja untuknya. Memangnya siapa dia?
Akhirnya, ia harus hidup di masa depan yang mereka rencanakan bersama tanpa sosok pria itu. Ia tertawa dengan miris, masa depan mana yang ia jalani? Bukan hanya pria itu yang hilang, tetapi juga masa depan yang mereka rencanakan.
Farras tidak menyangka ia akan kembali tenggelam dalam emosi yang telah lama hilang dari genggamannya. Genggaman yang juga meremas hatinya kuat-kuat hingga menyisakan sesak. Satu tegukan minuman beralkohol diminumnya dengan segera, agar menghilangkan perasaan itu. Berakhir dengan satu botol hingga ia tidak dapat merasakan apa pun.
Bahkan ia kebas terhadap perasaannya sendiri.
Hanya rasa lelah hingga gelap memeluknya.
19/5/21
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
Cooperative Love (FIN)
RomanceMay contain some mature convos & scenes. Farras percaya hidupnya akan baik-baik saja selama ia memiliki Kata, putrinya. Hidupnya penuh dengan kesibukan, mencoba menjadi sosok ibu yang tidak pernah dimilikinya, pekerjaan yang dicintainya serta berte...