"Terima kasih, Om!" Kata berteriak seraya memasuki rumah dan memanggil Himeka. Meninggalkan Farras dan juga Leo di belakangnya.
Farras menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya. "Anak itu sehabis ini pasti tepar dan gak bakalan bangun biarpun ada gempa." ucapnya yang mendapatkan balasan tawa dari Leo. Mereka memasuki rumahnya yang kini heboh dengan gelak tawa balita yang belum genap berumur dua tahun.
"Aktif banget, ya."
"Dia sewaktu kecil lebih parah dari sekarang, makanya papanya Kata masukin dia ke karate." Telinganya lebih dulu menangkap kehadiran Nadira dan juga Ganendra ketimbang matanya, pintu ke arah taman belakang yang terbuka membuatnya dapat mendengar kehebohan di sana. Suara kedua orang itu berada di taman belakang dengan tambahan suara dua bocah lainnya. Betapa dulu ia sering berharap rumahnya seramai ini, bukan hanya berisikan kesepian yang terlalu memekakkan telinga.
"Kenapa?" Leo menyenggol tubuhnya dengan siku, pelan memang tapi mengalihkan perhatiannya dari empat orang yang tampak seperti poster-poster keluarga bahagia di puskesmas dengan slogan dua anak saja cukup.
"Gak ada," jawabnya, masih dengan mata yang memerhatikan Nadira yang mencoba mengejar Himeka yang digendong oleh Kata, sedangkan Ganendra sudah telentang di rumput sehabis berpura-pura terjatuh. Nadira tertawa lepas, padahal hidupnya tidak semudah itu. Mungkin memang orang-orang pandai untuk berpura-pura terlihat bahagia dibanding benar-benar bahagia. Farras mendengkus, apa bedanya dengab dirinya sendiri?
"Hidup lebih mudah kalau tanpa masalah, ya." tutur pria itu yang membuatnya tertawa pelan.
"Lo sudah mati kalau memang gak punya masalah."
"Iya, hidup dan masalah itu satu kesatuan yang gak bisa dipisahkan."
Farras menyetujui ucapan Leo dengan anggukan kecil, "Tapi gue juga mau tau rasanya hidup gak punya beban kayak anak-anak." Ia berpikir sejenak sebelum meralat ucapannya. "Bukannya mereka gak punya masalah, sih. Cuma anak-anak itu gak ambil pusing aja kayaknya, milih buat nikmatin hidup karena tau ada orangtuanya yang akan dukung mereka. Tapi, beberapa anak gak seberuntung itu." Lirihnya.
"Ras, kanal lama sama lo gak bikin gue terbiasa dengan ke-mellow-an lo yang tiba-tiba muncul. Bawaannya mau peluk, gitu." Kelakar Leo.
Farras merealisasikan ucapan Leo dengan tangan kanannya yang merangkul pinggang pria itu. Mendekatkan sisi tubuh mereka.
"Kalau mau peluk itu gak perlu basa-basi." Tubuh Leo sedikit miring agar tangan kirinya dapat menarik tubuh Farras ke arahnya. Ia tahu pria itu menahan tawa dari pipi kanannya yang bergerak akibat menempel pada dada Leo."Gue gak tahu batasan buat skin ship di depan Kata dan teman-teman lo kayak gimana."
"Kalau di depan teman-teman gue sih gak ada batasan, asal gak tau malu." Sesumbarnya, "Kalau di depan anak-anak baru nyonya yang satu itu punya banyak aturan." Ucapnya menunjuk pada Nadira yang tampak kelelahan dan sudah kehabisan tenaganya. Dapat dipastikan sahabatnya itu akan mengalami pegal-pegal nanti.
"Peluk kayak gini termasuk hard pass kalau di depan Kata?"
Farras menelengkan kepalanya agar dapat melihat pada mata Leo yang menunduk, "Gue gak tau sih sebenarnya. Gak pernah bawa laki-laki ke depan Kata." Sesudah mengucapkan itu Leo melepaskan pelukannya, bahkan mendorongnya sedikit agar mereka memiliki jarak. Farras memberikan protes, "Kenapa?"
"Gue gak mau dicoret dari daftar kandidat sama Kata. Kan gak lucu kalau belum apa-apa gue udah dijudesin." Kedua tangan Leo dimasukkan ke dalam kantong celananya.
Farras tidak dapat tidak tertawa mendengar penuturan Leo itu. "Dia lagi main gitu, mana lihat?"
"Lo pasti pernah kan dengar pepatah yang bilang lebih baik mencegah daripada mengobati? Gue lebih milih jaga jarak dari lo selama di sekitar Kata."
"Tapi di belakang Kata bisa kan?" godanya dengan terang-terangan, menjawil dagu Leo. "Gue udah melunasi janji kenalin Kata sama lo, nih."
Kali ini Leo tertawa, "Gak tau malu dan bisa-bisanya nagih itu memang charm lo, ya, Ras."
**
Satu malam yang tenang setelah kerja menjadi riuh seketika karena Kata.
"Ma, aku boleh gak nginap di tempat Papa?"
Pertanyaan yang datang tiba-tiba seperti ini yang kadang membuat kinerja otak Farras melambat seketika. Ia perlu memroses tatapan Kata yang menatap langsung padanya dan juga kedua bibir anak gadisnya itu yang terkatup untuk tahu kalau bocah yang ada di hadapannya ini serius dan apa yang didengarnya tadi bukan sekedar ilusi.
"Kata mau apa nginap di tempat Papa?" katanya setelah berdeham untuk menghilangkan simpul yang menyumbat suaranya.
"Jumat libur." ucap Kata singkat.
Dalam hati Farras berkata kalau hal itu juga ia tahu. "Terus kalau libur memangnya Kata gak mau sama mama aja? Memangnya Papa gak ada acara? Kan long weekend, Ta."
"Papa gak ada acara, Ma. Aku belum pernah menginap di rumah Papa juga." Rajuk Kata manja. Hal yang sangat jarang terjadi. Kata memang tidak pernah menginap di rumah Javas semenjak mereka bercerai. Hanya bertemu dalam hitungan jam saja atau kontak melalui ponsel. "Kalau Mama gak tenang ninggalin aku sendiri, Mama juga bisa nginep."
Farras menolak dengan tegas ide terakhir itu, "Gak mau. Mama gak bisa tidur kalau gak di rumah sendiri."
"Sejak kapan Mama gak bisa tidur? Kita selama ini kalau nginep di mana-mana gak pernah ada masalah."
Ya memang gak pernah ada masalah. Tapi lain cerita kalau nginepnya di tempat papamu! Ucapnya dalam hati. "Ya, kalau bisa di rumah sendiri kenapa harus di tempat lain, Ta." Elaknya asal.
Kata merayunya terus menerus sepanjang malam hingga Farras mau tidak mau menyerah. Susah memang punya anak kepala batu.
"Kamu boleh menginap di sana dengan beberapa syarat."
"Apa?"
"Ponsel kamu gak boleh mati, harus dipegang sepanjang waktu dan mama yang antar serta jemput kamu."
"Antar aja gimana? Aku cuma semalam, Ma, kan latihannya di sini. Jadi, Papa antarin ke sini sekalian."
Farras lemas seketika, ia mengira dapat bebas minggu ini dari latihan karate Kata yang membuat jantungnya kebat-kebit.
19/9/21
Tidak ada ketenangan di hidup Farras wkwkw
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
Cooperative Love (FIN)
RomanceMay contain some mature convos & scenes. Farras percaya hidupnya akan baik-baik saja selama ia memiliki Kata, putrinya. Hidupnya penuh dengan kesibukan, mencoba menjadi sosok ibu yang tidak pernah dimilikinya, pekerjaan yang dicintainya serta berte...