20. Yang Terjadi pada Dia

26 4 0
                                    

Sekali lagi, ini fantasi.

****

Dingin.

Gelap.

Kenapa jadi gelap? Tadi aku melihat Gerry. Di mana ia?

Aku ... kalah lagi? Baru aja bebas?!

"Kenapa aku enggak bisa melihatmu?"

Leana terpaku. Ia merinding sejadi-jadinya. Suara itu, suara laki-laki ....

"Di mana kamu? Leana?"

Aku enggak mau jawab. Aku enggak mau ketahuan.

"Leana!"

Angin dingin berembus di kegelapan, tepat di hadapan wajah Leana. Namun, tak ada apa-apa di sana. Hanya ada suara penuh kemarahan.

"Leana!"

Leana menggigil, tetapi juga bersyukur. Perempuan tadi, Alisa, bisa melihat dan menyentuhnya. Laki-laki ini ... siapa? Suara Pram.

Jadi, ini Pram?

"Jadi ini rencana wanita busuk itu?!"

Wanita busuk?

"Sok-sok membebaskan Leana. Hei, Leana! Kamu sudah dikerjai. Dia membebaskanmu cuma buat mengambil ragamu dariku!"

Leana membeku.

"Bukankah kamu benci Gerald?! Bukankah kita satu tim?''

Apakah ... perasaanku dipergunakan?

Apakah Leana benci Gerald? Ia tak suka dengan cara laki-laki itu yang terlampau protektif. Namun, ia tak sampai mau melukainya. Tidak akan! Leana trauma. Meski begitu, ia ingat kata-kata Alisa tadi.

Kamu tidak mau membunuh Gerald, 'kan? Kalau begitu, dukung aku buat mengalahkan dia yang menguasaimu sekarang.

"Jadi ... itu juga rencana?"

Pusing. Leana pusing sekali. Ia makin tertekan setelah menyadari yang sebenarnya. Ada dua. Dua yang menguasai dirinya. Leana harus mengalahkan dua itu. Kesadarannya ... harus menang.

"Aku harus apa?" Leana kini menangis. Ia tertinggal di kegelapan, hening, suram, sunyi. Mencekam. Tiba-tiba saja ia merasakan sakit. Refleks, Leana meraba dahinya. Ada darah di sana.

"Aku luka ...?" Leana menatap tangannya yang berlumur darah. "Kenapa--ah!"

Kali ini, nyeri terasa dari pipinya. Saat ia raba, lagi-lagi ada darah di sana.

"Siapa yang melukaiku ...?" Leana gemetar. "Kenapa aku--"

Ia menjerit. Rasa perih yang sangat menusuk matanya. Seolah, matanya dipaksa keluar. Seperti ada yang mencongkelnya.

"Hentikan ... hentikan!" Leana meraung. "Hentikaaaaan! Sakit!"

Tiba-tiba, angin berembus di hadapannya. Sosok perempuan itu kembali lagi.

"Aku sudah merasakannya, meski dia setengah-setengah."

Leana melihat, Alisa tersenyum ganjil.

"Kenapa kamu tidak pernah menyuruhnya? Nyatanya, Gerald menyukaimu, Leana. Kamu saja tidak peduli. Malah aku yang harus turun tangan begini. Sayang sekali, dia manusia, dia kuat. Aku tidak bisa menyentuhnya langsung, harus melalui kamu."

"Apa yang kamu perbuat ...?" Leana gemetar. "Kamu yang melukaiku?"

"Gerald tidak mau kamu terluka. Biar aku mendapat yang kumau, aku terpaksa mengancam akan melukaimu. Sampai kamu sekarat, kalau perlu." Alisa tertawa melengking. "Leana, maukah kamu bertukar tempat denganku?"

Yang TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang