6. Pergi Sana

33 7 1
                                        

Gerald menurut. Ia berusaha bicara hal-hal yang menyenangkan saja, meski sebenarnya ia gatal ingin menanyakan sesuatu.

Ada hal janggal. Hal yang berbeda. Aku pun enggak yakin ini masuk ranah mistis atau enggak. Yang jelas ... ada yang aneh!

"Ini, satu batok untuk satu kepala," ujar Gerald, sengaja seolah-olah hendak meletakkan batok kelapa di atas kepala Leana.

"Kamu bisa enggak sih normal satu jam aja?" sungut Leana.

"Inilah normal di kamusku, Len. Patokan kita kayaknya enggak sama."

Leana mengelus dada. Namun, Gerald yang humoris jauh lebih baik daripada Gerald yang protektif. Ia menerima satu batok es kelapa yang disodorkan Gerald sambil mengangguk malas ketika anak itu memberi kode. Berdua!

"Gerald, nanti malam kamu ngapain?" tanya Rivan tiba-tiba.

"Ngapain? Tidur, lah. Aku anak baik-baik dan tidak suka sebat," jawab Gerald asal.

"Heeeu, bukan gitu. Kamu mau dikasih kesempatan, enggak?"

"Kesempatan?" tanya Gerald.

Rivan tiba-tiba menarik Gerald menjauh, meninggalkan Leana. Lalu ia berbisik. "Fasilitas buat ngomong langsung perasaanmu ke Leana."

Gerald sungguhan tersedak. "Kenapa kalian gabut?"

"Aku kasihan sama kamu, sih. Leana galak melulu tiap kamu tunjukin perhatian."

"Wah, Van, apa aku kelihatan begitu?" keluh Gerald. "Aku enggak maksud nunjukin perhatian. Itu cuma keharusan."

"Apa sih yang bikin kalian kayak saling terikat begitu? Bukannya itu malah jadi alasan lebih?" todong Rivan.

"Alasan lebih, ya ...." Gerald menggaruk belakang telinganya. Ia gelisah. "Alasannya seram, Van."

"Sudah kuduga, kalian ghostbusters."

"Bukan!"

"Kamu pernah nembak dia?" kejar Rivan.

"Apa itu masalahmu?" balas Gerald.

"Hehe, habis satu kelas gemas sama kalian. Kayak air dan minyak dalam satu wadah."

Gerald menghela napas. "Kalau begitu, enggak mungkin menyatu, kan?"

"Kenapa pesimis? Aku dukung, kok!" Rivan mengguncang-guncang bahu Gerald. "Yah, kalaupun dia nolak, aku mau lihat kamu maju."

"Kamu kira aku mundur?" Gerald masih keki.

"Ah, jangan ngambek, dong." Rivan cengengesan. "Pokoknya, satu kelas menunggu momen dari couple ter-uwu sekarang. Semuanya siap ngasih advice. Kalau butuh saran, bilang aja, kami bisa bikin forum."

Gerald mengernyit. Kok jadi begini?

****

Siang berlalu tanpa masalah. Pram tak tampak batang hidungnya. Leana berharap, anak kurang ajar itu tak perlu muncul lagi.

"Asyik, ya, seharian tepar doang di pantai," komentar Siska. "Len, kamu enggak kembung?"

"Kembung," sahut Leana. Ia seenaknya menghabiskan satu batok es kelapa tadi, membuat Gerald marah-marah. Ia memang sengaja. Dasar.

"Sunset kelihatan agak ke Utara, ya," ujar Yessy. "Kamu kemarin enggak lihat, ya, Len. Sekarang lihat, yuk. Salat jama jam 7 masih keburu, kok."

Leana mengiakan. Sebenarnya, enak juga kalau menonton matahari tenggelam sambil minum sesuatu yang menyegarkan, tetapi Leana terlalu kembung.

Yang TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang