28. Sudut Pandang Gerald

35 6 0
                                    

Siap-siap baca bab ini.

****

"Anya ...!"

Gerald memelotot melihat Anya seolah ditarik sesuatu menuju kegelapan hutan. Anak itu tiba-tiba saja hilang dari penglihatannya.

"Dia pergi ...."

Gerald menoleh, melihat Leana kini mencengkram lengannya sambil tersenyum ganjil.

"Dia dibawa pergi ... jadi, sekarang waktuku—"

Plak!

"Sadarlah, Leana!" Gerald menyentak tangannya, lalu mengguncang bahu Leana sekeras mungkin setelah menampar Leana. Mungkin, anak itu akan jadi pusing, tetapi Gerald tak peduli. Yang penting, Leana kembali. "Jangan membuatku menyakitimu begini!"

"Percuma, Gerald." Leana malah tersenyum ganjil. "Kamu sakiti seperti apa, Leana yang asli tidak akan muncul. Karena ia ditahan. Ia tidak bisa keluar. Tiga orang itu sedang membalaskan dendamnya sekarang."

"Masa bodoh!"

"Yakin, masa bodoh?" Leana menggerakkan tangannya ke arah mata. "Kemarin sudah pendarahan, apa sungguhan harus aku congkel—"

"Hentikan!" Gerald meraih tangan Leana. "Kamu mau membunuhnya!"

"Katanya, kamu akan terus menyakitinya sampai Leana sadar?" Sosok itu menyeringai. "Harusnya, kamu tidak masalah, dong?"

"Bukan itu maksudku ...."

"Gerald, kamu kelelahan." Dengan tangannya yang bebas, Leana menyantuh wajah Gerald. "Ikut aku. Ikut ke duniaku. Lupakan soal tanggung jawab dan penjaga. Kamu ingin istirahat dan lepas dari semuanya, bukan?"

Gerald mengelak, tetapi Leana kembali menarik wajahnya.

"Kalau kamu tidak membunuhku ... bukan, membunuh raga ini, aku yang akan membunuhmu lebih dulu."

"Kamu menyakiti Leana. Kamu memanfaatkan raganya supaya mendapat yang kamu mau."

"Dia kelemahanmu, bukan?" Leana menatap Gerald tepat di matanya. "Sumber kekuatan terbesar juga merupakan kelemahan paling utama. Kamu kuat demi dia, kamu pun lemah karenanya. Sekarang, kalau dia tidak bisa lagi kembali ... kamu mau apa?"

"Bohong!" Gerald menepis tangan Leana yang menyentuh pipi kanan-kirinya. Ia menjauhkan wajahnya, berusaha mengendalikan dirinya. "Leana bisa kembali! Dia pasti bisa ...!"

"Kamu sangat tahu kalau Leana itu lemah, kan?" Leana kembali mengulurkan tangannya, tetapi kali ini bukan menyentuh wajah Gerald. Ia memeluk laki-laki itu. "Sampai saat ini, raga ini masih hidup. Jantungnya masih berdetak. Kulitnya masih hangat. Jadi, sebelum mati ... adakah yang kamu ingin lakukan padanya? Hasratmu pada perempuan lemah ini?"

Gerald mematung.

"Selagi masih hidup ... ya. Jiwa anak itu tertahan. Kalau aku keluar, ia mati, karena jiwanya tak bisa kembali. Kalau kamu membunuhnya sekarang, meski jiwanya bebas, ia tak bisa menemukan raganya." Leana mendengkus kecil. "Yah, kamu pasti takkan mau membunuhnya."

"Lepas!" Gerald mencengkeram kedua tangan Leana, tetapi percuma. Pelukan anak itu terlalu kuat.

"Tidak mau. Gerald, aku mau kamu." Leana mengeratkan pelukannya. "Ini fisiknya Leana, lo. Kok bisa-bisanya kamu menahan diri begini? Aku baru mau lepas kalau kamu mau melakukan yang aku pinta."

"Aku bisa melepasnya sendiri!" Gerald berkelit. Ia tak selemah waktu itu. Kewarasannya bekerja normal. Ia berusaha keras mendorong bahu Leana. "Pergi kamu! Keluar dari raganya! Kembalikan Leana ...!"

Yang TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang