Leana bangkit perlahan. Ia mengerjap, masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. Kepalanya sakit. Wajahnya sakit. Saat disentuh, ia sadar, lukanya kembali terbuka.
"Wah ... aku masih hidup." Leana takjub sendiri. Ia mengepalkan tangannya, menempelkannya di dada. Debaran jantungnya terasa jelas. Seketika, ia menangis.
Alhamdulillah.
Leana terkesiap. Ada suara, tetapi tak ada wujudnya. Siapa? Ia menoleh dan kembali terpaku.
Pemandangan itu benar adanya, bukan hanya halusinasi semata.
Gerald dan Anya sama-sama rebah dan berdarah-darah. Leana beringsut, berusaha mencerna situasi sebelum tiba-tiba histeris. Ia harus bisa berpikir jernih, layaknya dua temannya itu saat kejadian tahun lalu. Meski begitu, Leana siap untuk menangis kapan saja.
"Len? Aku sadar, kok. Cuma lemes." Satu suara bariton itu mengejutkan Leana.
"Gerry!" seru Leana langsung. Ia berlutut di sebelah Gerald, menunduk tepat di hadapan wajah laki-laki itu. "Ka-katanya, kamu sekarat ... kamu hampir mati. Kamu masih hidup, 'kan?"
"Apa aku kayak orang mati?" Gerald nyengir.
"Iya!" Air mata Leana menderas, menetes ke wajah Gerald. "Kamu luka, kamu pucat ... banyak darah ... kukira, kamu mati!"
"I-ini Leana, kan?"
"Ini Leana! Emang mau siapa lagi?" Leana menutup wajahnya dan menangis keras. "Apa ada Leana lain yang mencemaskan kamu yang hampir mati? Heh? Bukannya dia justru mau kamu mati?"
"Len ..."
Leana terkesiap. Ada yang menyentuh pipinya, menyelipkan rambutnya yang terurai ke belakang telinga.
"Welcome back. Aku tahu, ini kamu."
"Gerry ...!" Leana tambah menangis. "Jangan sok romantis! Aku benci ...!"
"Kamu enggak bakal benci aku, Len. Marah aja enggak bisa."
"Udah, udah!" Leana menangis, tetapi wajahnya merah padam.
"Len, aku enggak papa. Temanmu satu lagi yang masalah."
"Ah ... iya!" Leana berjengit. Ia melihat Anyelir tak jauh dari mereka, terkapar tanpa gerakan sama sekali. Leana buru-buru menghampiri. Setelah melihat kondisi dua temannya, Leana tahu, ia yang paling "sehat".
"Anya," panggil Leana lembut. Sebenarnya, ia sudah sangat ingin histeris meneriakkan nama Anya sambil mengguncangnya. Gila aja, dia lagi luka parah.
Anya bergeming.
"Anya, Anya ... kamu masih hidup, kan?" Leana tak urung diliputi ketakutan. Ia teringat tahun lalu, ia menanyakan hal yang sama pada Anya yang terlihat tak sadarkan diri. Namun, Anya tiba-tiba menyahut, apa aku terlihat seperti mayat?
Kali ini ... Leana tak mau mengakuinya. Tubuh Anya dingin, ia bergeming. Leana sudah siap memeluk Anya sambil menjerit-jerit kalau tak ada suara aneh itu.
"Jangan cemas, dia belum mati."
"Si—apa?" Leana memeluk bahu Anya, kaget.
"Aku, dia ... yang kalian panggil si hitam?"
"Perempuan?!" Leana menjerit.
"Mungkin suaraku perempuan. Tapi, jangan pedulikan soal itu."
"Len," panggil Gerald. Anak itu sudah bisa duduk, meski ekspresinya mengernyit. Jelas kesakitan. Bahunya mengalirkan darah sampai ke baju.
"Ya?"
"Percaya saja dulu. Dia belum mati. Anya enggak akan mati semudah itu."
"A-aku percaya!" Leana masih memeluk Anya. "Tapi, lukanya parah! Gimana cara ngobatin?"
![](https://img.wattpad.com/cover/278070112-288-k154527.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terikat
Siêu nhiên[COMPLETED] [Other Side Series#2] [R15+] [Sekuel The WIP] Bagi Leana, peristiwa tahun lalu sudah usai. Tak ada lagi keanehan, apalagi yang menyangkut makhluk astral. Namun, Gerald sesumbar itu karena dirinya. Leana akan dalam bahaya kalau tidak bera...