24. Kilas Balik

29 5 0
                                    

Bandung Selatan, setahun yang lalu

Malam pertama rangkaian acara karyawisata perpisahan. Satu angkatan anak-anak akhir SMP masih berkumpul di aula yang merupakan ruang tengah vila perempuan. Dua orang anak tersisihkan, Leana dan Anya, memandangi semua dengan keki.

"Aku cari Gerry," ucap Leana. "Ketuplak macem apa dia, enggak tanggung jawab. Udah mau jam sepuluh, anak laki harus balik ke vilanya!"

Anya mengangguk setuju, tetapi ia malah menghilang. Jadilah Leana mencari Gerald seorang diri. Ditemukannya anak itu sedang tidur-tiduran di sofa ruang tamu sendirian. Agak aneh mengingat Gerald amat suka bergaul.

Leana menegur Gerald. Anak itu hanya cengengesan, meski ujung-ujungnya menurut setelah membuat Leana keki dan kabur. Mau mengambil air segayung untuk menyiram Gerald, katanya.

Gerald yang menghentikan kegiatan di ruang tengah langsung disambut protes kawan-kawannya.

"Sebaiknya, kegiatan dilanjutkan di vila masing-masing saja." Suara Anya yang dingin dan tiba-tiba membuat Gerald terperanjat.

"Ini 'kan aula!" seru seseorang, meski langsung bungkam begitu sadar bahwa itu Anya yang bicara.

"Yang penting, cewek di vila cewek, cowok di vila cowok!" lanjut Gerald.

Masih terdengar seruan protes ketika tiba-tiba lampu berkedip dan padam, membuat suasana hening sekejap meski dilanjut keriuhan.

Gerald agak bersyukur karena hal itu membuat anak-anak memilih keluar saking gelapnya di dalam. Namun, perasaannya aneh. Tiba-tiba saja lampu menyala lagi, membuat semua orang keheranan.

"Korslet?"

"Enggak tahu, kenapa ya?"

Sementara itu, Anya menemukan Leana sedang dalam keadaan linglung. Bajunya basah kuyup. Aku Leana, ia sedang membawa gayung ketika lampu tiba-tiba padam. Ia kaget dan membasahi dirinya sendiri.

Gerald kembali ke depan untuk mengurus anak-anak lain, sementara Anya menemani Leana.

"Anya, aku antara ngantuk dan enggak, deh," gumam Leana setelah mencuci wajahnya.

"Len, kamu tadi sempat bengong, ya?"

Leana terdiam sebelum mengangguk. "Aku sempat blackout dan denger suara."

Anya menatap Leana khawatir. Apa yang ia cemaskan akhir-akhir ini, apalagi setelah mendengar cerita Leana, tampaknya beralasan. "Len, mungkin ini terdengar aneh. Tapi, kamu enggak boleh pergi-pergi sendiri. Mau ke kamar mandi tengah malam, misalnya. Panggil aku."

"Hah? Aku enggak takut, kok," sahut Leana, meski ia merinding.

"Bukan masalah takut enggaknya."

Itulah saat pertama kali Anya menyadari, Leana tak pernah aman sendirian. Leana itu anak biasa-biasa saja, tidak seperti dirinya yang kena imbas keluarga besarnya. Anya punya kemampuan, yang sering orang sebut sebagai indigo, meski ia benci istilah itu. Bukan hanya indigo sebenarnya. Ia lebih dari itu.

Leana hanya terkena masalah tanpa sengaja. Kenalannya di internet malah membuatnya terlibat macam-macam yang tak Leana sadari. Masalahnya adalah, yang mereka alami adalah hal luar biasa. Keterlibatan Leana tak urung membuat Anya sangat khawatir. Ada yang tidak beres.

Lepas dari kamar mandi, Gerald memanggil dua anak itu. Ia menunjukkan sesuatu yang ganjil.

"Gerbang dan jalanannya, semua berubah jadi hutan. Kolamnya jadi danau. Kabutnya enggak kunjung terangkat." Anya menatap Leana. "Ini semua persis seperti di mimpimu, kan?"

Yang TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang