[S1] Chapter 27. Restauran

28 12 1
                                    

Fahmi mencegah Rahma untuk pulang sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fahmi mencegah Rahma untuk pulang sendiri. Ia menarik tas Rahma, sehingga kini Rahma sendiri tertarik ke belakang dan berada tepat disamping Fahmi "biar aku antar kamu pulang" tegasnya.

"Gausah, aku bisa sendiri" Rahma hendak pergi namun lagi-lagi Fahmi mencegahnya. Bahkan tangannya kini di genggam erat oleh Fahmi "aku bilang akan antar kamu. Hal ini ga bisa di ganggu gugat" Fahmi mengajaknya menuju pinggir jalan. Menunggu angkot lewat yang akan mengantarkan mereka.

Hanya diam yang bisa di lakukan Rahma saat itu. Berulangkali menata serta memalingkan pandangan. Orang yang ada di sampingnya ini sungguh aneh. Seseorang ini datang secara tiba-tiba, seakan orang ini ingin dekat dengannya. Meskipun ini terdengar kegeeran, namun tak ada salahnya juga kan. Jika Rahma berpikiran seperti itu. Ia sendiri juga sempat bingung. Apakah ini hanya perasaan Rahma saja, atau bahkan Fahmi sendiri memang seperti itu.

Beberapa saat kemudian angkot pun datang. Fahmi membantu Rahma untuk menaikki angkot itu. Meskipun mudah bagi Rahma, namun ia tak bisa menolak karena Fahmi tetap ingin membantunya.

Sementara itu, Farhan, Fathur, dan juga Faris kini tengah berada di mobil. Namun karena amarah yang memenuhi pikiran Farhan, Fathur dan Faris tak berani mencegah ketus Prima itu yang tergesa-gesa ingin pulang kerumah.

Fathur sesekali mencoba berbicara pada Farhan "Farhan, kayaknya Fahmi tertinggal deh. Apa ga sebaiknya kita balik dulu"

"Iya, kasihan dia Han. Pasti lagi bingung nyariin kita"

"Siapa suruh lemot" hanya kata itu yang diucapkan oleh Farhan. Singkat padat dan jelas. Entah Fathur maupun Faris, tak bisa berbuat apa-apa. Kali ini Fathur coba menelfon Fahmi. Namun nomornya tidak aktif. Hingga Faris mengetahui hal itu dan menyuruh Fathur untuk tidak mengkhawatirkan hal itu "udah, lo gausah khawatir. Fahmi udah gede. Bisa jaga diri kok pasti"

"Gue ga enak aja Ris. Ikut ninggalin Fahmi" meskipun mereka berbicara lirih, namun masih bisa terdengar oleh Farhan. Karena memang posisi Fathur saat itu tepat berada di sebelah tempat supir "apa perlu lo turun disini thur?" Sesaat Farhan menghentikan laju mobilnya.

Fathur kini diam. Mulutnya kini seakan bungkam. Sama sekali tak berani m mengucapkan sepatah katapun. Hingga Farhan kembali menjalankan mobilnya. Kini dengan kecepatan yang lebih cepat dari sebelumnya.

________

Fahmi menyuruh supir angkot untuk berhenti di salah satu restauran. Rahma enggan untuk turun, namun Fahmi tetap memaksanya "Astaghfirullahalazim. Fahmi, sebenernya kamu mau ngapain sih. Aku pengin pulang!"

"Aku laper" jelasnya.

Rahma menoleh ke area di sekitarnya. Sebuah restauran yang cukup ramai. Rupanya orang ini benar-benar ingin mengajaknya makan "kalo mau makan, kenapa aku harus ikut turun?"

"Kita naik angkot bareng, harus makan bareng juga dong" Fahmi tanpa aba-aba langsung saja kembali menggandeng tangan Rahma dan menyuruhnya untuk ikut masuk ke restauran itu.

Ia menarik kursi, mempersilahkan Rahma untuk duduk. Gadis itu kini sudah seperti seorang tuan putri saja. Rahma sendiri hanya diam. Menurut dengan apa yang saat ini Fahmi lakukan. Ia duduk di bangku yang sudah disiapkan untuknya.

Fahmi mengambil buku menu yang ada di meja. Mulai memilih-milih tentang makanan apa yang akan mereka pesan nanti. Rahma hanya bisa pasrah. Keinginannya untuk pulang cepat mini sudah tak bisa ia lakukan lagi.

"Oh, iya kamu mau pesan apa?" tanyanya sembari memberikan buku menu itu pada Rahma.

"Sama aja deh kayak kamu!" Jawabnya.

"Okay. Permisi" Fahmi memanggil salah satu karyawan restauran itu "pesan iya. Siapkan dengan baik dan benar. Okay"

"Baik"

Sambil menunggu pesanan datang, Rahma sesekali menanyakan sesuatu yang memang sedari tadi ingin ia tanyakan "Fahmi. Sebenernya apa sih maksud dari semua ini. Kamu itu aneh. Kadang cuek, tapi perhatian juga. Aku bingung sama jalan pikiranmu. Apa salah satu tujuan kamu itu untuk menarik perhatianku?" Entah kenapa Rahma tiba-tiba bertanya tentang hal seperti itu. Bahkan ia tak peduli reaksi Fahmi setelah tau pertanyaannya.

"Gr" jawaban yang singkat namun jelas. Rahma menundukkan pandangan. Ia merasa malu. Bahkan tak tau kenapa tiba-tiba saja ia ingin bertanya tentang hal seperti itu pada Fahmi.

"Kok diem sih?"

Pertanyaan Fahmi semakin membuat Rahma deg degan. Ia sama sekali tidak tau harus berkata apa lagi.

"Gapapa kok"

"Besok udah siap?"

"Aku belum pd, kalo misalkan besok aku gabisa dapat poin, kenapa emangnya. Apa itu berpengaruh ke posisi aku sebagai anggota baru di ekskul panahan?"

"Nanti kamu juga tau sendiri. But, ingat! Jangan terlalu fokus ke tari. Ibarat gelas, jika di tuangkan air sebanyak itu, maka air itu akan tumpah, dan air yang terbuang akan sia-sia"

"Jadi, kamu mengibaratkan skill memanah ku sebagai air yang tumpah? Kamu berpikir kalo aku lebih fokus ke tari, maka kemampuan memanah ku akan amburadul!"

Fahmi tak menjawab apa-apa hingga pesanan mereka datang. Namun beberapa kemudian, seseorang datang dan mengejutkan mereka.

Hal itu benar benar membuat Rahma merasa eneg. Bahkan ingin langsung pulang saat itu.

Benar, siapa lagi jika bukan Farhan dan yang lainnya. Niat mereka yang ingin makan bersama di restauran ini. Rupanya justru terjadi hal yang mengejutkan. Apalagi Farhan, ia menatap tajam kedua orang yang terlihat tengah menikmati makanan mereka "oh, jadi telat bareng kita, karena anak miskin ini" ucapnya.

Merasa tak terima, Fahmi seketika berdiri dan menjawab perkataan Farhan "stop, lo ga berhak manggil dia sebagai anak miskin" selama ini Fahmi cukup sabar. Memendam isi hati yang selama ini ia pendam. Jujur, ia sangat lelah dengan kelakuan yang berkali-kali dilakukan oleh saudara-saudaranya. Hendak mencegah pun rasanya tak mungkin. Perbuat mereka saja di didalangi oleh orangtua mereka sendiri.

"Kenapa, Kenyataan kan kalo dia itu miskin. Ga boleh gue manggil kayak gitu? Jangan alergi fakta" Farhan giliran menatap Rahma tajam "atau jangan-jangan lo suka lagi sama si miskin ini!"

Fahmi terkejut dengan perkataan Farhan. Sebenarnya ia sendiri pun belum paham tentang perasaannya pada Rahma. Entah itu rasa suka atau hanya sekedar peduli.

Primadona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang