[S1] Chapter 66. Keputusan

9 3 0
                                    

Genk Prima ada di parkiran sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Genk Prima ada di parkiran sekolah. Mereka hendak pergi mencari Rahma. Namun Fathur nampak khawatir dengan kondisi Farhan. Bagaimana tidak, kemarin ia memutuskan untuk pergi dari rumah sakit dan hari ini juga dia memaksa untuk pergi ke sekolah. Sekarang malah ingin ikut mencari Rahma "Farhan, lo sebaiknya istirahat di rumah. Kondisi lo masih belum baik sepenuhnya. Kalo misalkan lo nanti kenapa-napa gimana"

"Iya Han. Jangan sampai gara-gara nyari Rahma, kondisi lo malah drop" sahut Faris.

"Kondisi gue makin drop kalo Rahma belum di temukan!" Farhan langsung masuk dan ia sendiri yang menyetir itu.

Belum semuanya masuk ke dalam mobil, Nayla berlari kencang dari arah koridor kelas menghampiri mereka "eh, kalian mau kemana? Cari Rahma ya!"

Fathur dengan sigap menghadapi sahabat Rahma yang satu ini "kalo kita mau cari Rahma, kenapa emangnya?"

"Gue ikut" ucap Nayla dengan tegas.

Faris yang saat itu sudah masuk ke mobil, akhirnya keluar lagi "heh, lo gausah ikut. Nanti yang ada malah nyusahin lagi"

"Eh Faris, gue itu sahabatnya. Gue berhak ikut dong buat nyari sahabat sendiri. Kalian pikir kalian siapa. Ngelarang larang gue buat cari Rahma...."

"Heh, lo pikir lo juga siapa. Seenaknya mau masuk ke mobil kita" sahut Faris sembari tertawa "bukannya apa nih ya. Ini mobil kita cuma berempat. Emangnya kalo lo ikut, lo mau di bagasi, biar pengap hahahaha" Faris rupanya sangat senang mengejek Nayla. Ia langsung masuk lagi ke dalam mobil setelah itu.

"Nay, udah ya. Mendingan lo balik aja. Rahma biar kita yang urus. Insyaallah, dia pasti akan ketemu kok" Farhan juga masuk ke mobil itu yang sekarang mulai melaju, meninggalkan Nayla sendirian di parkiran.

Sementara itu, Rahma sampai di kantor polisi, dan kini ia sudah berjumpa dengan Nino.

Nino yang tampaknya seperti Nino yang awal awal Rahma kenal. Nino yang pendiam, dan tak banyak bicara.

Rahma mengeluarkan tupperware berisi nasi dan lauk pauk. Ia berikan itu pada Nino "No, ini ada makanan buat kamu. Jangan lupa di makan ya. Aku tau pasti ga mudah lewatin semua ini, tapi setiap yang kita lakukan kan harus ditanggung jawabkan...."

Nino memotong perkataan Rahma "lalu, bagiamana sama Genk Prima. Apa dia juga sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya?" Balasnya pada Rahma.

Rahma mengangguk "sudah, bahkan kamu sendiri yang mendapatkan pertanggungjawaban itu. Kamu sudah senang menyiksa dia, dan itu sudah cukup bagi kamu"

Nino tertawa sinis. Ia tak menjawab apa-apa lagi setelah itu.

"No. Jujur, aku kecewa banget sama kamu. Aku ga nyangka kalo kamu akan bertindak sejauh ini, dan tindakan kamu sendiri yang buat kamu berada disini sekarang. Genk Prima...."

"Cukup, jangan bicara Genk Prima lagi di hadapan aku. Aku udah terlalu muak sama mereka" sahut Nino.

"Okay, tapi satu hal yang harus kamu tau. Semuanya sudah berubah. Genk Prima, para siswa-siswi, SMA Garuda, dan suasana disana tentram, damai. Udah ga sama lagi kayak dulu. Kamu datang tekat No. Kalo aja kamu datang tepat waktu, pasti pemikiran kita akan sama sekarang. Mereka benar-benar tulus minta maaf sama kamu No. Mungkin beberapa waktu ke depan, mereka akan temui kamu disini. Cuma itu yang mau aku omongin No. Aku permisi. Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam" hanya menjawab salam yang bisa Nino katakan saat itu.

Rahma sudah keluar dari kantor polisi. Ia membuka handphonenya yang baru saja di charger. Ia lihat ada begitu banyak panggilan tak terjawab. Entah itu dari Farhan, Nayla, Fahmi, atau bahkan yang lainya. Rahma memutuskan untuk menghubungi balik Nayla "Assalamu'alaikum. Hallo Nay"

"Waalaikumsalam.... Alhamdulillah, kamu gapapa Ra?"

"Alhamdulillah, aku baik baik aja kok. Kamu gausah khawatir"

"Oh iya, sekarang kamu dimana. Pindah kemana?"

Rahma men share lock lokasinya sekarang. Ia berani memberitahu hal ini karena Nayla merupakan sahabatnya.

Kurang lebih satu jam, Nayla sampai di lokasi yang Rahma share. Benar saja, ia memasuki gang dan melihat Rahma dan Keluarganya ada di rumah kecil itu "Alhamdulillah, Rahma, kamu baik-baik kan?" Nayla melepaskan pelukannya dan beralih pada Bu Mira dan Ana "tante, Ana, kalian yang tabah ya, tante, Nayla yakin, di setiap masalah pasti ada solusinya"

"Iya nak Nayla, makasih ya kamu sudah mau berkunjung kesini"

________

Rahma dan Nayla tengah duduk di teras "aku udah ketemu sama Nino tadi"

"Nino, dia dimana, di penjara?"

Rahma mengangguk "iya Nay, tapi.... Nino sendiri masih bebel dengan pemikirannya. Aku gatau harus gimana lagi jelasin ke dia kalo Genk Prima bukan yang seperti dulu lagi"

"Intinya, Genk Prima sendiri harus kunjungi Nino. Mungkin dengan itu, hati Nino bisa tersentuh" jelas Nayla "Farhan dan yang lainnya lagi nyariin kamu Ra. Mereka kahwatir banget dan bingung karena kamu ngilang gitu aja. Kemarin ku telfon juga ga direspon"

"Maaf ya Nay. Kemarin pikiranku masih kacau"

"Maaf juga ya Ra, aku belum bisa bantu kamu. Aku hanya bisa nemenin kamu"

"Kamu ada disini itu udah cukup bagi aku. Kamu ga perlu merasa bersalah. Kan aku sama keluarga aku juga udah dapat tempat tinggal"

"Ini semua gara-gara Farhan tau ga. Kalo aja dia ga egois dengan perasaannya sendiri, pasti kamu ga akan sengsara seperti ini...."

"Aku juga salah dalam hal ini Nay. Aku ga bisa nyangkal hati aku sendiri. Mungkin menjauh darinya adalah keputusan terbaik"

"Bagus Ra. Aku dukung keputusan kamu. Kalo gitu, pasti Bu Risa akan mengembalikan rumah kalian.... Ra, lo mau, gue ketemuin sama Genk Prima"

Rahma mengangguk, karena ia pikir bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.

Akhirnya Nayla menelfon Fathur, dan menyepakati pertemuan mereka semua di sebuah cafe.

Sampailah mereka di cafe itu. Rahma dan Farhan duduk di bangku tak bersama yang lain. Mereka hanya berdua saja.

"Kamu darimana aja sih. Aku khawatir banget tau ga sama kamu"

Rahma masih diam. Masih belum berani speak up apapun tentang keputusannya. Sementara Farhan tetap berbicara sedari tadi "Ra, aku tau ini semua karena ibu aku, dan aku minta maaf akan hal itu. Aku janji, aku akan bicara sama dia dan rumahmu akan di kembalikan...."

"Aku bisa ambil rumahku sendiri. Satu hal yang harus kamu tau. Aku mau jauh dari kamu"

Jelas saja itu adalah perkataan yang tidak mau Farhan dengar dari Rahma "kamu bilang akan tadi, jauh?"

"Kedekatan kita hanya menimbulkan masalah Farhan. Aku gamau ibu kamu bertindak lebih jauh lagi. Seumur-umur, aku dan keluargaku belum pernah di perlakukan seperti itu sebelumnya...." Rahma belum selesai bicara namun Farhan malah menggandeng tangannya dan mengajaknya keluar dari cafe itu. Mereka kini berada di parkiran cafe yang cukup sepi "kamu serius sama perkataan kamu. Kamu mau nyerah gitu aja"

"Aku harus apa Farhan, tetap berjuang untuk kamu. Kamu pikir cinta aku ke kamu lebih penting dari keluarga aku? Nggak Farhan. Aku lebih baik kehilangan seseorang yang belum tentu menjadi pasangan, daripada kehilangan sebuah kebahagiaan dalam sebuah lingkup keluarga"

Farhan bingung lalu ia berteriak "Arghhhh" ia tak peduli meskipun ada yang melihat "lalu apa yang aku lakukan saat ini. Aku rela pergi dari rumah. Bahkan aku rela bertengkar sama ibu aku. Apa kamu ga melihat semua itu Ra. Kamu ga ngehargai perjuangan aku buat kamu?"

Rahma kini menangis "Farhan, harusnya kamu ngerti. Kita ini beda. Kita ga cocok. Jelas ibu kamu melarang dan aku udah paham alasannya"

"Alasan apa! Alasan apa Ra?"

"Aku gamau kamu kehilangan masa depan kamu hanya demi aku. Ibu kamu ingin kamu meneruskan bisnisnya. Bukan berjuang buat aku. Kamu harus paham keadaan, kamu harus ngerti semua ini Farhan" Rahma langsung pergi setelah itu. Meninggalkan Farhan sendirian yang tengah menangis di area parkir cafe

Primadona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang