[S1] Chapter 32. Gagal Poin

26 11 1
                                    

Rahma terlihat gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rahma terlihat gugup. Bahkan ia sama sekali tak membawa peralatan panahannya. Ia yang terlalu fokus pada taruhannya dengan Renia. Hingga ia tak maksimal pada sala satu tujuannya di SMA Garuda.

Ada sesuatu yang berbeda dari Rahma, hingga pelatih Rara mendekatinya. Seraya bertanya "mana perlengkapan ekskul kamu?"

Rahma bingung harus menjawab apa. Sebuah kenyataan bahwa dirinya lalai dalam bidang olahraga yang di sukai. Ia tak mau membuat guru ekskulnya itu kecewa padanya. Berusaha untuk mencari alasan, namun mau tidak mau ia harus berkata jujur. Karena hal itu juga yang selalu ibunya ajarkan pada dirinya "maaf pelatih, peralatan saya tertinggal dirumah"

"Apa! tertinggal?"

"Iya pelatih, maaf sekali lagi. Untuk Minggu depan, insya Allah saya akan lebih disiplin"

"Ck, padahal ini hari pertama kamu, tapi sudah membuat ulah saja. Karena kamu berbuat kesalahan seperti ini. Kamu hanya akan mendapatkan 1 kesempatan memanah saja, tidak boleh di ulang berkali-kali"

Rahma menghela nafas. Meskipun ada sedikit rasa kecewa dalam hatinya. Namun yang terpenting pelatihnya itu tak marah dan memberikan sanksi yang berat pada dirinya.

Rahma di pinjami peralatan itu oleh tim ekskul. Memang setiap anggota harus mempunyai panahan pribadi, namun ada juga beberapa cadangan untuk berjaga-jaga. Meskipun begitu, tindakan Rahma merupakan pelanggaran peraturan di ekskul itu.

Satu persatu anggota panahan sudah melakukan tes nya. Ada yang mendapatkan poin, ada juga yang tidak. Kini giliran Rahma. Ia terlihat sangat gugup. Mencoba untuk fokus. Meskipun sedari tadi pikirannya berkali-kali teralihkan oleh prom night.

Ia pegang busur panah itu. Menarik anak panah perlahan-lahan lalu melepaskannya. Namun sayangnya, tidak sesuai target. Panah Rahma melenceng. Apalagi ini khusus hanya untuk satu kali kesempatan, Rahma tidak bisa memperbaiki kegagalannya. Otomatis ia tidak mendapatkan poin di hari pertama ekskulnya.

Sontak ia pergi dari area lapangan dengan perasaan kecewa. Jika saja ia bisa mengatur waktu sebaik mungkin. Pasti semuanya tidak akan kacau seperti ini. Seharusnya ia harus pandai dalam membagi waktu. Untuk berlatih dance, dan untuk latihan memanah. Namun sayangnya Rahma tak bisa melakukan hal itu.

Ia pergi menuju salah satu bangku di area lapangan yang tak begitu besar itu. Ada Fahmi juga yang duduk disana.

"Gimana?" tanyanya.

"Aku dapat poin!"

"Poin?"

"Iya, tapi yang aku dapatkan poin skors bukan poin tes"

Fahmi mengalihkan pandangan lalu menahan tawa. Ia menutup mulut dengan satu tangannya.

"Kalo ketawa silahkan atuh. Gausah di tahan tahan gitu"

Mengetahui hal itu, Fahmi sengaja melepaskan tawanya begitu saja "lagian kamu nya juga sih. Padahal aku udah berkali-kali ingetin sama kamu. Kalo memanah itu harus fokus. Kalo kamu lagi banyak pikiran, pasti akan susah membidik sesuai target"

"Iya, aku emang lagi banyak pikiran. Hm, tapi yaudah lah. Udah kejadian juga. Kalo hari ini aku gagal dapat poin tes. Pasti aku akan menang dalam battle dance nanti malam" Rahma tiba-tiba teringat sesuatu "Astaghfirullahalazim, aku lupa" ia menepuk sebelah kepalanya.

"Kenapa?"

"Fahmi, setelah ini ada kegiatan lagi nggak?"

"Biasanya anggota baru cuma uji tes di hari pertama ekskul. Selebihnya bebas mau ngapain"

"Oh okay, kalo gitu aku duluan ya" Rahma segera membereskan tas dan barang-barangnya "Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam"

Segera ia menuju ke loket untuk mengambil baju yang dibelikan Nayla kemarin. Ia ambil lalu tutup kembali lokernya. Baru saja hendak beranjak pergi, sebuah hal yang selalu membuatnya kesal kini terjadi lagi. Siapa lagi jika bukan Renia dan genknya

"Ehm" Renia merebut baju itu dari Rahma "baju sebagus ini ga mungkin lo mampu beli. Nyolong ya?"

"Gausah sok tau. Ini baju aku, dan kamu ga berhak menghakimi dari mana aku mendapatkannya"

Rahma rebut kembali baju itu dari pegangan Renia. Ia hendak pergi namun tangannya dipegang oleh Renia. Ia sedikit kesakitan lantaran Renia mencubitnya begitu keras. Ia langsung menghempaskan tangan Renia "sakit tau!"

"Eh miskin, jelas gue berhak tau lo dapat ini dari mana. Kalo ternyata lo nyolong, bakal malu maluin banget tau ga. Kayak gue dong. Beli apapun pake uang halal...."

"Oh, jadi kamu merasa lebih baik dari aku?"

"Iyalah, masih pake nanya lagi"

Rahma mendekat ke arah Renia, hingga kini jarak mereka hanya tersisa 5 senti "dengan menuduh orang lain dan membiarkan adanya pembullyan, itu baik namanya? Oh mungkin itu baik menurut versi kamu. Hm, ga heran lagi sih kalo nilai kamu di kelas rendah. Pemikirannya aja kayak gini. Otaknya dangkal" ucap Rahma sembari tersenyum sinis pada ketua cheers itu.

Beruntungnya Nayla datang di saat yang tepat untuk melerai mereka. Jika tidak, pasti keributan akan terjadi. Mengetahui Rahma yang kini blak blak an berani menentang para famous di sekolah ini. Ia segera mengajak Rahma untuk pergi dari koridor kelas mereka saat itu juga.

Kini mereka berada di parkiran "Ra, stop cari gara-gara sama semua populer di sekolah ini!" tegas Nayla. Bukannya membiarkan temannya ini di bully begitu saja. Hanya saja, Rahma tak mau dan takut jika mereka semua semakin brutal menyakitinya.

"Aku ga cari gara-gara Nay. Mereka aja yang mulai duluan, lagian kamu ngapain sih nyeret nyeret aku kayak gini?"

Nayla menunjukan waktu di jam tangannya "udah pukul 5 sore. Kita pulang ke rumah aku. Siap-siap dan kita berangkat ke sini bareng"

Rahma baru saja hendak speak up, namun Nayla keburu mencegahnya "eits, ga boleh nolak. Ayo!" Nayla kini menggandeng tangan Rahma. Menyuruh orang itu untuk Rahma ikut masuk kedalam mobilnya.

Primadona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang