PART 45 | BENCANA

8.7K 466 9
                                    

Ada sedikit perbedaan hari ini, yang mana rumah nampak terasa sepi. Aksa yang sudah kembali bekerja pergi ke kantor, Revan yang harus berangkat ke Solo untuk membelikan nasi liwet keinginan Ara, dan Ara yang ada di dalam kamar karena tidak diperbolehkan keluar oleh Aksa.

Awalnya Ara tidak mau kalau Revan yang membelikannya makanan tersebut, tapi Aksa dan segala tipuannya berhasil membuat Ara luluh. Daripada akhirnya Revan-lah yang pergi, walaupun dalam hati lelaki itu terasa sangat dongkol.

Dia pikir tinggal bersama Aksa dan Ara akan mendapatkan kebahagiaan, kapan lagi bisa tinggal dengan kedua pasangan suami istri yang berduit ini. Itulah yang ada di pikiran Revan.

Ternyata oh ternyata di sini dirinya dijadikan korban atas alasan ngidam tidak jelas Ara, tapi mau bagaimana lagi di satu sisi dia juga senang berada di rumah kedua pasangan ini.

Dia bisa bangun tidur di jam kapan pun dia mau, makan kapan saja dan apapun, menjahili Aksa, dan masih banyak lagi.

Sering ponsel Ara berbunyi, terpampang jelas nama Revan di situ yang menelponnya dengan panggilan video.

"Halo, Revan!" sapa Ara, ketika melihat Revan yang tengah berdiri di pinggir jalan.

[Revan udah nyampe, udah ketemu juga tempat jualan nasi liwetnya, Kak Ara mau berapa bungkus?]

Ara terdiam sejenak, dia nampak ragu untuk menjawab. Sedangkan di sebrang sana Revan terlihat tidak sabar, kakinya benar-benar pegal sekarang.

[Kak Ara!] panggil Revan.

"Revan, maaf. Ara udah nggak mau nasi liwetnya," ucap Ara, tidak lupa dia menunjukkan tatapan sepolos mungkin.

[HAH?! Kak Ara jangan bercanda deh, Revan udah jauh-jauh ke sini masa nggak jadi!] Revan sedikit membentak, dia benar-benar kesal sekarang, membuang waktu saja.

"Iya, Ara minta maaf. Tapi Ara udah nggak pengen, pengennya kan kemarin, gimana dong?" tanya Ara tanpa merasa bersalah sama sekali.

Revan memutuskan sambungan telepon tersebut secara tiba-tiba tanpa mengeluarkan sepatah-kata lagi.

Memangnya siapa yang tidak marah, jika di posisi Revan kalian juga akan lebih marah besar.

Ara yang tahu kalau Revan marah, segera menelpon Aksa. Dia takut Revan malah pergi nanti dari rumah, padahal-kan kalau ada Revan paling tidak Ara bisa keluar dari kamar.

[Kenapa, Sayang? Kamu nggak papa, kan?] tanya Aksa dengan nada khawatirnya.

"Ara tadi ditelepon sama Revan, terus dia tanya Ara mau berapa bungkus nasinya, terus Ara jawab kalo Ara udah nggak mau, terus Revannya marah sama Ara dia tutup teleponnya nggak ngomong apa-apa." Ara menjelaskan dengan panjang lebar.

Sedangkan Aksa sendiri tertawa keras mengetahui adik sepupunya itu tersiksa karena anak dan istrinya.

Dalam hati Aksa terus mengucapkan syukur karena bukan dia yang pergi ke Solo, jika saja dia yang pergi. Maka, Aksa pun akan marah.

"Ya udah, nanti biar saya yang bilang sama Revan. Kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh, kamu istirahat, kalo kamu laper panggil aja maid, saya nggak mau kamu keluar kamar terus kenapa-kenapa."

"Iya, iya. Ya udah Ara tutup ya teleponnya, Om Aksa jangan lupa bujuk Revan nanti kalo dia pulang, terus Om jangan lupa makan, salat udah jam dua belas, jangan lupa pulang ... inget Ara sama anaknya Om nungguin, terus Om kerjanya semangat, ya!" cerocos Ara panjang lebar.

[Iya Sayang iya, udah ya. Saya lanjut kerja, te amo!]

Ah, sudah lama rasanya Ara tidak mendengar kalimat itu diucapkan oleh Aksa, yang bahkan sampai sekarang dia tidak tahu arti dari kalimat itu.

ISTRI KESAYANGAN OM AKSA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang