Hari Senin adalah hari dimana semua murid melaksanakan upacara bendera setiap pagi, meskipun terasa panas semuanya harus ikut sampai selesai. Aldi selalu mencari cara supaya bisa kabur dari upacara mulai dari pura-pura sakit, pura-pura ke toilet, hingga pura-pura pingsan.
Namun rencananya selalu gagal dikarenakan aktingnya yang kurang pro, hingga membuat orang tidak percaya. Lain halnya dengan Bintang upacara tidak menjadi masalah baginya, dia tidak mau ribet mencari cara supaya tidak ikut upacara, karena berdiri kurang lebih setengah jam itu hal yang mudah baginya. Terkecuali panasnya yang bisa membuat kulitnya terbakar.
Bintang sedari tadi menatap Kara yang berada tidak jauh darinya hanya terhalang dua orang, tapi dia masih bisa melihat Kara dengan jelas dengan tubuhnya yang tinggi.
Baru beberapa menit upacara berlangsung Kara mulai merasakan tidak enak pada badannya, kepalanya terasa pusing, dan perutnya mulai mual. Penglihatannya mulai buram perlahan matanya terpejam mulai tidak sadarkan diri.
Bintang yang melihat itu langsung berlari menghampiri Kara dan menangkap tubuhnya yang hampir saja terjatuh, lalu menggendongnya untuk membawanya ke UKS. Siswa yang berada dekat dengan barisan Kara sedikit berteriak karena merasa terkejut, termasuk Sila yang berada di sampingnya.
Setelah sampai di UKS, Bintang menidurkan tubuh Kara di atas brankar dan mencoba membangunkannya.
"Ra, bangun Ra" berbisik dekat telinga Kara.
Perlahan Kara membuka kedua matanya, melihat Bintang yang kini berada di sampingnya. Kara mencoba mendudukkan tubuhnya, Bintang memberikannya segelas teh hangat pemberian dari salah satu anggota PMR yang tengah bertugas.
Kara meminum sedikit teh hangat itu, lalu Bintang meletakkannya kembali di atas nakas yang berada di samping brankar. Kara kembali merasakan mual ingin sekali ia muntah.
"Bintang, aku pengen muntah"
"Bentar aku mau ngambil tisu" Bintang terlihat panik, namun Kara keburu muntah dan tepat mengenai tangan dan juga seragam Bintang.
Bintang terdiam beberapa saat, dia tidak percaya tangan dan seragamnya dilumuri muntahan Kara. Bukannya merasa jijik justru ia malah tersenyum lalu mendahulukan membersihkan mulut Kara dan lanjut membersihkan tangannya.
"Maaf" lirih Kara merasa bersalah.
"Gak papa" jawab Bintang tersenyum, tidak terlihat marah sama sekali dan membersihkan muntahan dengan santainya.
"Kamu pasti masuk angin" setelah membersihkan tangan dan seragamnya meski seragamnya masih terlihat kotor karena susah untuk dibersihkan, harus dicuci dengan air supaya bisa hilang.
"Aku ambilin obat dulu ya!" Bangun dari duduknya, lalu meminta salah satu anggota PMR untuk mengambilkannya obat masuk angin beserta air hangat.
Setelah itu Bintang kembali sambil membawa obat dan segelas air hangat. Kara meminum obat itu, namun beberapa menit setelah itu dia kembali mual. Bintang menadahkan baju seragamnya yang sudah terkena muntahan untuk menahannya supaya tidak mengenai rok.
Woekkk
Kara kembali muntah dan merasa tidak enak pada Bintang yang kini dia harus menjadi korban. Perlahan Bintang menahan muntahan itu supaya tidak jatuh ke lantai, dengan hati-hati dia melepas seragamnya dan hanya mengenakan kaos hitam oblong.
"Maaf, gara-gara aku seragam kamu jadi kotor" sekali lagi Kara merasa bersalah.
"Gak papa, aku bisa beli seragam baru"
"Aku cuci ya"
"Gak usah kamu kan, lagi sakit"
Tidak lama dari itu Sila dan Aldi datang karena upacara telah selesai.
"Lo kenapa gak pake baju?" Tanya Aldi merasa heran.
"Seragamnya kena muntahan gue" Kara menjawab pertanyaan Aldi, keduanya tertawa mendengar jawaban Kara.
"Bagus Ra, sering-sering aja haha" ucap Aldi sambil menepuk-nepuk pundak Bintang.
"Kasian Bintangnya" jawab Kara.
"Aku gak masalah, yang aku pikirin itu cuma kamu, aku gak mau liat kamu sakit" ujar Bintang.
"So sweet banget kalian" Sila menggigit ujung kuku jarinya.
"Makanya punya pacar, sama gue aja yuk!" Ucap Aldi menaikkan salah satu alisnya.
"Ogah" Sila bergidik geli.
"Daripada lo gangguin anak orang mending lo beliin gue seragam yang baru" memberikan selembar uang berwarna merah pada Aldi.
Dengan terpaksa Aldi mengikuti perintah Bintang, sudah terbiasa disuruh-suruh, sahabat berasa jadi babu, jadi wakil ketua Black Mouse juga berasa gak ada harga dirinya dia merasa jadi pentolan orang gila sekaligus menjadi baby sitter buat Bintang, si ketua yang tingkahnya kayak bocil.
Jika berada didekat Bintang bukan bau parfum laki yang tercium melainkan bau minyak telon atau kalau nggak bau bedak bayi, dia selalu memakai bedak bayi di ketiaknya entah biar apa.
⭐⭐⭐⭐
Pulang sekolah dia langsung membanting tubuhnya di atas sofa panjang yang berada di ruang tv, dia begitu lelah tidak kuat lagi menaiki tangga, lebih baik Bintang istirahat sebentar di atas sofa.
"Capek banget"
Brughhh
Baru beberapa detik Bintang berbaring di atas sofa, Yoga dengan santainya mendorong tubuh Bintang, hingga dia terjatuh ke atas lantai dan jidatnya terbentur kaki meja.
"Arghhh..." Bintang meringis kesakitan sambil memegang pinggangnya yang terasa encok.
Yoga tertawa puas tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Rasain" ucapnya sambil terus tertawa.
Perlahan Bintang bangun, hatinya mencoba menahan emosi "Pinggang gue sakit anjir"
"Yoga, kamu jangan gitu sama Bintang" ucap Mira yang tidak sengaja melihat kejadian itu, lalu dengan cepat menghampiri mereka.
"Mama jangan dibawa serius, Yoga cuma bercanda" memutar bola matanya malas.
"Gak lucu, badan gue lagi pegel gini malah dijatohin" ucap Bintang sambil memegang pinggang bagian kanannya, tangan yang lainnya mengambil tasnya, lalu berjalan menaiki tangga untuk masuk ke kamarnya, daripada dia harus berdebat dengan Yoga.
"Lebay lo!" Teriak Yoga menatap Bintang tengah menaiki tangga.
Btw part yg ini aku terinspirasi dari cerita ortu gw waktu awal ketemu, bedanya orang tua gw kejadiannya di angkot😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang (Meteor)|[END]
Teen Fiction[Lengkap] ⚠️Follow sebelum baca⚠️ Reinaldo Bintang. Seorang cowok dingin, cuek, dan sikapnya yang susah ditebak, dia merupakan ketua club futsal yang bernama Black Mouse, bisa dibilang dia juga seorang atlet bela diri. Dengan fisik dan sifatnya yang...