Bintang - Tiga Puluh Empat

341 23 1
                                    

Sebelumnya mau ngasih tau, siap-siap di part berikutnya bakalan sad, akan banyak konflik juga.

Bintang membuka pintu rumahnya, berjalan menyusuri setiap ruangan rumahnya, kali ini rumahnya terasa sepi, biasanya setiap kali Bintang pulang malam, om Ridwan telah pulang dan duduk di sofa panjang yang berada di ruang tv.

"Om," panggil Bintang berjalan menuju kamar om Ridwan, lalu membuka pintu kamarnya, terlihat tidak ada siapa-siapa, sepertinya om Ridwan belum pulang dari kantornya.

Bintang membuka layar ponselnya untuk menelpon om Ridwan, namun nomornya tidak aktif, sudah tiga kali Bintang menghubunginya, tapi jawabannya masih tetap sama nomornya tidak dapat dihubungi.

Menghela napas dalam, memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana, berjalan menaiki tangga rumahnya menuju kamar tidurnya yang berada di lantai dua.

Membuka pintu kamarnya dan langsung membanting tubuhnya yang terasa lelah, menatap langit kamarnya yang dihiasi lampu tumblr di sekelilingnya meskipun Bintang tidak pernah menyalakannya, dia memasangnya supaya terlihat aestethic saja.

Tiba-tiba ponselnya berdering, Bintang merogoh saku celananya dan melihat layar ponselnya sebuah nomor yang tidak ia kenal menghubunginya, Bintang menjawabnya mungkin saja ini penting.

"Hallo, apa benar ini dengan keluarga Ridwan Regana?" Tanya seseorang dari balik telpon, Bintang merubah posisinya menjadi duduk.

"Iya, saya keponakannya"

"Pasien atas nama Ridwan dirawat di rumah sakit kami, dari hasil laporan pasien diduga mengalami kecelakaan dan sekarang kondisinya sedang kritis" Bintang terdiam air matanya mengalir seketika, tangannya mulai bergetar hingga menjatuhkan ponsel yang berada digenggamannya.

⭐⭐⭐⭐

Bintang berlari memasuki pintu utama rumah sakit menuju ke sebuah ruangan UGD. Membuka pintu ruangan tersebut, sudah terdapat dokter dan beberapa suster di sana, namun dia sama sekali tidak melihat orang yang ia cari yaitu om Ridwan.

"Kamu keluarga pasien yang bernama Ridwan?" Tanya dokter perempuan menghampiri dirinya.

"Iya dok" jawab Bintang dengan napas terengah-engah saking paniknya.

"Om Ridwan dimana?" Tanya Bintang dengan perasaan khawatir yang terus menyelimuti dirinya.

"Maaf, kami tidak berhasil menyelamatkan pasien" ucap seorang dokter.

Bintang tidak kuasa menahan tangisnya, ini pasti hanya mimpi buruk, ini gak mungkin terjadi pada dirinya, dia yakin salah orang.

"Dokter pasti salah itu pasti bukan om saya!" Ucap Bintang dengan isak tangisnya.

Bintang berjalan menghampiri tempat tidur, menatap kain putih yang menutupi seluruh tubuh seseorang, lalu ia membukanya secara perlahan.

Setelah terbuka sedikit, menampakkan wajah seseorang, seluruh tubuhnya seketika terasa lemas, merasakan sesak pada dadanya dia begitu shock, melihat wajah orang yang sangat ia sayangi, satu-satunya keluarga yang dia punya kini telah pergi terbaring tidak bernyawa.

"Om kenapa tinggalin Bintang!" Memeluk erat tubuh om Ridwan dengan air matanya yang tidak ada hentinya mengalir deras.

"Bintang gak punya siapa-siapa lagi, hiks..."

"Om bangun, jangan tinggalin Bintang sendiri" dokter itu mengusap bahu Bintang berusaha menenangkannya.

"Bintang, kamu sabar ya, om kamu udah tenang di sana" ucap salah seorang suster.

Perlahan Bintang melepaskan pelukannya, dia masih tidak percaya rasanya seperti mimpi. Seketika teringat semua memori tentang om Ridwan, orang yang sudah membesarkannya dengan tulus, di saat semua orang tidak menganggap kehadirannya hanya om Ridwan lah satu-satunya orang yang menganggap Bintang sebagai orang yang berharga.

Karena om Ridwan, Bintang bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai, bagaimana rasanya memiliki keluarga.

"Om, Bintang pengen ikut om, Bintang  gak mampu bertahan hidup sendiri" lirih Bintang terduduk lemas di atas lantai, kini dia telah kehilangan dunianya.

Bintang membuka layar ponselnya menekan nomor papanya, berusaha menghubungi papanya. Namun, bukannya diangkat justru papanya malah mematikan telepon dari Bintang.

Memeluk kedua lututnya sekarang dia tidak tau harus berbuat apa, kehilangan orang satu-satunya yang ia punya, dunianya terasa hancur seperti tidak ada tujuan lagi untuk hidup.

Om Ridwan lah alasan dia untuk tetap bertahan hidup, jika orang yang membuatnya tetap bertahan hidup sudah tidak ada buat apa dia tetap bertahan?

⭐⭐⭐⭐

Bintang mengetuk pintu rumah papanya beberapa kali, karena papanya tidak mau menjawab telepon darinya, jadi Bintang memutuskan untuk menemuinya secara langsung, hingga setelah beberapa saat ada seseorang yang membukakan pintu, yang tidak lain adalah papa angkatnya yang diikuti dengan Yoga.

"Kamu ngapain ke sini?" Tanya Dirga memalingkan mukanya.

"Aku mau-" belum sempat Bintang mengatakan tujuannya ke sini ucapannya terpotong oleh Yoga.

"Lo mau ganggu kenyamanan keluarga gue?" Menatap Bintang tidak suka.

"Kamu pergi!" Usir Dirga mengarahkan jari telunjuknya pada sebuah pagar besi yang berukuran besar di depan sana.

"Pa, ijinin aku buat ngomong sebentar" pinta Bintang dengan nada pelan, energinya habis terpakai untuk menangis.

Plakkk

Dirga menampar Bintang yang kini berada dihadapannya "Kamu gak denger?! Saya udah nyuruh kamu pergi!"

"Pa, bentar aja" lirih Bintang memohon pada papanya.

"Mending lo pergi, di rumah ini gak ada yang mau liat lo, lo itu cuma anak pungut!" Teriak Yoga, perkataan yang keluar dari mulut papanya dan Yoga selalu menusuk ke dalam hatinya, sebisa mungkin Bintang selalu bersikap tegar.

"Kamu tunggu apa lagi?! Cepat pergi!" Dirga mendorong tubuh Bintang hingga ia terjatuh.

Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk memberi tahu papanya jika om Ridwan telah meninggal, Bintang harus kembali ke rumah sakit untuk mengurus jenazahnya.

"Aku pergi dulu, assalamualaikum" ucap Bintang setelah bangkit.

Keduanya tidak ada yang menjawab salam dari Bintang, ini semua karena rasa bencinya pada Bintang, entah apa yang membuat mereka membenci dirinya, jika bisa memilih Bintang akan lebih memilih terlantar atau pun tinggal di panti daripada harus di adopsi oleh keluarga yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada.

Bintang (Meteor)|[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang