Bintang - Tiga Puluh Tujuh

344 28 1
                                    

"Gue mau mati!" Teriak Bintang bersiap-siap untuk menjalankan aksinya.

"Arghhhh! Tapi gue gak mau masuk neraka!" Menjauhkan kembali pecahan kaca itu pada pergelangan tangannya dan mengurungkan niatnya untuk bunuh diri.

Tidak enak rasanya kita udah capek hidup dan berniat bunuh diri tapi seketika kita ingat akhirat, jika bunuh diri itu dosa dan gak mungkin bisa masuk surga.

Mereka bertiga menghembuskan napas lega, disaat Bintang lagi depresi seperti ini dia masih tetap menguatkan dirinya untuk tidak bunuh diri, itu bukan hal yang gampang untuk dilakukan.

Meskipun Bintang tidak jadi memutus urat nadinya, tapi dia tetap melukai tangannya.

"GUE BENCI DIRI GUE!" Teriak Bintang sambil menggores tangannya beberapa kali, lalu melempar pecahan kaca itu ke sembarang arah.

Darahnya terus mengalir dan berceceran di atas lantai, namun Bintang sama sekali tidak merasakan sakit pada tangannya rasa sakit fisiknya seakan kalah dengan luka hatinya.

Prangggg

Bintang menonjok cermin besar yang tertempel di lemari putihnya, hingga cermin itu pecah berkeping-keping hanya menyisakan beberapa kaca yang masih tertempel beserta darahnya yang mengalir, tangannya terluka akibat tonjokkannya tadi.

Perlahan dia mendudukkan tubuhnya kedua tangannya memegang kepalanya frustasi "Om, jangan tinggalin Bintang sendiri hikss..." Lirih Bintang dengan isak tangisnya.

Mereka bertiga ikut menangis melihat kondisi Bintang yang semakin terpuruk, mereka tidak tega melihat Bintang seperti ini terus.

"Bintang, kita di sini buat nemenin kamu, aku gak mau kamu ngelewatin semuanya sendiri" ucap Kara dari balik jendela.

Bintang menoleh ke sumber suara itu, dia baru menyadari keberadaan mereka.

"Please bukain jendelanya" mohon Aldi.

"Kalian pergi aja, gue mau sendiri"

"Kalau lo gak mau bukain, gue bakal pecahin jendelanya" ancam Aldi supaya Bintang mau membukakan jendelanya atau bahkan pintunya.

"Pecahin aja, gue gak peduli!" Teriak Bintang tanpa memandang ke arah mereka.

"Kalau gitu aku bakalan pecahin" cetus Kara tangannya bersiap untuk menonjok kaca jendela yang ada dihadapannya.

"Jangan dipecahin" Aldi memegang tangan Kara untuk menghentikan aksinya.

"Tadi lo ngancem mau mecahin jendelanya, kenapa sekarang lo malah ngelarang Kara?" Tanya Sila heran.

"Gue kan, cuma ngancem, lagian kalau kita pecahin juga, pecahannya gak akan rapih tetep aja kita gak bisa masuk" ujar Aldi.

"Gue gak peduli" Kara berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Aldi.

Bintang merasa terganggu dengan keributan mereka, dia berjalan menuju jendelanya lalu menutup gordennya dengan rapat, supaya mereka tidak bisa melihat apapun yang dia lakukan.

"Bintang kok ditutup, maaf kalau kita udah ganggu kamu" Ucap Kara terus mengetuk kaca jendelanya, dari dalam kamar Bintang hanya diam tidak memperdulikan mereka, saat ini dia benar-benar ingin sendiri, merenung meratapi nasibnya nanti. Entah sampai kapan dia akan terus mengurung dirinya.

Mereka bertiga pun menyerah, percuma mereka terus berteriak Bintang tidak akan peduli. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan mencari solusi supaya Bintang tidak merasa sedih lagi. Tapi, dengan cara apa?

⭐⭐⭐⭐

Tuk tuk tuk...

Malam ini Aldi dan Kara kembali mengunjungi rumah Bintang, mereka mengetuk jendela kamar Bintang berapa kali tetap saja tidak ada jawaban dari tuan rumah. Bahkan rumah Bintang terlihat sangat gelap lampu luar rumahnya tidak ia nyalakan, kini rumahnya terlihat menyeramkan sama sekali tidak ada lampu penerang, hingga membuat Aldi bergidik takut.

"Bintang, udah makan belum? Aku bawain nasi goreng spesial dari mama" teriak Kara dari balik jendela.

Di dalam kamar Bintang tertidur dengan nyenyak sambil memeluk sebuah figura yang bergambar dirinya dan om Ridwan yang ia ambil ketika Bintang berhasil memenangkan medali emas pada pertandingan silat waktu SMP, dalam figura itu keduanya tampak tersenyum bahagia, om Ridwan melingkarkan tangannya pada ceruk leher Bintang dan Bintang berpose dengan mencium medali emas miliknya.

Sudah hampir setengah jam Aldi dan Kara berdiri di balkon menunggu Bintang membukakan pintu untuk mereka, namun hasilnya nihil.

"Ra, gimana nih? Sampe kapan kita di sini, gue udah gak tahan jadi santapan nyamuk" gerutu Aldi sambil menggaruk bagian tubuhnya yang terasa gatal akibat gigitan nyamuk.

"Gue gak mau Bintang kayak gini terus" Kara semakin khawatir, dia tidak akan bisa tidur dengan tenang pikirannya akan teringat terus dengan keadaan Bintang sekarang.

"Gimana kalau kita nyuruh Tante Mira buat dateng ke sini, gue yakin Bintang bakalan bukain pintu" Kara mengangguk menyetujui apalagi tadi siang Tante Mira sempat menelponnya menanyakan keadaan Bintang, karena Bintang tidak menjawab telpon dari mama angkatnya.

Bintang (Meteor)|[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang